Chapter 5.

5.4K 829 131
                                    

"Bapak ngapain sih pake hujan-hujanan segala? Kayak anak kecil banget."

Untuk kata-katanya, Bayu mendapatkan senggolan keras di lengannya oleh Anggra. Ia hanya memutar kedua bola matanya dengan memasang wajah tidak peduli ketika sahabatnya itu memberikan tatapan peringatan padanya. Mengabaikan fakta bahwa ia telah melakukan hal yang sama seperti Bima beberapa menit lalu.

Lalu Bayu memandang Bima yang sedari tadi terdiam bahkan tidak mempedulikan pertanyaannya. Sosok itu tengah mengeringkan rambutnya dengan handuk yang ia beri beberapa detik lalu. Bayu mengangguk saja ketika Anggra berkata bahwa akan membuat minuman untuk Bima.

Bayu bersedekap, masih memandang Bima di seberang meja. Ingatannya belum melupakan pemandangan di mana Bima bersama seorang wanita beberapa jam lalu. Pemandangan yang hanya membuatnya merasa semakin tidak baik-baik saja. Mengesampingkan fakta akan rasa penasaran pada wanita itu. Wanita yang bahkan tidak bisa Bayu lihat wajahnya karena duduk membelakanginya.

Nyatanya Bayu memang lebih terganggu dengan perasaan tidak suka ketika melihat pemandangan itu.

"Bapak abis dari mana sih sampe hujan-hujanan gitu?"

Bayu mencoba bertanya sekali lagi. Kali ini mengharapkan jawaban. Sengaja menekankan kata 'dari mana' pada kalimatnya karena ia tahu betul apa yang sudah Bima lakukan.

"Menemui seseorang." Oh. Bima tidak berbohong. Bayu mengapresiasi fakta bahwa dosennya itu mengatakan hal yang sebenarnya. Tapi atas semua itu, rasa panas muncul dalam hatinya. Ia merutuk pemikiran bahwa ia sedikit mengharapkan bahwa Bima akan berbohong padanya.

Apa sih yang sebenarnya sedang ia pikirkan? Bayu merutuk dalam hati.

"Lullaby udah tutup, Pak."

"Saya tahu."

"Udah jamnya pulang."

"Saya tahu."

"Ya terus kenapa Bapak malah di sini?" Bayu mulai dongkol.

Bukan jawaban yang Bayu terima. Sosok Bima justru bersin di kursinya. Sekali. Lalu dua kali. Dan berakhir dengan tiga kali bersin.

Bayu menghela nafas dalam duduknya. Berasumsi bahwa dosennya itu terkena flu dadakan. Lalu tanpa berkata-kata, Bayu beranjak. Meninggalkan Bima yang kelihatannya mempunyai bersin susulan.

Bayu datang bersama satu gelas coklat panas di tangannya. Coklat panas buatan Anggra. Ia mengabaikan fakta ketika Luke menyeringai kepadanya ketika mereka berpapasan. Jelas sekali bahwa sahabatnya itu tengah berusaha untuk menggodanya.

"Nih, buat Bapak. Gratis." Itung-itung buat ngeganti wrap udang kemarin.

Bayu menekankan semua kata-katanya. Hanya kalimat terakhir yang ia ucapkan dalam hati. Kepalanya mengangguk saat Bima mengucapkan terimakasih padanya.

Sekali lagi Bayu memperhatikan sosok Bima. Dosennya itu melepas kacamatanya dan meletakannya di atas meja. Kemudian melarikan satu tangannya untuk menyisir rambutnya yang setengah basah. Setelah itu meraih gelas yang berisi coklat panas yang Bayu bawa tadi.

Bayu masih memperhatikan hingga ia tersentak saat matanya menemukan dua mata hitam milik Bima yang tengah menatapnya di balik gelas.

Kemudian Bayu merasakan dengan jelas bagaimana reaksi heboh dari hati maupun tubuhnya saat dua mata hitam itu tertuju lurus padanya. Ia berdeham lalu mengalihkan pandangannya. Itu hanya sebuah tatapan tapi mampu memberikan banyak efek untuk Bayu.

Apa-apaan itu?

Ponsel milik Bima yang berada di atas meja bergetar, menarik atensi Bayu. Ia bisa melihat bahwa Bima meletakan gelas coklatnya lalu menerima panggilan dari ponselnya tersebut. Bayu terus memperhatikan dari kursinya.

When Love Comes Around [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang