Bayu mengurut lehernya yang terasa pegal. Sedari tadi ia hanya menunduk untuk mengerjakan bagian dari skripsinya. Bima memberinya revisi yang sangat tidak berperikemanusiaan, menurut Bayu.
Mau tidak mau, Bayu harus memperbaiki apa yang seharusnya ia perbaiki. Lagipula mungkin ini adalah salahnya. Akhir-akhir ini Bayu selalu mendapatkan revisi di setiap pertemuannya dengan Bima. Ia hanya merasa bahwa ia tidak berhasil dalam mengerjakan apa yang seharusnya ia kerjakan.
Bayu meluruskan kakinya. Rasanya sangat nyaman untuk duduk di atas karpet dengan bulu-bulu yang halus. Setidaknya itu tidak membuat bokongnya sakit karena sudah duduk selama ini. Layar notebook miliknya masih menyala di atas meja. Ia menghela nafas. Pekerjaannya masih banyak.
Bola matanya melirik kepada jam yang terdapat di layar notebook-nya. Lalu rasa terkejut melandanya. Bayu sampai tidak menyadari bahwa sekarang sudah beranjak malam. Mungkin ia hanya terlalu menekuni pekerjaannya. Pantas saja kakinya hampir terasa kebas karena duduk terlalu lama.
"Istirahat dulu, Bim."
Satu tepukan mendarat pada kepala Bayu; yang segera terdongak untuk melihat sosok yang baru saja bicara padanya. Bima berdiri di sana dalam balutan kaos putih kebangsaannya.
Bayu hanya bisa mengangguk pelan. Kemudian ia memutuskan untuk pulang saja. Rasanya ia sudah terlalu lama berada di apartment milik Bima. Ia sudah sejak pagi berada di sana dan Bayu merasa tidak enak untuk tetap berlama-lama di sana walaupun ia menyukai untuk berlama-lama di tempat dosennya itu.
"Saya pulang aja, Pak. Kayaknya saya udah terlalu lama di sini."
Bayu berkata tanpa memandang Bima. Ia mengangkat tangannya untuk membereskan barang-barangnya yang berserakan di atas meja. Sebisa mungkin Bayu hanya berusaha untuk bersikap profesional karena yang ia lakukan di sini hanya untuk urusan kuliah dan skripsinya.
Sejak kejadian dimana ia melihat Bima bersama wanita itu tempo hari lalu di depan apartment sosok itu, Bayu tidak pernah sekalipun melihat wanita itu lagi. Bima juga tidak mengajak ataupun bicara mengenai sosok itu. Ingin rasanya Bayu menanyakan tentang siapa wanita tersebut tapi sepertinya rasa penasaran dalam dirinya harus ia tekan kuat-kuat karena Bayu merasa di samping rasa penasarannya, ia juga merasa takut. Takut akan kenyataan yang mungkin sangat tidak ia harapkan dari jawaban Bima nanti.
"Aku baru mau bikin makan malem, kenapa nggak makan di sini aja? Lagian di luar lagi hujan."
Bayu langsung menggelengkan kepalanya untuk tawaran Bima yang terdengar begitu kasual. Ia tidak mau merepotkan sosok itu. Bima sudah berbaik hati mengizinkannya tetap tinggal untuk mengerjakan skripsinya. Lagipula Bayu merasa tidak nyaman untuk berada di dekat sosok itu lebih dari ini di samping semuanya yang belum jelas dalam perspektifnya.
Tapi kemudian Bayu merasa membeku saat suara yang berasal dari perutnya memenuhi ruangan itu. Kemudian tawa pelan Bima yang terdengar. Sedangkan Bayu ingin sekali membenturkan kepalanya pada meja yang berada di hadapannya. Rasanya sangat malu.
"Ayo ke dapur."
Bima mengusak helaian rambutnya sebelum berbalik menuju dapur. Bayu hanya bisa memandangi punggung dosennya itu sambil menyentuh jejak yang tadi Bima sentuh pada rambutnya. Setelah menghela nafasnya, ia bangun dan menyusul sosok Bima.
Bayu menemukan Bima yang membelakanginya. Sosok itu terlihat sibuk di depan konter dapur. Bayu ingin sekali mendekat dan menyentuh punggung lebar milik Bima tapi niatnya hanya ia urungkan. Bayu berdeham.
"Ada yang bisa saya bantu, Pak?" Bayu menawarkan diri dan ia mendekat pada Bima saat sosok itu menggeleng. Bayu berdiri di samping dosen psikologinya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Love Comes Around [END]
General FictionWhen Love Series #2 - When Love Comes Around © sllymcknn Bayu sangat tidak menyukai sosok itu. Sosok yang bahkan membuatnya untuk membenci namanya sendiri. Tapi semua itu hanya berubah saat Bayu mengetahui fakta bahwa ternyata sosok itu sudah hadir...