Bima mengayuh sepeda berwarna biru kesayangannya dengan cepat. Rasanya sangat tidak sabar untuk sampai di rumah. Ia tidak memedulikan seragam sekolahnya yang basah karena keringat. Bima berencana akan mengunjungi rumah Bima kecil setelah pulang sekolah. Ia akan mengatakan itu pada Bundanya nanti jika sudah sampai rumah.
Sebenarnya rasa bersalah dan menyesal masih dirasakan Bima. Ia tidak tahu apakah anak itu sudah mengetahui perihal tentang Ibunya? Bima sempat bertanya pada Sang Bunda tentang ini tapi beliau berkata bahwa yang berhak mengatakan semua itu hanyalah Ayah dari bocah itu. Bima mengiyakan hal itu. Ia sama sekali tidak punya hak untuk memberitahu hal sepenting itu.
Tapi bagaimana jika Bima kecil sudah mengetahui tentang semua itu? Apa anak itu akan merasa sedih atau bahkan menangis? Bima berusaha menghilangkan bayangan dimana Bima kecil menangis. Selain suaranya yang cempreng ketika menangis begitu sangat mengganggu pendengaran, ada alasan lain kenapa Bima tidak suka melihat anak itu menangis.
Bima merasa bahwa hatinya terasa tidak nyaman saat melihat Bima kecil menangis.
Bima menggelengkan kepala. Merasa heran saat otaknya hanya terus memikirkan sosok Bima kecil. Mungkin karena ia sangat menginginkan seorang adik. Beberapa waktu yang lalu ia telah meminta pada Sang Bunda untuk memberikannya seorang adik tapi respon Bunda hanya menatapnya dengan pandangan tersedih yang pernah Bima lihat seumur hidupnya.
Jika permintaannya hanya membuat Sang Bunda merasa sedih, Bima tidak akan meminta lagi. Lagipula kehadiran Bima kecil terasa seperti cukup untuknya. Bima kecil bukanlah sosok Adik yang Bima idamkan, bahkan jauh dari seorang Adik yang Bima inginkan. Tapi bocah itu selalu membuat Bima mau untuk mengalah dan melakukan apapun.
Apapun.
Bima tidak menyadari bahwa ia mengayuh sepedanya dengan seulas senyum di bibirnya sepanjang jalan. Hingga akhirnya ia sampai di rumah dan menemukan sebuah mobil berwarna hitam yang terparkir di depan rumahnya. Bima kenal mobil itu. Mobil milik Ayah dari Bima kecil.
Tumben sekali Ayah Bima kecil datang. Apa beliau juga datang bersama bocah itu?
Pemikiran itu hanya membuat Bima mengulas kembali senyuman di wajahnya. Kali ini dengan lebih lebar. Kakinya melangkah masuk ke dalam rumah. Ia disambut oleh Bibi yang selalu setia menemani dirinya dan Sang Bunda selama ini.
Bima cepat-cepat menuju ruang tengah rumahnya. Bibinya berkata bahwa Sang Bunda ada di sana. Bima hanya akan menyapa Ayah Bima kecil dan menanyakan keberadaan bocah itu sebelum telinganya lebih dulu mendengar suara dari Sang Bunda.
"Sebisa mungkin aku akan bantu kamu. Kita kan sahabat dan keluarga, kamu nggak perlu sungkan."
Bima merasa bahwa Sang Bunda sedang membicarakan sesuatu yang penting bersama Ayah Bima kecil. Maka dari itu Bima mundur. Ia akan kembali lagi ke ruang tengah setelah menaruh tasnya di kamar dan mengganti bajunya.
Tapi setelah ia melakukan itu, Bima tidak menemukan siapapun di ruang tengah. Bima juga tidak melihat mobil milik Ayah dari Bima kecil. Itu artinya beliau sudah pulang. Bima merasa kecewa. Padahal ia ingin sekali bertanya tentang Bima kecil.
Bima tidak punya pilihan lain selain mencari Sang Bunda.
Bunda berada di kamar. Bima masuk setelah mengetuk pintu. Sang Bunda terlihat tengah membereskan beberapa pakaian lalu memasukannya ke dalam sebuah koper besar. Bima juga melihat almari milik Sang Bunda yang terbuka; tanda bahwa Bundanya masih akan mengeluarkan beberapa pakaian dari dalam sana.
"Bunda."
Bima memanggil dan atensi Sang Bunda beralih padanya. Bima bisa melihat senyuman yang terlukis pada wajah cantik Bundanya itu. "Kemari, Sayang." Katanya dan Bima menurut.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Love Comes Around [END]
General FictionWhen Love Series #2 - When Love Comes Around © sllymcknn Bayu sangat tidak menyukai sosok itu. Sosok yang bahkan membuatnya untuk membenci namanya sendiri. Tapi semua itu hanya berubah saat Bayu mengetahui fakta bahwa ternyata sosok itu sudah hadir...