17. Papa bagi si kembar ( POV Arsen )

17.3K 716 27
                                    

"Waktu membawaku larut dalam diam yang damai."

Terimakasih telah menunggu untuk waktu yang lama. Semoga kalian masih menyempatkan diri untuk membaca lanjutan dari cerita ini.

Salam hangat.

------

Mataku baru saja terbuka.

Aku tersenyum saat mengamati seseorang yang sudah lama aku rindukan sedang tertidur pulas menggenggam kedua tanganku.

"Nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan." Ujar ku dalam hati. Aku hanya bisa tertawa dan tersenyum bahagia.

Punggung kiriku terasa sakit sekali. Aku juga baru menyadari bahwa saat ini aku sedang berada didalam ruangan yang cukup asing. Sebuah tirai biru dan bau bau yang mungkin familiar dengan obat obatan.

"Assalamualaikum." Pria itu baru saja mas. Aku hanya mengamati dari sini.

"Saingan beratku." Batin ku. Sejak pertama aku menemukan Nadia. Pria yang bernama Bilal itu sungguh tak pernah lepas dari istriku. Kemana pun pasti membututi nya. Bahkan kemarin pun masih sempat saja mengancam atau menasihatiku bahwa aku harus baik baik dengan istriku sendiri.

Aku saya kesini karena memang aku harus menemukan dia, dan membawa dia pulang. Bagaimanapun status kita masih sah. Walaupun dia berlagak seperti orang yang peduli pada Nadia. Aku hanya bisa berterimakasih. Nadia adalah istriku, sekeras apapun usahamu. Aku pasti memenangkan hatinya lagi.

Tanganku ternagkat. Meletakkan ibu jariku mendekat kearah bibirku.

"Jangan bersuara." Ujar ku dengan bahasa bibir.

Bilal hanya menggeleng tak mengerti.

Haduh, ini orang. Aku kembali mengulang berkali kali.

Lalu dia mengangguk. Dan terkekeh.

"Iya aku paham." Ucapnya juga dengan bahasa isyarat.

Dia lalu berjalan ke arah sofa disudut ruangan. Dan aku melihat Jung juga tertidur di sofa panjang itu. Dan Bilal berjalan duduk di sisi sofa lainnya yang lebih kecil.

Pria itu menarik nafas dalam. Meletakkan sebuah berkas yang dipegangnya di atas meja.

Untung saja ranjang ku sedikit ternagkat sehingga tak sulit untuk setidaknya mengamati sekitarku. Dan tentunya melihat Nadia. Tertidur pulas dengan jemarinya di tanganku.

"Sejak kapan kamu bangun?" Bilal bersuara. Benar benar pria ini. Mengganggu saja.

Aku kembali meletakkan telunjuk dibibirku. Sedikit melotot. Dan mengistilahkan dia untuk diam.

"Kamu ngomong apa sen?" Suaranya meninggi.

Sialan. Cari mati dia.

"Apa sen?" Bilal menaikkan suaranya. Sialan dia benar benar. Lalu dia terkekeh puas.

Aku hanya menatapnya dengan tatapan kesal.

Pria itu lalu beranjak berdiri.

"Kamu harus segera di proses. Ini berkasnya sudah selesai." Tangannya mengangkat map yang dia taruh dimeja dan digoyang goyangkan di hadapanku.

Ada apa denganku? Perawatan lanjutan untuk apa? Aku bertanya tanya dalam hatiku. Apa separah itu kah?

Bilal berjalan. Mendekat ke arah Nadia. Dan benar dugaanku. Tangannya menepuk pundak istriku.

"Nad." Ucapnya.

"Sialan." Ujar ku lirih.

Matanya seperti tertawa. Dia menyunggingkan senyumnya.

I miss You, My WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang