BABY GIRL OR BABY BOY?

13.9K 1.1K 75
                                    

Seluruh anggota keluarga Jeon tengah berkumpul di ruang keluarga, menikmati waktu berkualitas di tengah rutinitas kami sehari-hari. Aku duduk di sofa, menonton drama. Priaku berbaring di sofa, menjadikan pahaku sebagai alas kepalanya. Entah apa yang dia lakukan, dia tampak sibuk menatap layar tablet, lengkap dengan kacamata yang bertengger di hidungnya. Paling-paling sedang mempelajari bahan presentase. Lantas, kedua buah hati kami, Taya dan Jeongsan, masing-masing sibuk mengerjakan tugas sekolahnya. Sang kakak mengerjakan tugas bahasa inggris, sedangkan si adik tengah menggambar. Entah menggambar apa di sana.

“Sayang, dua minggu lagi aku akan ke Jepang. Kau tidak apa-apa jika aku tinggal?” Jungkook bertanya usai meletakkan tabletnya di atas dada. Sepasang mata di balik kacamata ber-frame kotak itu menatapku ragu. “Tadinya aku ingin menolak karena kau sedang hamil, tapi—”
“Tidak apa-apa. Aku bisa menjaga diriku, aku bisa menjaga Taya dan Jeongsan. Aku juga bisa menjaga bayi kita ini,” potongku, tersenyum seraya mengelus surai hitamnya.

“Omong-omong,” Jungkook sedikit memiringkan posisi kepalanya agar berhadapan dengan perutku yang mulai membuncit, “bayi di dalam sini laki-laki atau perempuan, ya?”

“Entahlah. Maumu apa?”

Bukannya menjawab pertanyaanku, Jungkook malah bertanya pada kedua anaknya, “Taya, Jeongsan, kalian mau adik laki-laki atau adik perempuan?”

“Adik laki-laki!” Jeongsan menyahut dengan cepat.

“Kenapa Jeongsan mau adik laki-laki?” tanyaku.

“Bial nanti kita sepelti pasukan langel, Eomma. Jeongsan jadi langel melah, Appa jadi langel bilu, adik jadi langel hijau, Eomma jadi langel kuning dan Taya Nuna jadi langel pink.”

Aku dan Jungkook kompak terbahak.

“Nanti kita jadi keluarga ranger, dong,” celetuk ayah mereka, cekikikan.

“Iya, Appa,” Jeongsan merespons dengan antusias. “Kita akan mengusil monstel dali lumah! Yeah!”

Ya Tuhan, kenapa di dalam kepala Jeongsan hanya ada ranger dan monster? Duh! Perasaan waktu mengandung Jeongsan dulu, aku tidak makan yang macam-macam atau melihat yang aneh-aneh. Tidak satu episode pun aku menonton serial power ranger.

Sementara itu, Taya berkomentar, “Nuna tidak mau jadi ranger, ya, Jeongsan. Princess tidak ada yang berkelahi, menendang sana-sini.”

Oh! Aku lupa Taya adalah princess dan selamanya menjadi princess.

“Dan, Taya, kamu mau adik laki-laki atau adik perempuan?” Jungkook masih penasaran dengan jawaban putrinya.

“Taya maunya adik perempuan supaya Taya nanti ada teman main.”

“Lalu, kau?” Jungkook mengalihkan pertanyaan itu padaku. “Laki-laki atau perempuan?”

“Aku … terserah Tuhan mau memberiku bayi laki-laki atau perempuan. Aku tidak masalah.”

“Tapi, pasti maunya bayi perempuan supaya ada yang bantu-bantu memasak, mencuci, dan menyapu di rumah, kan?”

“Laki-laki atau perempuan, sama saja. Kalau dididik dengan benar, kan nanti bisa membantu juga di rumah,” balasku. “Dan kau sendiri?”

“Bayi perempuan.”

Oh! Kupikir, bayi laki-laki.

“Kenapa?”

“Supaya nanti ada yang membantumu di rumah. Meskipun kau bilang akan tetap bisa membantu kalau dididik dengan benar, tapi kupikir, perempuan dan laki-laki tetap berbeda jika menyangkut kegiatan di rumah.”

Bibirku mengembang membentuk lengkung sabit. “Duh, kau berpikir sampai sejauh itu. Jadi, terharu.”

“Aku bahkan sudah punya nama yang bagus.”

Jungkook mengambil tab-nya, mengusap layarnya dengan gesit. Oh, jangan-jangan yang ia lakukan tadi bukan mempelajari bahan presentase, tapi mencari nama bayi perempuan. Astaga!

“Kalau perempuan,” Jungkook melanjutkan, “aku mau memberinya nama Sunhi.  Kegembiraan.” Jungkook memperlihatkan layar tabletnya padaku. Aku bisa melihat arti nama “Sunhi” di sana. Kegembiraan. “Karena saat dia hadir di sini,” Jungkook mengelus perutku, “aku jadi gembira. Jeon Sunhi.”

Di saat Jungkook hampir tenggelam di dalam kebahagiaannya akan sosok bayi di dalam perutku, tahu-tahu Jeongsan naik ke sofa, sengaja agak mengempaskan bokong mungilnya saat duduk di atas perut ayahnya. Jungkook yang kaget, tanpa sadar melepaskan tabletnya yang selanjutnya mendarat dengan sempurna di wajahnya.

“Ah, Ya Tuhan, sakit!” Jungkook mengusap-usap wajahnya begitu kusingkirkan tablet yang menjatuhinya. “Aish! Jeongsan, kenapa membuat Appa kaget? Duh! Dahi dan hidung Appa jadi nyeri,” Jungkook menggerutu. Aku hanya bisa tertawa kecil.

“Ish! Habisnya Appa malah mau adik perempuan!” Jeongsan memukul perut Appa-nya. “Jeongsan maunya adik laki-laki. Nanti namanya Jack, sepelti nama langel hijau.”

Jack?

Jack Jeon?

Astaga! Aku tidak bisa bayangkan anakku memakai nama itu.

-THE END-

JEON FAMILY STORIES SEASON 2 [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang