"Aish! Ini bukan untuk kalian, ini untuk Eomma!"
"Kenapa cuma Eomma? Untuk Taya dan Jeongsan mana?"
"Ya! Ya! Taya dan Jeongsan bisa makan kue tart. Ini untuk Eomma, mengerti?"
"Appa! Jeongsan mau itu, Appa!"
"Ya! Ya! Ya! Jeon Jeongsan, tidak boleh merengek."
Aku tidak tahu apa yang sedang diributkan oleh tiga orang kesayanganku itu. Suara mereka terdengar sampai ke dapur. Malam-malam begini malah berisik. Huh! Tidak enak sama tetangga baru.
"Appa! Taya! Jeongsan! Ayo, makan!"
Aku bergerak menuju meja makan, menghidangkan samgyetang di sana. Keributan yang tadi samar-samar terdengar, perlahan semakin jelas. Mereka bertiga sepertinya sedang menuju ruang makan, tapi masih meributkan sesuatu, entah apa.
"Ya! Ya! Sudah Appa bilang, ini untuk Eomma! Aish! Kalian ini!"
Aku menengok ke asal suara, mendapati suamiku berusaha menyelematkan diri dari anak-anaknya. Sementara itu, kedua anak kami berada di belakangnya—Taya menarik ujung kausnya, Jeongsan menarik tangannya.
"Ya! Ya! Ada apa ini? Kenapa kalian bertiga berisik sekali?"
"Eomma!" Jeongsan berhenti menarik tangan ayahnya. "Jeongsan mau makan cokelat!"
"Cokelat?"
"Iya, Eomma!" Kali ini giliran Taya. "Tadi, waktu Taya membantu Appa bersiap-siap untuk acara ulang tahun Jeongsan, Taya melihat Appa membawa cokelat. Taya dan Jeongsan minta, tapi Appa tidak mau memberi."
"Appa pelit, Eomma!" Jeongsan dan Taya bicara bersamaan.
"Appa tidak pelit!" Priaku lekas membela dirinya. "Cokelat itu bukan untuk kalian, tapi untuk Eomma. Kalian makan saja kue tart yang tadi. Kan ada cokelatnya juga."
"Tapi, itu beda, Appa!" tantang Taya.
"Ya! Ya! Sudah, diam! Ini waktunya makan malam. Kalian bertiga, lekas duduk!" titahku.
Layaknya prajurit-prajurit yang menuruti perintah sang kapten, suami dan kedua anak-anakku lekas duduk di kursinya masing-masing. Aku mendengus pelan sebelum menaruh nasi di mangkuk mereka. Hah! Kadang-kadang, aku merasa seperti mengurus tiga orang bayi—satunya bayi besar.
"Appa, setelah makan, Taya boleh minta cokelatnya, ya?"
Aku tahu ini akan terjadi. Taya-ku memang sangat suka cokelat. Tidak heran jika ia masih berusaha membujuk ayahnya.
"Tidak, Taya! Appa sudah bilang, itu buat Eomma."
"Cokelat apa, sih?" Akhirnya, aku bertanya. "Untuk apa kau memberiku cokelat?"
"Astaga! Kau ingat ini hari apa?" Jungkook malah bertanya balik.
"Iya, ini hari Selasa, hari ulang tahun Jeongsan."
Aku baru ingat sesuatu ketika Jungkook tiba-tiba menyambar, "Ini juga hari kasih sayang."
Aku memang baru mau bilang itu.
"Iya, aku tahu. Maaf." Aku menatap suamiku dengan mata yang sengaja kubuat lebih bulat, lengkap dengan senyum terbaik yang aku punya. Harus begitu sebelum mood-nya terjun.
"Ya, kumaafkan."
"Hali kasih sayang itu apa, Appa?" Jeongsan-ku dengan polosnya bertanya.
"Hari kasih sayang itu hari saat orang-orang memberikan sesuatu kepada orang yang paling disayanginya," Jungkook menjawab dengan sederhana.
"Jadi, olang yang paling disayangi Appa adalah Eomma?" Aku mengulum senyum mendengar pertanyaan putraku.
Tidak lama, kurasakan tangan Jungkook menggenggam tanganku, menyelipkan jari-jemarinya di antara jari-jariku. Aku refleks menoleh ke arahnya, mendapati ia tengah menatapku penuh rasa sayang. Lantas, seraya memperlihatkan tautan tangan kami, priaku menjawab, "Tentu saja. Appa sangat sayang pada Eomma."
Kami saling menatap satu sama lain.
Membagi cinta melalui sorot mata.
Membagi kebahagiaan melalui senyum yang menghias wajah.
"Appa dan Eomma seperti Pangeran dan Princess." Aku menoleh ke arah putriku, melihat ia tengah menatapku dan ayah dengan wajah yang berseri-seri serta pandangan yang berbinar-binar. Dia bahkan menumpu dagunya dengan kedua tangan, persis seperti seorang remaja putri yang hanyut dalam suasana ketika sedang menonton drama romantis.
Lalu, kulihat Jeongsan mengikuti perilaku kakaknya. Dia pun berkata, "Appa dan Eomma sepelti langel melah dan langel pink."
Aku dan Jungkook saling berpandangan.
Kami tertawa.
***
Aku dan Jungkook berada di dalam kamar bersiap untuk tidur. Aku baru saja beranjak dari depan meja rias setelah menyisir rambutku, menghampiri priaku yang sedari tadi duduk di tepi tempat tidur.
"Jadi, apakah itu cokelat yang tadi diminta anak-anak?" Aku menunjuk sebuah kotak berbentuk hati berwarna merah di tangannya.
Ketujuh belas otot-otot di sekitar bibir priaku bergerak membentuk lengkung sabit. Dia pun memberikan cokelat itu padaku seraya berkata, "Selamat hari kasih sayang, Sayangku."
"Harusnya kau tidak perlu repot-repot," kataku. "Lagi pula, harusnya aku kan yang memberi hadiah, bukannya kamu."
"Tidak apa-apa. Aku hanya ingin memberimu hadiah saja. Ya, walaupun itu cuma cokelat."
"Jangan bilang 'cuma cokelat' ah. Apa pun itu, kalau kamu yang kasih, tetap istimewa, kok. Omong-omong, terima kasih, ya." Aku meraih tangannya, menggenggamnya erat.
"Sama-sama."
Karena terbawa suasana romansa yang membungkus atmosfir, kami ... berciuman. Bukan ciuman yang menggelora, tetapi sebuah ciuman manis yang disertai dengan beberapa kecupan lembut. Ya, semanis dan selembut cokelat.
Hanya sebentar, lantas kami memutuskan untuk menyudahi kegiatan itu. Tidak lama, priaku berkata, "Roses are red, violets are blue. Cho Junmi, I love you."
Aku tertawa pelan. Tersipu. Aku bisa merasakan pipiku bersemu.
"Roses are red, violets are blue. Jeon Jungkook, I love you, too."
-the end-
Karena hari ini ga lengkap kalo ga ada yang romantis2 wkwk.
Btw, karena hari ini double update, Jumat ini ga update yaaah ehehehe. Nanti update lagi Junat depan tanggal 24.02.17 ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
JEON FAMILY STORIES SEASON 2 [SUDAH TERBIT]
Fiksi PenggemarSeason kedua dari kumpulan cerita yang ringan dan manis tentang keluarga kecil kamu dengan Jeon Jungkook dan anak-anak kalian--Jeon Taya dan Jeon Jeongsan. Highest rank #45 dalam FANFICTION - 16/03/2017