Prologue

10.1K 953 132
                                    

Bayu tidak pernah suka saat ada orang yang memanggilnya dengan nama depannya. Padahal sejak dulu, Bayu masih baik-baik saja dengan hal itu. Hanya saja sejak ia bertemu dengan orang itu, Bayu mulai tidak menyukai nama depannya.

Sejak kecil, Bayu dipanggil dengan nama Bima. Entah orangtua, adik ataupun sahabatnya. Bayu tidak pernah mempermasalahkan hal itu karena itu memang adalah namanya. Tapi saat menginjakan kakinya untuk kuliah di sebuah universitas yang ia idamkan sejak SMA dan bertemu dengan orang itu, Bayu benar-benar mempermasalahkan panggilan namanya.

Bayu akan menegur bahkan menyemprot siapapun yang memanggilnya dengan nama Bima. Mau bagaimana lagi, awal masuk kampus memang dia sendiri yang memperkenalkan diri dengan nama Bima. Jadi teman-teman kampusnya belum terbiasa saat Bayu mengatakan untuk tidak lagi memanggilnya dengan nama Bima.

Ini semua adalah salah orang itu. Sosok yang membuatnya bahkan untuk tidak menyukai namanya sendiri. Sosok yang juga tidak Bayu sukai. Sosok yang mempunyai nama sama persis sepertinya. Sosok yang tidak disukainya hingga membuatnya tidak menyukai namanya sendiri.

Bima Adipati.

Bima yang itu adalah dosen psikologinya. Bima yang itu adalah orang yang tidak Bayu sukai. Bima yang itu adalah orang yang membuatnya tidak menyukai namanya sendiri. Bima yang itu adalah dosen pembimbingnya.

Bayu mendesah dengan sangat dramatis di tempatnya duduk. Menuai pandangan setengah heran setengah kaget oleh dua sahabatnya yang diabaikan olehnya.

Saat ini Bayu berada di coffee shop miliknya. Coffee shop bernama Lullaby yang ia bangun bersama dua sahabatnya. Ia duduk di salah satu kursi di sana. Beberapa kertas dan buku berserakan di atas meja yang terletak tepat di hadapannya.

Lalu ia melirik jam yang terdapat di pergelangan tangannya. Hari ini Bayu tidak membantu di Lullaby karena ia mempunyai janji dengan seseorang. Mereka akan bertemu di sana dan saat ini Bayu tengah menunggu orang itu.

Menghela nafas sekali lagi, matanya beralih pada salah satu sahabatnya yang tengah berbincang dengan seorang cowok di sudut ruangan. Pemandangan itu sudah sangat wajar untuknya. Beruntung sekali Lullaby sedang tidak ramai saat ini. Anggra memang satu-satunya sahabat miliknya yang tidak normal. Itu menurut Bayu.

"Bima."

Seketika Bayu mendongakan kepalanya saat suara itu terdengar.

Pemandangan pertama yang ia dapatkan adalah seorang laki-laki berkacamata. Bayu langsung berdiri dari tempatnya duduk. Dahinya mengerut tidak suka.

"Nggak usah panggil nama sendiri bisa nggak sih, Pak?" Bayu bertanya tanpa menyembunyikan nada tidak sukanya. Sama sekali tidak menyapa apalagi mempersilahkan sosok itu untuk duduk.

Laki-laki berambut hitam itu tidak merespon dan memilih untuk duduk di kursi yang berada di hadapan Bayu. Sedangkan Bayu mendengus keras untuk itu.

Setelah kembali duduk, Bayu memperhatikan sosok itu. Dosennya. Dosen yang akan membimbingnya untuk melewati masa-masa skripsi. Entah Bayu harus menganggap itu sebagai hal yang baik atau bahkan sebaliknya.

"Kenapa sih Bapak pake terlambat segala?"

Tatapan tajam yang kemudian Bayu terima tidak membuatnya gentar. Matanya tidak meninggalkan sosok itu.

"Sepertinya kamu sama sekali nggak takut kalo saya meng-cancel persetujuan kita karena tingkahmu yang bisa dibilang kurang sopan." Bima yang itu yang bicara. Bima yang ini hanya berdecih.

"Kita langsung ke urusan kita aja deh, Pak." Bayu membalas dengan nada malas dan Bima mengangkat bahu di kursinya.

"Oke. Kita lihat sebanyak apa revisi yang akan kamu dapat."

Dahi Bayu berkedut. Menekankan dalam hati bahwa ia harus ekstra sabar dalam menghadapi dosennya yang satu ini. Sumpah demi apapun, jika saja Bayu tidak menginginkan untuk segera menyelesaikan kuliah dan jika saja dosen di hadapannya itu bukanlah salah satu dosen jenius yang selalu berhasil membimbing murid-muridnya, Bayu akan memberikan jarak sejauh mungkin dengan dosen itu.

Bayu akan lebih prefer untuk membantu Lullaby dan mengajak beberapa pelanggan wanitanya untuk sekedar mengobrol atau jika beruntung, ia bisa meminta nomer telepon mereka daripada duduk berdua dengan dosen psikologinya yang membosankan seperti ini.

Ini sama sekali bukan gayanya. Bayu merasa terjebak dalam kehidupannya sendiri. Tapi sekali lagi; mau bagaimana lagi, Bayu harus menabung kesabaran lebih untuk masa-masa skripsinya.

.

End of prologue.
Monday, 06 March 2017.

When Love Comes Around [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang