Chapter 18

868 114 0
                                    

"Baiklah, paling tidak aku telah mencobanya," gumam Eunbi seraya menyemangati dirinya sendiri dengan penuh semangat, terlihat dari tangannya yang mengepal dan meninju ke atas mengenai udara yang hampa.

"Apa yang kau lakukan Eunbi-ya? Cepatlah masuk ke dalam mobil, ayahmu telah menunggumu," tegur ibu Eunbi melihat kelakuan putrinya yang sedikit berbeda dari biasanya, terutama di pagi hari.

Tanpa perlu menunggu ibunya berkata untuk kedua kalinya Eunbi langsung berlari menuju ke mobil dimana ayahnya telah menunggu dirinya, tidak lupa ia berpamitan kepada ibunya. Begitu ia masuk ke dalam mobil dan menutupnya, ia langsung mendapat pertanyaan dari ayahnya. "Apa kau tidak apa-apa?"

"Ne appa," ucap Eunbi disertai dengan anggukan kecil dan senyuman manis yang ia tunjukkan untuk ayahnya seorang.

"Baiklah, kalau begitu segera pasang seat belt," tegur ayah Eunbi mengingatkannya untuk tidak lupa memasang seat belt dan mulai menginjak gas, membuat mobil yang mereka tumpangi mulai melaju pergi meninggalkan kediaman mereka. Terbiasa dengan suasan hening di pagi hari membuat Eunbi memiliki rutinitas melihat pemandangan yang ada melalui kaca mobil yang berada di sebelahnya. Tak terasa mobil yang ia tumpangi mulai melambat dan berhenti di sebuah gerbang yang tidak lain adalah gerbang sekolahnya.

"Sampai bertemu nanti sore di rumah," ucap Eunbi sebelum keluar dari mobil dan mulai melangkah memasuki gerbang sekolahnya.

Tak jauh dari tempatnya, ia dapat melihat seorang pemuda yang belakangan ini memenuhi pikirannya. Baru saja ia ingin memanggil pria itu ketika tiba-tiba ia mengingat bahwa mereka tak lagi sedekat seperti awal.

Akhirnya Eunbi memutuskan untuk tetap berjalan sambil menundukkan kepalanya yang dilingkupi oleh rasa rindu akan segala sifat kekanakan, kepercayaan diri, dan segala sifat pemuda itu. Ia baru menyadari alasan mengapa ia penasaran dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan pemuda itu, karena tanpa ia sadari perlahan-lahan, pemuda itu telah menjadi bagian penting dalam hidupnya.

Tiba-tiba ia dikejutkan dengan sebuah tangan yang ada di atas pundaknya dengan manis dan suara seseorang yang menyambut pendengarannya. "Apa yang kau pikirkan di pagi hari seperti ini?" tanya Jiyeon dengan penasaran sambil menarik Eunbi untuk berjalan cepat menuju ke kelas.

"Tidak apa-apa. Aku hanya tidak enak badan," balas Eunbi singkat, entah mengapa ia tidak ingin menceritakan apa yang sebenarnya terjadi padanya kepada Jiyeon. Bukan karena ia tidak percaya dengan Jiyeon, hanya saja ia merasa gadis itu yang justru heboh sendiri jika mengetahuinya.

"Apakah kau sakit?" teriak Jiyeon panik yang membuat seluruh mata para murid yang ada di kelas tertuju padanya.

Sejak kapan mereka telah sampai di depan kelas, Eunbi bahkan tidak menyadari itu. Terlebih lagi tatapan penasaran para murid begitu mendengar teriakan Jiyeon. Apakah pemuda itu juga menatapnya seperti yang murid lain lakukan? Dengan segera Eunbi menoleh ke arah dimana bangkunya berada sekaligus memastikan kebenarannya.

Perasaan sedih meliputi hati Eunbi melihat bahwa ternyata pemuda itu menyandarkan punggungnya di kursi dengan earphone yang menutup kedua telinganya dan memejamkan kedua matanya. Eunbi melangkah menuju dimana bangkunya berada, meninggalkan Jiyeon di pintu kelas seorang diri.

Setibanya Eunbi di bangkunya, atmosfer canggung menguar begitu pekat di antara dirinya dengan pemuda di sebelahnya. Ia merasa seperti ada jurang yang memisahkan antara mereka, meski sebenarnya mereka duduk bersebelahan.

Eunbi menundukkan kepalanya dalam-dalam. Tidak pernah sekali pun ia berada di posisi seperti ini dan sekarang ia bingung harus melakukan apa agar dapat mengembalikan semuanya menjadi normal seperti sedia kala.

Memori saat ia baru pindah ke sekolah ini berputar di dalam kepalanya. Semua itu terasa begitu nyata seakan-akan ia ditarik kembali ke masa lalu.

Saat dimana ia membuat dinding tak kasat mata di antara dirinya dengan yang lain ketika ia baru masuk. Saat dimana tanpa sengaja tatapan mereka beradu. Saat dimana pemuda itu memintanya agar tidak telat saat bertemu karena pemuda itu benci orang yang terlambat, tetapi ternyata pemuda itu sendiri yang terlambat. Saat dimana pemuda itu sungguh menyebalkan sehingga ia memanggilnya pemuda yang sangat menyebalkan.

Saat dimana semua memori itu membuat air mata jatuh ke pipinya. Terdengar suara menggelegar dari guru yang membuatnya dengan cepat langsung menghapus air matanya dan menatap ke depan, ke arah guru yang akan mengajar.

"Selamat pagi anak-anak. Sebelum memulai pelajaran saya hanya ingin mengingatkan deadline tugas kelompok akhir bulan ini," ucap Lee ssaem dengan tenang sambil membenarkan letak kacamatanya.

"Akhir bulan? Biar aku lihat dulu hari ini tanggal berapa, sepertinya masih jauh dari akhir bulan?" gumam Eunbi yang telah melupakan kesedihannya beberapa saat yang lalu. Tanpa membuang-buang waktu lagi Eunbi mengeluarkan ponselnya untuk melihat tanggal.

Mata Eunbi membulat lebar begitu melihat tanggal yang tertera di ponsel miliknya. "Bagaimana bisa?! Seingatku masih pertengahan bulan, tetapi mengapa hanya tersisa 3 hari lagi sebelum akhir bulan."

Dengan segera Eunbi menolehkan kepalanya ke arah Baekhyun, tetapi orang yang sedang ia tatap masih tetap seperti saat ia masuk ke dalam kelas. Helaan napas keluar dari mulut Eunbi, ia tidak tahu bagaimana ia akan menyelesaikan tugas kelompok yang Lee ssaem berikan. Tidak masalah baginya jika harus mengerjakan laporannya seorang diri, akan tetapi materi yang ia dapatkan dibawa oleh Baekhyun.

Eunbi menyadari jika Baekhyun belakangan ini terlihat sedikit berbeda dari biasanya, tetapi ia tidak tahu pasti apa yang membuat dirinya dapat mengatakan bahwa Baekhyun itu berbeda. Perbedaan yang Eunbi rasakan membuat dirinya bingung harus bersikap seperti apa kepada Baekhyun, ia takut jika ia terlalu memaksakan dirinya untuk mendekati Baekhyun justru membuat Baekhyun kesal kepadanya seperti pria itu yang dulu sering membuatnya marah dan kesal sekaligus.

Tunggu. Membuat Baekhyun kesal kepadanya? Hmm... bukan ide yang buruk, mungkin perlu dicoba. Karena untuk sekarang itu adalah satu-satunya cara agar ia dapat dekat dengan Baekhyun lagi, meskipun Baekhyun kesal dan muak melihatnya itu tidak masalah baginya. Jika Baekhyun selalu bisa membuat dirinya kesal, mengapa ia tidak?

'And what should it be?'

I'm His Assistant | EXO Baekhyun [Revisi]Where stories live. Discover now