Bab 15

6.6K 427 5
                                    

"Kita perlu bicara!"

Darren mengerutkan kening saat gendang telinganya menangkap suara Andrea di seberang telepon.

"Mendadak sekali. Baiklah, dimana aku bisa menemuimu ?"

"Tidak! biar aku yang menemuimu. Ada dimana kau malam nanti ?"

"Di apartemenku". Jeda agak lama sebelum Darren bisa mendengar suara Andrea lagi.

"Baiklah aku akan menemuimu disana. Bisa beritahu aku alamatnya ?"

Darren tersenyum. Suara Andrea jelas menunjukkan bahwa ia gugup, namun gadis keras kepala itu lebih memilih bersikap menantang. "Akan kusms kan alamatnya".

"Telpon dari kekasih ?" suara lembut itu datang dari belakangnya.

Darren menoleh, berhadapan dengan wanita cantik yang menautkan kedua tangannya di depan dada.

"Ya". sahutnya singkat merasa tidak perlu menjelaskannya

"bagaimana kalau tulip merah ?"

"Apa ?" Darren menatap sekeliling dan baru ingat kalau ia ada di toko bunga. Malam ini ia memang berencana menemui Andrea, namun sepertinya gadis itu sudah maju satu langkah dengan mengajaknya lebih dulu. "Maksudku aku sudah pernah memberikannya tulip merah". ralat Darren.

"Lalu mawar ?" wanita asia itu mengambil setangkai mawar putih dari keranjang bunga di dekatnya.

Mawar putih ? Darren ingat pertama kali melihat Andrea 15tahun lalu dan gadis itu melarutkan mawar putih kedanau dengan wajah menunduk sedih.

"Aku pilih mawar merah saja". tunjuk Darren pada keranjang mawar yang lain.

"Baiklah". wanita itu menarik keranjang mawar merah kearah meja kasir.

"Bisakah kau membuatkan buket bunga sebagai ucapan permintaan maaf ?"

Wanita itu berhenti mengeluarkan mawar dari dalam keranjang. "Aku pernah membaca sebuah kutipan 'Bunga mampu mengungkapkan perasaan yang tidak mudah diucapkan lewat kata-kata'. 15tangkai mawar memiliki arti permintaan maaf". wanita itu tersenyum. "Aku akan merangkainya untukmu".

Darren ikut tersenyum. "Terimakasih".

Tidak butuh waktu lama Darren sudah mendapatkan sebuket Mawar merah di tangannya.

"Aku merangkai mawar merah dengan baby breath. Semoga berhasil".

"Terimakasih, aku akan kembali kesini untuk memborong bungamu jika ia memaafkanku".

Wanita itu tertawa. "Aku akan sangat menantikannya". Ia mengambil selembar kertas kecil dari atas meja kasir dan memberikannya pada Darren. "pastikan kau menelpon terlebih dahulu sebelum mengosongkan tokoku".

Darren menerima kartu nama itu dan membacanya sekilas. "Sekali lagi terimakasih".

***

"Masuklah". ucap Darren menelengkan kepalanya pada Andrea yang berdiri di depan lift.

Andrea mengerjapkan matanya memandangi Apartemen Darren.
Mungkin lampu crystal juga furniture mewah sudah biasa ia lihat namun pemandangan Manhattan dari kaca yang terhampar di depannya benar-benar luar biasa.

Andrea menolehkan kepalanya kekiri, kesebuah sofa bulat melingkar berhadapan langsung dengan piano hitam mengkilap yang membelakangi dinding kaca.

Tidak jauh dari situ ada sebuah mini bar lengkap dengan kursi tingginya dan rak-rak penuh berisi minuman.

Meja makan enam kursi dari kayu berwarna hitam yang mengkilap di depan dapur mini bernuansa hitam juga memiliki daya tarik tersendiri. Andrea membayangkan bisa membuat cake disana, pasti sangat menyenangkan.

Not AroundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang