Part 4

138 15 34
                                    

Fera Aretha Zahran gadis manis yang sangat ceria, tubuhnya tidak terlalu tinggi untuk ukuran wanita pada umumnya, rambutnya hitam legam, bulu mata lentik, bibir tipis itulah sosok mungil yang selalu memberikan senyuman manisnya. Dia adalah putri pertama dari dua bersaudara, banyak yang mengira kalau dia dan sang adik adalah anak kembar padahal Fera lahir dua tahun sebelum sang adik. Dia sangat menyayangi sang adik melebihi apapun karena Fera kecil dulu sangat menginginkan adik padahal mamanya dulu mengalami kelainan di rahimnya yang sangat beresiko jika sampai hamil kembali. Namun Fera terus merengek dan alhasil kedua orang tuanya pun menurutinya. Bersyukur Tuhan masih memberikan kepercayaan pada orang tuanya untuk mengandung lagi.

Hari ini Fera berniat akan pergi ke Gramedia untuk memburu novel-novel terbaru, dia sangat hobi membaca novel-novel romance maupun komik. Fera memakai mini dress berlengan panjang bermotif polkadot dipadu dengan flat shoes hitam dengan hiasan pita di ujungnya, wajah orientalnya dipoles dengan make up tipis membuatnya terlihat sangat natural, rambut panjangnya ia kuncir kuda disisi kiri. Selesai mematut penampilannya dicermin, Fera pun segera melenggang keluar dari kamarnya.

"Mama.." Fera menghampiri mamanya yang sedang berkutat didapur.

"Mau kemana, udah cantik begini?" Tanya Liana pada putrinya itu.

"Ke Gramed ma." Fera nyegir saat melihat mamanya geleng-geleng kepala.

"Kamu mau pergi sama siapa Fer?" Tanya sang mama sambil meletakkan masakannya kedalam mangkuk.

"Sendiri ma, Dira juga belum pulangkan?" Pernyataan Fera hanya dibalas anggukan oleh sang mama yang masih sibuk menata makanannya.

"Ya udah suruh anter mang Parjo aja Fer!"

"Gak usah ma Fera naik taksi aja, Fera berangkat ya ma." Pamitnya sambil mencium pipi sang mama.

"Hati-hati sayang!" Teriak Liana, Fera mengacungkan jari telunjuk dan jempolnya membentuk huruf O sebagai jawaban teriakan mamanya tadi.

Setelah 30 menit perjalanan Fera kini sudah berada dalam Gramedia, dia segera mencari novel yang diinginkannya. Fera mulai menelusuri satu persatu rak buku yang ada disitu, mengambil beberapa buku yang dicarinya dan memasukkannya kedalam keranjang. Fera memang sudah hobi membaca sejak berada dibangku SMP, jadi tak heran jika dia rela merogoh kocek lebih dalam untuk membeli novel atau komik keluaran terbaru.

Saat sedang asik memilih novel tiba-tiba ada seseorang yang menabraknya dari belakang hingga buku-buku yang dibawanya terjatuh.

"Eh sorry,,,sorry." Ujar pria yang menabraknya itu.

"Iya gak pa pa." Jawab Fera sambil memungut buku-bukunya yang jatuh.

"Ini bukumu." Fera menerimanya sambil tersenyum pada pria itu.

Pria itu menatap Fera tanpa berkedip hingga membuat Fera harus melambai-lambaikan tangannya untuk menyadarkannya. Pria itu terlihat salah tingkah dan menggaruk tengkuknya saat ketahuan sedang memperhatikan Fera. Pria itu segera meminta maaf dan menyodorkan tangannya untuk berkenalan.

Sepertinya pria itu tidak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk bisa berkenalan dengan gadis cantik didepannya itu.

Love at the first sight, right??

"Eh kenalin, aku Reynard." Pria itu tiba-tiba mengulurkan tangannya membuat Fera sedikit kikuk.

"Ah ya, Fera." Jawab Fera sambil menjabat tangan pria itu.

"Emm ok, aku duluan yah Rey." Pamit Fera yang diangguki oleh Rey.

Rey hanya mampu terpaku tanpa menjawab ucapan Fera, dia masih tersenyum sendiri melihat punggung Fera yang semakin menjauh.

"Senyum yang indah!" Kekeh Rey dalam hati.

Setelah Fera sudah berjalan menjauh, Reynard seakan tersadar oleh sesuatu. Reynard mengumpati dirinya sendiri dalam hati.

Bodoh..bodoh..bodoh, kenapa loe nggak minta nomor ponselnya.

Ah, bodoh loe Rey!

*****

Dukkk..

Jovan melempar bola basket itu ke arah Reynard yang sedang duduk pinggir lapangan dan Reynard menangkapnya dengan sigap.

"Kenapa loe melamun kesambet tau rasa loe." Ujar Jovan yang sudah duduk disamping Reynard.

"Gue habis ketemu bidadari." Ujar Reynard santai dengan tatapan menerawang kedepan membuat Jovan mengernyitkan dahinya.

"Ck, gak panas, badan loe baik-baik aja." Tutur Jovan sambil menempelkan punggung tangannya ke dahi Reynard.

"Kampret, ngapain loe?" Pekik Reynard kesal.

"Haha, gue Cuma mastiin kalau diri loe baik-baik aja, habisnya omongan loe sudah nglantur begitu." Reynard mendengus tanpa menjawab pernyataan Jovan.

"Gue serius Jo, gue habis ketemu bidadari kemarin." Jovan hanya diam sambil geleng-geleng kepala.

"Dia cantik, tatapan matanya sangat meneduhkan. Pertama kali menatapnya jantung gue berdetak lebih cepat dari biasanya." Ujar Reynard lagi.

Pletakkk..

"Kok dijitak sih, serius gue!" pekik Reynard sambil mengusap keningnya.

"Lebay loe, kesambet apaan sih omongan loe tambah ngelantur."

"Yaelah gue serius, gue ketemu cewek itu kemarin waktu di Gramed gue gak sengaja nabrak dia kemarin." Ucap Reynard dengan cengirannya kala mengingat pertemuannya dengan Fera.

"Terus?" Tanya Jovan.

"Yah gue berharap bisa ketemu lagi sama dia." Tanya Jovan yang kini sudah berbaring diatas lapangan basket

"Siapa namanya? Loe punya kontaknya nggak?" Wajah Reynard langsung berubah masam saat mengingat kebodohannya kemarin yang tidak sempat minta nomor ponsel Fera.

"Namanya Fera, kagak sempet minta no Hpnya gue lupa."

"Peak loe gimana mau ketemu lagi kalau nomor ponselnya aja loe gak punya?" Reynard hanya mengedikkan bahunya tetapi pikirannya masih menerawang berharap ia akan dipertemukan lagi dengan Fera.

Reynard bahkan tidak sadar kalau Fera juga satu kampus dengannya, hanya saja berbeda fakultas. Fera memang baru beberapa bulan pindah kekampus itu karena sebelumnya dia kuliah di Bandung.

Reynard masuk kedalam rumah sambil bersiul-siul membuat Ibunya yang berada diruang tamu mengernyit heran melihat putranya yang terlihat beda hari itu. Reynard terus berjalan ke arah kamarnya mengabaikan keberadaan sang ibu yang masih menatapnya dengan pandangan heran.

Sampai dirumahpun Reynard masih belum bisa menghilangkan bayang-bayang Fera saat wanita itu tersenyum padanya. Reynard berbaring telentang diatas kasur dengan kedua tangannya yang ditaruh dibelakang kepala sebagai bantal.

"Haahh, kenapa gue bego banget ya sampai nggak minta nomor ponselnya."

"Kalau begini, gimana gue bisa ketemu lagi sama dia."

Reynard pun masih terus bergumam sendiri merutuki kebodohannya itu, Reynard berharap semoga tuhan berbaik hati mempertemukannya lagi dengan gadis manis itu.

Luka Dalam CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang