Part 19

127 15 16
                                    

Malam ini Fera bergelung manja dalam pelukan ibunya, matanya terpejam menikmati usapan lembut di kepalanya. Hatinya sungguh tidak karuan saat ini, semenjak kejadian di klinik kemarin Fera kembali terlihat murung dan terpancar jelas kesakitan dalam matanya.

Dengan cara apalagi dia harus meminta maaf pada Reynard dan menjelaskan semuanya. Bahkan pria itu tidak sedikitpun memberinya kesempatan untuk menjelaskan. Fera tau, dirinya sudah menyakiti hati Reynard namun tidak taukah bahwa dirinya sendiripun juga tersakiti, bahkan dia menyimpan kesakitannya sendiri tanpa orang lain tau termasuk orang tuanya sendiri.

Dan kini dia kembali hanya berusaha untuk memperbaiki dan meminta maaf pada semuanya terutama Reynard. Dia ingin memulai semuanya tanpa ada ke salahpahaman lagi, meskipun dia tidak bisa lagi mendapatkan cintanya. Cinta yang masih begitu besar untuk seorang Reynard Xavier Hareshananda.

"Fera nggak kuat ma." Gumamnya dengan mata masih terpejam.

"Ada apa sayang, ceritakan semuanya sama mama. Jangan menyimpan semuanya sendiri!" Ucap Liana sambil merapikan rambut putrinya.

Fera diam, tidak tau akan memulai ceritanya darimana. Hatinya sungguh terasa sakit saat ini, cukup lama terdiam akhirnya hanya isakan kecil yang keluar dari mulutnya. "Hikzz..hikzz..hikzz."

"Ssstt.. ceritalah, Nak!" Liana mengelus lengan putrinya, menenangkan.

"Fera masih mencintainya ma, Fera nggak tahan seperti ini terus." Ucap Fera masih dengan isakannya.

"Kamu masih mencintai Reynard?"

"Sangat ma, hikzz..aku sangat mencintainya. Tapi dia membenciku saat ini, Fera nggak tahan ma. Fera, sakit!"

"Tenang sayang tenang semua pasti ada jalan keluarnya, mama juga tidak bisa menyalahkan Rey. Dia pasti juga sangat tersakiti dulu, hingga dia membencimu saat ini. Cobalah kembali bicarakan baik-baik, kalian berdua sudah sama-sama dewasa tidak baik saling egois seperti ini, mengalahlah sedikit lagi!"

Fera menggeleng kuat, air matanya masih mengalir begitu deras. Apa dia sanggup mengalah lagi, Reynard terus menyakiti dirinya dengan kata-katanya yang sangat pedas.

"Mama tidak pernah tau apa masalah kalian dulu, sampai kamu mengambil keputusan seperti itu. Kamu tidak pernah mau berbagi sama mama, kamu memilih memendam semuanya sendiri sampai saat ini."

Fera masih terdiam memeluk erat pinggang ibunya. Perlahan isakannya mulai mereda, Fera melepas pelukan pada ibunya dan mengusap air matanya kasar. Perlahan dia bergerak ke sisi kiri ranjang mengambil sesuatu didalam laci nakasnya.

Mungkin saat ini sudah waktunya ibunya tau apa yang terjadi di antara dirinya dan Reynard. Fera menyerahkan sebuah buku diary bersampul biru dengan hiasan pita didepannya. Liana menatap bingung pada buku itu, namun perlahan dia membuka lembar demi lembar dan membaca semua yang tertulis didalamnya.
Mata Liana terlihat berkaca-kaca saat membaca isi buku diary itu, Fera sendiri hanya terdiam bersandar pada kepala ranjang.

"Sayang, kenapa kamu tidak pernah bercerita pada mama dan papa heemm?" Liana kembali membawa tubuh putrinya kedalam pelukannya setelah selesai membaca buku diary itu.

"Nggak, Fera gak bisa saat itu. Fera sangat menyayangi Indira ma."

"Apa Indira juga tahu alasan kamu pergi?" Tanya Liana dengan menangkup wajah putrinya.

Fera hanya mampu menganggukkan kepalanya, matanya kembali memanas mengingat semua yang terjadi di masalalu.

"Ya tuhan, kenapa kalian berdua hanya diam saja selama ini? Kalian tau, kalian sudah mempermainkan perasaan orang-orang yang menyayangi kalian, hemm?" Ucap Liana lembut tapi terdengar begitu tegas.

Luka Dalam CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang