Bab 13 kesempatan?

15.9K 831 51
                                    

Arsen masih duduk dikursi itu. Menatap dua cangkir yang sudah habis.

Baru terjsdi percakapan seru antara srsen dengan seornag pria yang bernama bilal.

"Kamu boleh kembali lagi, tapi apakah kamu yakin mampu menyembuhkan lukanya?" Angan angannya masih mematung. Mengingat Setiap kata yang di ucapkan Bilal. Laki laki yang baru dia kenal beberapa jam lalu. Yang memang dari penuturannya, laki laki itu adalah teman dekat istrinya beberapa tahun terakhir ini di Korea.

Istri jung masuk kedalam rumah nadia dan menenangkan wanita itu. Sedangkan jung, ikut mengobrol bersama kami diteras hingga akhirnya pria bernama bilal itu izin pergi untuk mengajar les malam ini. Tersisa arsen dan jung yang sedang bercerita meminta saran bagaimana cara menyelesaikan masalah diantara dia dan istrinya.

Dua jam sudah berlalu.

"Darimana aku harus memulainya?" Ujarnya lirih. Tangannya sudah melipat diatas meja itu dan menundukkan kepalanya.

Orang yang dia rindukan dan dia nantikan selama ini, bahkan sudah mengacuhkannya. Dia harus terusir keluar dari rumah itu. Walaupun kini dia ada diterasnya dan sudah puluhan Kali memohon. Tidak ada respon apapun.

Bantuan dari Jung dan istrinya juga tidak membuahkan hasil. Nadia masih bersih keras menyuruhku untuk pergi.

----

"Apa kamu akan tetap disini?" Arsen mengangkat wajahnya. Suara Nadia.

"Nad. Aku ingin bicara." Arsen berdiri langkahnya perlahan mendekati nadia yang berdiri disamping pintu.

"Bicaralah. Masuklah. Aku sudah berfikir. Kita sama sama dewasa dan seharusnya memang dengan bicara maka semuanya akan mudah untuk diakhiri." Nadia membuka pintu itu. Namun langkah Arsen terhenti.

"Aku bicara untuk menjelaskan, bukan mengakhiri hubungan kita." Ujar Arsen parau.

"Apa yang perlu dijelaskan sen? Aku sudah paham." Nadia masuk kedalam. Dia menyalahkan lampu dapurnya. Jam sudah menunjukkan pukul 10 lebih 15 menit. Sudah selama ini aku menunggunya.

"Aku tau aku salah. Aku sudah jahatin kamu. Dan merusak hubungan kita. Aku sudah menyesali semuanya. Kamu sadar? Bukan hanya aku yang terluka. Tapi banyak orang disekitar kita. Seperti hanya kita bersatu. Kita akan mempertemukan banyak keluarga dan menjalin sebuah tali silaturahmi yang melibatkan banyak orang. Begitu pula sebaliknya. Ketika kamu seperti ini, maka bukan hanya aku. Tapi keluargamu dan keluarga kita." Arsen melangkahkan kakinya berujar.

"." Nadia hanya terdiam. Tangannya menggenggam erat kursi yang dia tarik.

"Apa aku berhak marah saat ini? Kamu menyembunyikan banyak hal. Kamu bersembunyi sendiri tanpa penjelasan? Kamu tau berapa orang yang mempertanyakan ku dan menyalahkan ku? Dan berapa banyak orang yang tau bahwa aku pria brengsek dan menyakiti istrinya." Tambah Arsen.

"Aku menyesali semuanya. Hubunganku dengan Feby. Perlakuanku padamu. Aku akan menjelaskan. Biarkan pria bodoh ini bicara. Apa kamu tak bisa melihat rasa sedihku. Tolong. Tidak cukupkah. Satu setengah tahun ini, kamu menghilang dariku."

Nadia menatap Arsen. Untuk pertama kalinya. Wanita itu melihat pria yang dia cintai menangis. Arsen menangis. Pria itu mengusap matanya dan tersenyum. Wajahnya tak seperti saat dulu dia masih mengenalnya. Wajah yang kusut. Kumis dan jenggot yang tak terawat. Baju yang tak rapi dan rambut yang acak acakan. Untuk saat ini, arsen yang dikenalnya rapi, terlihat buruk dan acak acakan.

"Jika harus memohon aku akan memohon. Jika harus melakukan apapun. Aku akan lakukan itu. Asal kamu kembali." arsen kembali mendekat ke arah nadia.

Entah ada apa dengan hati wanita itu. Dia sudah berusaha keras Agar melupakan wajah dan nama pria itu. Bahkan untuk pertama kalinya mereka bertrmu jangankan bicara melihatpun enggan. Tapi untuk kali ini, wajah lelah pria itu. Rasa sedihnya tampak jelas disana.

"Apa yang perlu kamu jelaskan?" nadia bicara. "Duduklah dikursi ini." nadia menarik kursi itu. Dan mempersilahkan arsen untuk duduk disana.

"Aku senang melihatmu. Aku rindu kamu nad." ucap lirih arsen saat mereka sudah sama sama duduk dikursi itu dan berhadapan.

"Seharusnya kamu nggak nyari aku mas. Aku sudah menata masa depanku sendiri disini." Nadia mengatupkan kedua tangannya.

"Lalu bagaimana dengan aku dan anak anak kita? Kamu jangan egois?"

"Kamu yang egois? Kamu nggak sadar tah kalau kamu yang bikin kita seperti ini?"

"Tapi nad, kenapa kamu hanya diam dan menghilang? Kamu sadar? Kamu sudah menghukumku secara tidak langsung. Dan dicap brengsek oleh banyak orang. Keluarga kamu, keluargaku. Sahabat kita."

"Hatiku masih sakit mas."

"Ayo kita mulai dari awal. Kamu harus ngomong. Salahku dimana? Selama ini aku hanya mendengar dari fastin, erdhisa dan mas Devan. Kamu harus salah salahkan aku. Bentak aku. Marahi aku. Pukul aku sebanyak apapun yang kamu mau. Asal kamu puas. Kamu nggak marah lagi dan maafin aku. "

"Entahlah mas. Aku sudah capek sebenarnya. Dan ini seperti kejutan buat aku. Kedatanganmu." Nadia mengusap wajahnya.

"Apa kamu sudah nggak nganggep aku nad? Satu setengah tahun itu nggak sebentar buat aku nad." Arsen berusaha meraih tangan Nadia.

"Aku nggak akan marah kamu bohongi aku. Soal anak kita. Aku bahagia ada anak anak itu diantara kita. Aku akan memulai dari awal. Aku akan selalu jujur sama kamu. Akan fokus sama keluarga kecil kita." Tambah Arsen.

"Kamu yakin dengan apa yang kamu katakan?" Nadia menatap Arsen.

"Ini ucapan seseorang laki laki yang sudah berikrar dan berdoa selama satu setengah tahun untuk selalu menunggu dan mencintaimu nad." Arsen kembali menatap Nadia.

"Aku marah mas. Kalau aku melihat dirimu seperti aku gagal menjadi seorang istri. Apalagi bayangan wanita itu masih jelas tergambar diantara matamu. Aku nggak tau harus mutuskan seperti apa. Kamu bilang kamu nggak tau salahmu, dan disisi lain kamu menyadari segalanya. Kamu plin plan. Kamu buat aku bingung mas." Nadia kembali mengusap usap wajahnya.

"Beri aku kesempatan aku mohon. Buat anak anak kita menjadi alasannya. Aku akan mulai memperkenalkan diriku. Aku akan memperbaiki segalanya. Menjadi suami yang baik untukmu dan ayah untuk Dipta dan Depta. Aku akan mencintai kalian. Dan hanya kalian." Arsen menyentuh tangan kiri Nadia menggenggam tangan itu.

"Kalau tidak ada anak diantara kita? Alasan apa yang bisa aku buat?"

"Janjiku. Aku akan memperbaiki segalanya. Aku mencintaimu nad." Arsen berkaca kaca. Dia menggenggam erat tangan kiri Nadia. Terbesir rasa rindu yang dalam dihati pria itu.

"Kamu istriku nad. Aku bersumpah akan menjaga komitmen ini seumur hidupku." Tambah Arsen.

"Sumpah itu nggak mudah mas. Buktikan saja." Nadia menarik tangan itu perlahan.

"Ini sudah malam. Istirahatlah di ruang tengah." Nadia beranjak berdiri.

"Bagaimana keputusanmu?" Tanya Arsen mengangkat kepalanya.

"Biarlah waktu yang bicara. Jangan berharap banyak. Aku bukan malaikat yang mudah memaafkan. Aku juga wanita. Dan aku sama seperti yang lain, punya rasa kecewa dan luka. Tapi aku juga punya waktu, dan semoga saja dia bersahabat dengan kita." Nadia berlalu pergi.

"Tunggu nad." Arsen berdiri. Tangannya menggapai tangan wanita itu.

"Istriku,Aku mencintaimu." Nadia hanya menatapnya. Dan berlalu pergi.

-----

Salam hangat
ARS.

I miss You, My WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang