Pukul sepuluh malam lewat. Aku duduk bersandar pada bantal yang kuletakkan di antara tubuhku dan headbed. Aku sedang chat dengan Hana, istri Yoongi. Bukan chat biasa sih. Aku sedang curhat tentang apa yang terjadi padaku dan Jungkook selama tiga hari ini.
Me: Dia juga masih kukuh dengan keputusannya. Padahal, sudah kubilang jangan sekarang. Kenapa dia ingin melakukan semuanya dengan cepat, sih?
Hana: Harusnya kalian bisa bicarakan ini baik-baik. Kenapa harus bertengkar karena masalah itu, sih?
Me: Sudah. Tapi, aku tetap tidak setuju dengan Jungkook.
Hana: Aku mengerti mengapa kau tidak setuju. Kau tidak mau Jeongsan kehilangan waktu bermainnya, kan?
Me: Iya. Jeongsan baru lima tahun. Kenapa harus dituntut untuk melakukan banyak hal? Kursus ini, kursus itu. Apalagi, Jeongsan itu beda dengan Taya. Taya mungkin senang-senang saja dengan segala kursus yang diikutinya. Tapi, Jeongsan?
Hana: Sudah. Kau harus tenangkan dirimu, lalu bicarakan itu dengan Jungkook.
Me: Percuma. Jungkook tidak mau bicara padaku. Aku juga tidak mau bicara padanya.
Hana: Jangan begitu. Dia suamimu dan kamu istrinya.
Aku hanya membaca kalimat terakhir yang dikirimkan Hana dalam percakapan kami. Tepat di saat itu, Jungkook masuk ke kamar. Alih-alih melirik ke arahku, dia malah sibuk menatap tab-nya sambil berjalan menuju sisi kiri tempat tidur. Dia duduk membelakangiku, meletakkan tab-nya di atas nakas, lalu berbaring. Berbaring memunggungiku.
Hih! Memangnya cuma dia yang bisa?
Kuletakkan ponselku di atas nakas, beranjak memadamkan lampur kamar, kemudian kembali ke tempat tidur. Aku membaringkan tubuhku, memunggunginya.
Ini malam kedua kami tidur tanpa berhadapan.
***
Paginya, kendati aku masih membuatkan kopi untuk Jungkook, tapi aku tidak melayaninya dengan baik seperti biasa. Maksudku, aku tidak mengolesi selai pada roti untuknya, aku hanya mengolesi selai pada roti untuk diriku dan anak-anakku. Dia sudah besar, bisa mengurus dirinya sendiri. Lagi pula, kalau bukan karena kata ibuku—kalau kau marah pada suamimu, kau harus tetap melayaninya seperti biasa, aku tidak akan membuatkannya kopi.
Aku bukan orang pertama yang memulai semua ini. Dia sendiri yang menjawab pertanyaanku dengan kalimat-kalimat singkat. Siapa yang tidak kesal jika diperlakukan seperti itu?
"Taya, apa kau tahu di mana dasi merah yang Appa pakai minggu lalu?"
Gadis kecilku yang sedang menikmati sarapannya, tentu saja menggeleng. Toh, yang tahu letak pakaiannya di rumah ini kan cuma aku. Dasi merah yang dicarinya itu memang belum kupindahkan ke lemari pakaian.
"Ada di keranjang, belum aku setrika." Aku baru mau beranjak dari kursiku, hendak bergerak menuju tempatku menyetrika di kamar kosong di lantai dua, Jungkook pun berdiri dan mencegahku.
"Biar aku yang cari."
Nadanya terdengar dingin dan datar.
Melihat itu, putriku pun bertanya, "Appa dan Eomma masih marahan?"
"Begitulah."
***
"Pertengkaran antara suami-istri itu jangan terlalu lama. Rasanya tidak akan enak jika kita punya masalah dengan orang yang tinggal serumah dengan kita. Apalagi suami, dia teman tidur. Sungguh tidak enak sekali rasanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
JEON FAMILY STORIES SEASON 2 [SUDAH TERBIT]
FanfictionSeason kedua dari kumpulan cerita yang ringan dan manis tentang keluarga kecil kamu dengan Jeon Jungkook dan anak-anak kalian--Jeon Taya dan Jeon Jeongsan. Highest rank #45 dalam FANFICTION - 16/03/2017