Chapter 7.

5.2K 869 74
                                    

Ketika Bayu terbangun, kedua matanya berusaha beradaptasi dengan cahaya sekitar. Ia mengerjap beberapa kali. Langit-langit berwarna putih bisa Bayu lihat. Lalu kemudian Bayu berusaha untuk bangun dari posisinya; wajahnya meringis karena merasakan sakit pada sekujur tubuhnya.

Detik selanjutnya, Bayu menyadari bahwa ia tengah berada pada tempat yang belum pernah ia datangi sebelumnya. Tempat itu terasa asing baginya. Bayu mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru tempat itu.

Itu adalah sebuah kamar.

Kamar yang mempunyai nuansa klasik. Barang-barang di sana lebh didominasi dengan warna abu-abu dan putih. Bahkan dinding-dinding kamar itu juga berwarna putih. Kamar yang sangat rapi juga nyaman. Bayu tidak mempunyai ide atas pemilik kamar tersebut dan bagaimana ia bisa sampai di sana.

Tapi ketika hidungnya kembali mencium aroma itu, Bayu seperti tersadar akan sesuatu. Ia bisa melihat bahwa pakaiannya telah berganti. Bayu menggunakan kaos berwarna putih polos penuh dengan aroma musk itu. Bahkan aroma itu memenuhi seprai dan bantal berwarna putih di sana.

Aroma itu selalu bisa membuatnya rileks. Aroma yang akhir-akhir ini memenuhi indera penciuman Bayu. Aroma yang berasal dari sosok yang membuatnya hati dan pikirannya kacau.

Bayu menghela nafas. Ia masih tidak bisa menjelaskan bagaimana perasaannya saat ini. Tapi ketika memikirkan hal itu, Bayu teringat pada Anggra. Sahabatnya yang menemukan kebahagiaannya bersama Varo yang adalah juga seorang cowok.

Apakah tidak apa-apa untuk menyukai sesama laki-laki?

Bayu kembali menghela nafas. Kali ini ia memikirkan bahwa tidak seharusnya ia mempunyai pikiran seperti itu. Mungkin saja ia hanya salah mengartikan semuanya dan menyimpulkan seenaknya sendiri. Lagipula Bima adalah dosennya. Sosok yang mulanya sangat tidak Bayu sukai. Jangan lupakan fakta bahwa Bima tengah bersama dengan Lea. Dosennya itu jelas-jelas memperingati dirinya untuk menjauhi cewek itu.

Ketika memikirkan semua itu hanya membuat rasa sakit menyerang kepalanya. Bayu bisa merasakan bahwa dahi bagian kanannya telah ditempeli sebuah plester. Ia juga bisa merasakan bahwa sudut bibirnya terasa nyeri. Mungkin sobek karena tonjokan yang ia dapat. Selebihnya tidak ada luka luar yang tersisa. Bayu hanya merasa sakit pada bagian dalam tubuhnya.

Suara pintu dibuka membuat Bayu menoleh. Dan sosok yang sudah merawatnya sampai seperti ini ada di sana. Membawa sebuah nampan di tangan. Wajah tanpa kacamata itu terlihat terkejut untuk beberapa detik sebelum kembali pada ekspresi biasanya.

Bayu hanya mengikuti kemanapun Bima bergerak. Dosennya itu meletakan nampan berisi satu cangkir teh hangat dan sebuah wadah berisi balok-balok kecil batu es di atas meja nakas samping tempat tidur. Bayu tetap diam tanpa kata saat Bima ikut duduk di atas tempat tidur; tepat di hadapannya.

Tanpa sadar, otak milik Bayu merekam setiap bagian pada sosok Bima. Dosennya itu kali ini terlihat lebih kasual. Bima mengenakan celana rumahan panjang berwarna hitam dan kaos berwarna abu-abu gelap. Kacamata yang membuat wajah itu terlihat kaku tidak ada di sana. Bima terlihat lebih muda, bahkan terlihat seperti anak kuliahan.

Dan dosennya itu terlihat tampan dari jarak sedekat ini. Bayu benar-benar mengakui hal itu dengan sepenuh hati saat wajah itu mendekat padanya. Ia bahkan bisa melihat garis wajah Bima dengan dua mata sewarna malam yang terasa sangat familiar untuknya ketika wajah itu semakin mendekat padanya.

Tunggu.

Wajah Bima memamg semakin mendekat padanya. Dosennya itu menghilangkan jarak di antara mereka dan Bayu sudah bisa merasakan bagaimana ritme jantungnya bertambah dua kali lebih cepat. Bahkan kedua pipinya mulai terasa panas saat aroma musk milik Bima semakin memenuhi hidungnya. Apa sih yang akan Bima lakukan?

When Love Comes Around [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang