Part 5

118 15 8
                                    

Fera menatap nanar pemandangan didepannya, kenapa hatinya terasa sangat sakit saat melihatnya. Didepan teras rumah itu terlihat pria yang sangat dicintainya sedang bercengkrama dengan bocah kecil yang sangat lucu, dia terlihat begitu nyaman bermain dengan pria itu. Disampingnya berdiri seorang wanita cantik dengan membawa minuman untuk dua orang yang sedang bermain itu, sungguh cerminan keluarga yang bahagia.

Fera meraba dadanya yang terasa sangat sesak dan sakit, tangannnya terkepal kuat didepan dadanya. Bukankah ini yang dia mau? Dia yang menyuruh pria itu untuk memenuhi permintaannya. Namun kini semua itu terasa sangat menyakitkan untuknya, pandangannya sudah mulai mengabur karena air mata yang menggenang dipelupuk matanya. Sekuat tenaga Fera menahannya agar tidak terjatuh, namun pemandangan manis didepan berhasil membuat pertahanannya runtuh, air matanya menetes begitu deras.

Fera sudah tidak tahan lagi menahan semuanya, dia segera berlari menuju ke dalam mobilnya. Nafasnya tercekat seakan ada sesuatu yang mencekik lehernya dengan kuat, segera dia menjalankan mobilnya meninggalkan rumah itu dengan air mata yang masih terus mengalir di pipinya.

" Mas Rey tadi ngerasa ada yang merhatiin kita nggak sih?" Tanya Indira saat merasa dirinya sedang diperhatikan oleh seseorang.

"Nggak ada siapa-siapa Dira, jangan aneh-aneh!" Jawab Reynard yang masih asik bermain dengan bocah kecil itu.

Indira hanya mengangkat bahunya acuh dan berlalu kedalam rumah dengan rasa penasarannya akan sosok yang memperhatikannya di seberang rumahnya. Indira memilih menyibukkan dirinya didapur untuk menyiapkan santapan makan malam.

Sedangkan Reynard dan keponakannya masih asyik bermain sampai waktu Maghrib tiba. Hubungan Reynard dan Indira memang sempat rumit, namun silaturahmi mereka tetap terjalin dengan baik. Reynard sering menghabiskan waktu liburnya dirumah Indira dan bermain sepuasnya dengan Arkan.

Sejak kepulangannya dari New York, Reynard memang sudah berusaha memaafkan dan menerima semua luka yang tertoreh dihatinya. Meskipun luka itu masih terasa sangat perih namun Reynard sudah bisa menerima Indira sampai saat ini. Tapi entah kenapa maaf itu tidak pernah ada untuk wanita yang dicintainya.

****

Wanita itu masih setia menatap gelapnya malam tanpa menghiraukan udara dingin yang menerpa tubuh mungilnya, pikirannya menerawang jauh mengingat masa lalu yang tak mudah untuk dia lalui. Beberapa kali terdengar helaan nafas berat dari mulut manisnya.

Pemandangan indah didepan rumah sang adik tadi siang masih terus terbayang dalam benak Fera. Mampukah dia bertemu dengan mereka, mampukah dia merusak kebahagiaan adiknya. Hatinya menjerit ingin sekali bertemu dengan mereka, sekali saja dia ingin menemui lelaki itu, lekaki yang masih begitu dia cintai. Namun dia tidak sanggup jika harus melihat wajah terluka adiknya.

Tak mudah memang untuk melupakan masa lalu karena bagaimanapun manusia memiliki akal dan pikiran, semua yang sudah dijalani tak akan semudah itu dilupakan semakin kita berusaha melupakan maka kita akan semakin teringat. Jangan berusaha melupakannya tapi berusahalah untuk mendamaikannya dengan hati kita sendiri, saat masa lalu sudah bisa berdamai dengan hati maka semua akan terasa lebih ringan.

Fera berkali-kali meyakinkan dirinya sendiri bahwa dirinya akan baik-baik saja saat kembali nanti. Dia sudah berjanji akan menjelaskan semuanya, dia akan menerima semua keadaan yang mungkin tidak lagi sama seperti dulu sebelum dia memilih pergi.

Fera akan menyelesaikan semua kesalahpahaman yang dia ciptakan sendiri, selama dia selalu berusaha menyembuhkan lukanya, luka yang juga dibuat oleh dirinya sendiri. Namun semua itu masih terasa berat untuknya, rasa cintanya masih begitu besar dan dalam hingga membuatnya tak mampu bertahan lebih lama.

Setelah enam tahun pergi meninggalkan Indonesia, kini Fera memang memutuskan untuk kembali lagi. Namun sungguh dia belum sanggup menghadapi keluarganya dan terutama Fera pun belum siap jika harus bertemu dengan Reynard.

Setelah berbulan-bulan bersembunyi dengan menetap disalah satu apertemen di Jakarta, kini Fera akan berusaha menemui keluarganya. Bagaimanapun nanti reaksi keluarganya akan dia terima. Dan Fera pun akan berusaha menemui pria itu, pria yang sudah dia hancurkan hatinya. Dia ingin menjelaskan semuanya, dia ingin hidupnya tenang tanpa bayang-bayang masa lalu yang begitu kelam. Dia ingin bangkit dari rasa sakit yang dia ciptakan sendiri, walaupun dia harus berusaha lebih keras menghapus rasa cintanya yang masih begitu besar untuk seorang Reynard.

Kamu bisa Fera!!! Kamu harus siap menghadapi semuanya.

Wanita itu bergumam dalam hatinya, berusaha meyakinkan dirinya bahwa semua akan baik-baik saja setelah dirinya kembali.

"Silahkan duduk dokter Fera!" Tutur seorang pria paruh baya yang mengenakan jas dokter ber Name tag dr.Hardi Hareshananda sp.PD.

"Terima kasih dokter."

"Kamu sudah siap bergabung dengan rumah sakit ini?"

"Saya siap dokter, saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk menyembuhkan pasien." Jawab Fera dengan yakin.

"Baiklah selamat bergabung dokter Fera." Ujar dokter paruh baya itu sambil berjabat tangan dengan dokter Fera.

Fera segera berlalu kedalam ruangannya, ruangannya memang tak cukup besar namun bagi seorang Fera ruangan itu sudah cukup nyaman untuknya. Di atas meja kerjanya sudah bertengker Name tag dr.Fera Aretha Z.

Welcome back Fera!! Gumam Fera dalam Hati.

Seulas senyum terukir dibibir manisnya. Inilah impiannya menyembuhkan orang-orang yang kurang beruntung, dengan semangat Fera segera membaca data-data pasien yang akan ditanganinya, setelahnya ia berlalu keluar untuk melakukan visit pertamanya.

"Permisi, saya cek dulu bu putrinya." Ijin Fera pada pasien, sang ibu pun mengangguk dan memberi ruang untuk Fera.

"Hallo cantik siapa namamu?" Sapanya pada seorang gadis kecil itu.

"Hallo dokter, namaku Alisa." Jawab gadis berumur lima tahun itu.

"Nama yang cantik, baiklah saya periksa dulu ya." Ujar Fera sambil menempelkan stetoskop didada pasien.

"Sudah cukup baik perkembangannya bu, mungkin lusa Alisa sudah diperbolehkan pulang." Tutur Fera pada orang tua pasien setelah selesai memeriksa keadaan pasien.

"Alhamdulillah, terima kasih dokter." Fera pun mengangguk sambil tersenyum.

"Baiklah, cepet sembuh ya cantik!" Ujar Fera sambil mengacak kecil rambut pasiennya.

"Terima kasih dokter cantik."

Fera pun melanjutkan kegiatan visitnya kekamar pasien-pasiennya yang lain. Hari pertamanya bekerja lumayan melelahkan namun Fera merasa sangat senang melihat pasien-pasiennya yang sudah bisa tersenyum. Melihat anak-anak kecil yang harus mengalami fase seperti ini membuat Fera meringis nyeri melihatnya, ia selalu berusaha semaksimal mungkin untuk mengembalikan senyum orang-orang itu. Saat pasiennya kembali tersenyum dan ceria lagi ada kepuasan tersendiri dalam hati Fera.

Fera terlihat sudah lebih segar malam ini, tadi setelah kepulangannya dari rumah sakit ia segera berendam untuk merenggangkan otot-otonya yang kaku. Fera berjalan ke dekat jendela matanya menangkap sebuah pigura kecil di atas nakas, ia mengambilnya lalu tersenyum.

Kamu pasti sudah bahagiakan sekarang?

Kamu sudah berjanji akan bahagia setelah aku pergi.

Kalian pasti sudah menjadi keluarga yang harmonis dengan anak-anak kalian.

Fera kembali meletakkan pigura itu ditempatnya, lalu ia mendesah. Masih terlihat jelas beban yang sangat berat dipundaknya entah apa yang membuatnya merasa tak pernah bebas dari kegelisahan dalam hatinya.

Ma...

Pa...

Kalian apa kabar?

Fera kangen.

Fera beranjak dari tempatnya dan bergegas membaringkan tubuhnya di atas ranjang, sejenak ia menatap nyalang langit-langit kamarnya.

Fera lelah ma...gumamnya lirih dengan mata yang mulai memberat hingga akhirnya terpejam.

Luka Dalam CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang