Chapter 4

2.1K 230 1
                                    

"YA! Kau mau membawaku kemana?" tanya Eunbi panik.

Bagaimana tidak ia bisa tidak panik? Pasalnya ia merasa bersalah karena menabrak orang itu dengan tidak sengaja dan sebelum ia dapat mengucapkan permintaan maaf tiba-tiba orang itu menariknya dan membawanya ke suatu tempat yang masih berada di kawasan sekolah untungnya.

Namun tetap saja, bagi Eunbi yang notabenenya adalah murid baru belum begitu familiar dengan seluk beluk sekolah tersebut tetap panik dibuatnya.

Hingga akhrnya ia merasakan bahwa orang tersebut berhenti berjalan dan tidak lagi menarik tangannya. Orang itu tiba-tiba menoleh dan mengucapkan sesuatu yang membuatnya terkejut.

"Kau bisa bersembunyi di sini. Kemungkinan kecil bagi orang lain untuk mencarimu dan menemukanmu di tempat ini."

Eunbi membelalakan mata. "Bagaimana kau tahu kalau aku berencana sembunyi dari seseorang?"

"Terlihat dengan jelas dari ekspresi wajahmu saat kau menabrakku tadi. Jadi bisa aku simpulkan kau sedang lari dari seseorang yang sedang ingin kau hindari," jelas orang tersebut dengan santai.

"Kau tidak berutang budi apapun kepadaku. Jadi mengapa kau menolongku?" tanya Eunbi lagi yang masih tidak paham dengan jalan pikir orang yang baru saja menjadi penolongnya di hari itu.

"Aku memang tidak berutang budi kepadamu. Tapi kau."

Eunbi mengerjapkan mata pelan, lalu menunjuk dirinya sendiri seraya mengucapkan kembali apa yang orang itu katakan, berharap agar ia dapat mencerna maksud dari kalimat tersebut. Namun sebanyak apapun ia mengulang kembali pernyataan orang tersebut, Eunbi masih tidak dapat mengerti.

"Aku? Bagaimana bisa aku berutang budi kepadamu?!" Tanpa Eunbi sadari ia menaikkan suaranya lebih tinggi karena pada akhirnya ia tidak memahami maksud orang tersebut.

"Iya kau. Karena aku menolongmu melarikan diri dan bersembunyi dari seseorang."

Eunbi mengernyitkan dahi. "Aku tidak pernah meminta pertolongan padamu. Jadi semua yang kau lakukan tidak akan kuanggap sebagai utang budi."

"Tsk. Merepotkan. Kau bahkan akan lebih berutang budi lagi nantinya."

"Apa maksud dari ucapanmu itu? Kita bahkan baru bertemu, jadi ba— YA!" Eunbi bahkan belum menyelesaikan pertanyaannya, ketika ia menyadari bahwa orang tersebut telah melangkah pergi dan menghilang dari pandangannya.

Ia menghabiskan waktu istirahatnya di tempat itu sambil menerka-nerka apa maksud dari ucapan tersebut dan melupakan tujuan utamanya untuk bersembunyi dari Baekhyun serta ketakutannya untuk ditemukan oleh Baekhyun.

***

"Eunbi kita harus berlari dengan cepat sekarang!" ucap seorang perempuan yang tidak Eunbi kenal sambil menarik lengannya secara tiba-tiba untuk ikut berlari bersama.

"Mengapa kita harus berlari dengan cepat?" tanya Eunbi bingung.

"Tidak ada waktu untuk menjelaskan, lebih baik kita lari terlebih dahulu."

Eunbi memutuskan untuk diam dan terus berlari. Ia diam, tetapi tidak dengan pikirannya. Di dalam pikirannya ada begitu banyak pertanyaan yang mengusiknya. Tanpa ia sadari ia telah sampai di dalam kelas.

"Syukurlah ssaem belum masuk, lebih baik kau langsung duduk sebelum ssaem marah padamu nantinya karena melihatmu masih berdiri. Ia adalah orang yang disiplin sesuai aturan dan tidak mentolerir muridnya terlambat meski hanya satu detik setelah ia masuk kelas," terang perempuan itu sambil berjalan ke tempat duduknya sendiri.

"Eoh geundae..." Eunbi membuka suaranya namun masih penuh dengan keraguan, lebih tepatnya ia bingung harus berkata seperti apa.

Perempuan itu membalikkan badan dan menatap Eunbi dengan tatapan bingung. "Waeyo?"

"Gomawo uhm—"

"Ah mian aku lupa memperkenalkan diri. Namaku Jiyeon. Ahn Jiyeon. Semoga kita dapat menjadi teman seiring dengan berjalannya waktu. Cepatlah duduk sebelum ssaem datang," ucap Jiyeon disertai dengan sebuah senyum simpul.

Teman? Ah rasanya sudah lama ia tidak memiliki teman. Ia bahkan lupa bagaimana caranya berteman. Haruskah ia memulai untuk membuka hatinya kembali tanpa melakukan hal yang sama untuk kedua kalinya? Haruskah ia mencobanya? Tidak ada salahnya untuk mencoba bukan.

Ada baiknya juga kalau ia berteman dengan Jiyeon, ia tak lagi sendiri dan sepertinya Jiyeon adalah orang yang menyenangkan. Tetapi ia baru bertemu dengan Jiyeon, bagaimana mungkin ia bisa berkata seperti itu? Aneh.

Eunbi jadi teringat dengan orang yang menyebalkan setelah Baekhyun. Dibanding menyebalkan, kata yang lebih cocok untuk orang yang baru saja ia temui adalah orang yang penuh dengan misteri. Siapa sebenarnya orang itu? Dan bagaimana orang tersebut begitu yakin mengucapkan kalimat itu?

'Kau bahkan akan lebih berutang budi lagi nantinya.'

Apa maksud dari kalimat itu sebenarnya? Bagaimana mungkin itu akan terjadi? Orang itu sepertinya tahu banyak hal tentang dirinya, ia harus berhati-hati dengannya. Sebisa mungkin ia harus menghindar agar tak bertemu dengan orang itu lagi. Tetapi itu tak ada gunanya jika—

"Hei murid baru. Apa yang sedang kau pikirkan? Apakah kau sedang memikirkanku?" Pertanyaan beruntun yang dilontarkan oleh Baekhyun mengganggu Eunbi dengan waktunya untuk dapat memecahkan misteri yang masih membuatnya bingung dan ingin marah di saat yang bersamaan.

Mengapa pemuda satu ini suka sekali mengusiknya. Tch, tidak bisakah Baekhyun membiarkan dirinya berpikir dengan tenang tanpa adanya gangguan dari apapun. Lalu, apa katanya tadi, memikirkannya? Hhh... yang benar saja, ia pasti sudah gila jika memikirkan pemuda yang sangat menyebalkan ini. Memikirkannya hanya akan membuat otaknya penuh dengan fakta betapa menyebalkannya Baekhyun.

"Aku tau kau akhirnya menyadari jika aku tampan dan malu untuk meminta maaf makanya kau terdiam tidak menjawab pertanyaanku, bukan? Tak apa jangan merasa bersalah lagi, aku telah memaafkanmu. Atau jangan-jangan kau gugup? Ahh, sekarang masuk akal mengapa kau diam. Kau tidak malu untuk meminta maaf, tetapi kau gugup karena duduk satu bangku dengan seorang pemuda yang tampan dan dapat dekat bersamanya tanpa perlu bersusah payah seperti perempuan pada umumnya bukan?" celoteh Baekhyun panjang lebar dan dengan penuh bangga.

Satu lagi sifat pemuda ini selain menyebalkan dan terlalu percaya diri, yaitu seakan-akan tahu segalanua. Apa yang Baekhyun katakan bahkan jauh dari apa yang ada dipikirannya.

Dalam hati Eunbi berusaha memutar otaknya, ia percaya pasti—paling tidak—ada satu cara agar membuat pemuda yang menyebalkan ini diam.

"Jadi kapan kita akan membuat laporan?" Sorak bahagia tak dapat Eunbi bendung ketika melihat pemuda menyebalkan ini terdiam. Mungkin hal ini dapat dimasukkan ke dalam list senjata ampuh untuk membuat Baekhyun diam tidak berkutik.

"Apakah kau terlalu gugup sampai mengalihkan pembicaraan? Tenanglah jangan gugup, aku akan membantumu menghilangkan rasa gugup itu. Aku tau cara untuk menghilangkan rasa gugup itu. Bagaimana kalau kita pergi ke taman bermain setelah sekolah ini usai? Anggap saja sebagai hadiah karena kau telah menyadari kalau aku ini adalah namja yang tampan."

Okeh, mungkin Eunbi harus mencoret tugas laporan dari list senjata ampuh untuk membuat seorang Byun Baekhyun terdiam. Hilang sudah kebahagiaan yang sempat ia rasakan. Mengapa begitu cepat pemuda satu ini memutar balikkan suasana? Itu sangat menyebalkan.

"Kuanggap jawabanmu iya karena kau diam. Jadi lebih baik kau memberitahu orang tuamu terlebih dahulu agar mereka tidak merasa cemas mengkhawatirkan kau pulang telat," ucap Baekhyun yang entah mengapa terasa begitu tulus.

Haruskah Eunbi memulai menerima keberadaan Baekhyun? Apakah keputusan ini benar? Apakah ia tidak akan menyesal di kemudian hari? Terlalu banyak keraguan setelah sekian lama ia menghindarinya. Ia berharap tidak akan ada hal buruk yang karena memutuskan untuk menerima keberadaan Baekhyun di kehidupan barunya ini.

You'll never know until you try it, right? There is nothing impossible. Because impossible is not a word, it is a reason for someone not to try.

I'm His Assistant | EXO Baekhyun [Revisi]Where stories live. Discover now