Mulai pagi ini, Utari tidak memberi izin Raga untuk mengemudi sendiri. Utari tidak mau tiba-tiba Raga kambuh saat menyetir. Itu sangat berbahaya. Mau tidak mau Raga harus berangkat kuliah bersama dengan Ray dan Valen.
Raga memang sudah tidak melancarkan lagi aksi perang dingin dengan kakaknya itu, tapi dia juga belum mau ngomong sama Ray. Cuma kadang kalau ditanya dia akan jawab.
Hari pertamanya kuliah setelah hampir 2 minggu dirawat di rumah sakit, Raga disambut hangat oleh teman sekelasnya. Laki-laki itu hanya tersenyum singkat untuk menanggapi.
Akibat dari kejadian pingsannya dia di kelas, sekarang semua teman-temannya sudah tahu kalau dia adalah seorang penderita cancer stadium lanjut.
Dafa dan Banyu merangkulnya. Tanda kalau mereka akan mendukungnya apapun yang terjadi. Raga sangat berterimakasih untuk itu. Dia merasa sangat beruntung karena memiliki sahabat seperti Dafa dan Banyu.
"Lo mau pesen apa? Gue aja yang pesenin biar sekalian."
Selepas kepergian Dafa untuk memesan, Raga dan Banyu dilanda keheninangan. Banyu bingung ingin mengatakan apa sedangkan Raga sedang malas buat bicara.
"Hei Nyu."
Raga menoleh ke arah suara yang memanggil nama Banyu. Ray bersama dengan Valen sudah duduk di meja yan sama dengannya. Raga menghela napas panjang. Pasti setelah ini Ray akan berisik sekali.
"Ga, obat lo udah diminum? Kaki lo sakit nggak? Badan lo lemes nggak? Lo pusing? Lo masih ada kelas berapa? Gue tungguin. Bilang gue kalau ada apa-apa."
Tuh kan. Valen saja yang sudah terbiasa masih geleng-geleng. Banyu sampai bengong melihat Ray cerewet seperti itu.
"Gue udah minum obat gue, Ray. And stop doing that like I am a kid. I am fine. Oke?"
"Bagus. Bilang gue kalau lo ngerasa sakit."
Raga tidak menjawab. Sejak beberapa hari lalu dia bangun dan menemukan Ray tersenyum padanya, Raga akhirnya tahu sifat asli kakak tirinya itu. Hell, Ray is overprotective all about him.
Raga jadi lelah dan pusing sendiri.
Tidak berapa lama Dafa datang sambil membawa pesanannya juga Banyu dan Raga. Dia kaget melihat ada Ray dan Valen di sana.
Sepanjang dia berteman dengan Raga, dia tidak pernah melihat laki-laki itu akur dengan kakaknya. Kalau pas-pasan saja kadang suka berlagak enggak kenal. Makanya hanya sedikit orang yang tahu kalau mereka bersaudara.
"Hei Ray. Lo di sini?"
"Yaps. Gue khawatir sama adek gue. Harus pastiin kalau dia baik-baik saja."
Raga menutup wajahnya dengan tangan. Malu karena Ray terang-terangan bicara seperti itu.
"Oh." Dafa mengangguk saja. Bingung.
Karena terlanjur malu, Raga menyambar nasi gorengnya. Dia menyuapkannya dengan cepat. Tidak peduli sama Ray yang menegurnya karena takut Raga tersedak.
***
Valen mendekati Raga yang sedang memainkan SLR nya di gazebo rumah. Tumben saja laki-laki itu enggak nangkring di balkon atau atap rumah. Tubuh kurus Raga dibalut piyama bergambar pikachu. Valen nyaris tertawa karena Raga terlihat lucu sekali.
Dan mulai hari ini Utari membatasi kegiatan yang dilakukan Raga. Maksimal pukul enam sore harus sudah ada di rumah. Meski kesal, tapi Raga juga tidak bisa membantah perintah Mamanya itu.
"Ga, lo ngapain?"
Raga menoleh pada Valen. Laki-laki itu hanya tersenyum sambil menunjukkan kameranya agar dilihat Valen. Semua yang ada di rumah ini agaknya senang karena Raga sudah mau membuka dirinya.
"Ini lo yang motret?" Valen bertanya, setengah tidak percaya. Raga mengangguk membenarkan. "Keren sih ini. Lo udah pas deh kalau jadi fotografer internasional."
Valen tertawa. Raga pun ikut terkekeh kecil. Dia kembali mengutak-atik kameranya.
"Va, lihat gue."
Valen menoleh pada Raga dengan alis bertaut. Tiba-tiba terdengar bunyi 'cekrek' dari kamera yang dipegang Raga. Saat itu juga Valen sadar, Raga sudah memotretnya.
"Ih Raga! Enggak bilang-bilang dulu sih lo." Raga tertawa. Dia melihat foto Valen yang berhasil dia jepret tadi. "Sini gue lihat. Hapus pokoknya kalau jelek."
Valen hendak mengambil kamera laki-laki itu, tapi Raga sudah keburu mengambil langkah seribu dengan menghindar. Raga tertawa karena Valen tidak berhasil merebut kameranya.
"Raga! Siniin enggak!"
"Enggak ah. Cantik kok, enggak jelek."
"Nada lo mencurigakan. Siniin pokoknya!"
Valen masih tidak menyerah. Merasa terdesak, Raga buru-buru bangkit dan berlari menghindar. Valem otomatis langsung mengejarnya.
"RAGA! Jangan kabur lo, awas kalau ketangkep."
"Coba aja, haha."
Valen mendesis. Dia semakin mempercepat larinya demi mengajar Raga.
Perempuan itu tidak dapat memikirkan apapun, ketika tiba-tiba Raga terjatuh dan meringis kesakitan. Valen panik, jelas. Sekarang Valen berlari tunggang langgang untuk memastikan kalau Raga baik-baik saja.
"Ga! Lo kenapa? Apa yang sakit?"
Tenggorokan Valen rasanya tercekat mendengar erangan Raga. Mata Valen berkaca-kaca, sudah nyaris menangis.
"Ga, bilang ke gue apa yang sakit! Hiks, Ga, gue harus gimana? Raga!"
Raga menatap Valen yang sudah menangis dengan sendu. Kalau begini saja dia sudah menangis bagaimana kalau dia pergi nanti.
"ZONK! Haha." Raga tertawa. Valen terpekur ditempatnya. Masih sesenggukan. Dia menatap Raga yang tersenyum padanya.
"Lo boongan?"
"Maaf deh. Gue enggak apa-apa kok."
"Ish! Jahat lo."
"Iya, iya deh sorry. Udah yuk, masak mau begini sih. Enggak mau balik ke gazebo lagi?"
Raga berdiri. Menahan desisan kala rasa ngilu menguasai lututnya. Dia tidak mau kalau Valen menangis lagi karena dia.
Meski agak kesal karena dibohongin, Valen mengikuti langkah Raga menuju gazebo. Perempuan itu menghapus air matanya.
"Kampret si Raga. Bikin jantungan aja."
Tanpa mereka sadari, di sudut lain rumah itu, Ray memperhatikan keduanya. Menghela napas panjang, mencoba menghilangkan sesak melihat keduanya begitu bahagia. Tapi kemudian Ray mencoba tersenyum dan memilih meninggalkan tempat itu.
"Nih, lihat."
Valen melirik ke kamera milik Raga. Disitu ada fotonya yang tadi diambil Raga. Terlihat tidak siap memang, tapi Valen juga tidak bisa bohong kalau foto itu sangat bagus.
"Udah gue bilang kan kalau cantik."
Pipi Valen memerah mendengarnya. Dan Raga yang melihat itu tersenyum.
Raga berdiri. Memasang tripod yang memang sengaja dia bawa tadi. Raga mengatur timer yang memungkinkan untuk dirinya lari dan mendekati Valen.
"Yuk ah. Jangan cemberut."
Raga merangkul Valen. Laki-laki itu tersenyum ke arah kamera.
Tit
Tit
Tit
Cekrek
Satu foto berhasil diambil. Potret pertama yang akan menjadi kenangan bagi dua insan manusia itu.
T o B e C o n t i n u e
Yeey, sesuai jadwal kan 😂
Hayo sekarang kalian kudu vote dan komen 😉Jenny Evelyn
5 September 2018

KAMU SEDANG MEMBACA
RAGA ✔
Teen FictionAmazing cover by Kak @rishapphire I am tired of this place I hope people change I need time to replace what I gave away And my hopes, they are high, I must keep them small Though I try to resist I still want it all ? Troye Sivan - Fools ? #913 in T...