Chapter 3.

5.5K 869 108
                                    

"Tadi ayah dateng ke sini, Bang."

Bayu hampir saja menyuap makan siang ke dalam mulutnya saat Bagas berbicara. Kata-kata yang keluar dari mulut sang adik hanya menghilangkan selera makannya.

Setelah menghela nafas yang terasa begitu berat, ia tetap memaksakan suapan pada tujuan awalnya. Mengunyah lama-lamat makanan tersebut dengan berbagai pertanyaan yang muncul pada otaknya. Pertanyaan-pertanyaan yang enggan ia tanyakan pada sang adik.

Sudah cukup lama Bayu tidak bertemu dengan sang ayah. Bahkan Bayu melupakan kapan terakhir kali ia berkunjung ke rumah. Walau begitu, wajah sang ayah masih terukir jelas dalam memori otaknya.

Sejujurnya Bayu tidak pernah ingin untuk membuat jarak sejauh ini dari ayahnya sendiri. Tapi tanpa ia sadari, jarak itu sudah terlalu jauh bahkan dari yang ia bayangkan.

Hingga saat ini, Bayu tidak pernah ingin berpikiran buruk tentang ayahnya. Bahkan dengan apapun yang ayahnya lakukan. Padanya dan pada Bagas.

Saat itu seperti biasa, Bayu menjaga Bagas sembari menunggu ayahnya pulang. Ayahnya berkata bahwa akan pulang telat karena harus lembur dan menyuruh Bayu untuk tidak menunggunya pulang tapi Bayu tetap ingin menunggu sang ayah. Bagas sudah tertidur di sofa. Bocah itu juga ingin menunggu sang ayah pada awalnya.

Lalu ketika ayahnya pulang dengan keadaan mabuk dan membawa seorang wanita adalah pemandangan yang terasa sangat asing sekaligus mengejutkan bagi Bayu.

Ayahnya yang lembut dan kalem menjadi sosok yang sangat berbeda saat mabuk. Bahkan ayahnya sempat membentak Bayu saat ia bertanya tentang siapa wanita itu. Sejak saat itu, semuanya terasa sangat berbeda untuknya.

Ayahnya menjadi sering pulang larut malam dengan keadaan mabuk. Setiap Bayu bertanya atau ingin membantu ayahnya, ia berakhir dengan rasa takut setelah dibentak dengan sangat keras. Jadi ketika hari berikutnya sang ayah pulang dengan keadaan seperti itu, Bayu tidak lagi berani untuk mendekat.

Bayu merasa tidak lagi mengenal sosok ayahnya sendiri. Bayu merasa bahwa itu bukanlah ayahnya.

Hembusan nafas besar kembali Bayu keluarkan. Selera makannya benar-benar menghilang. Tapi sekarang Bagas berada bersamanya, Bayu tidak mau membuat sang adik merasa khawatir padanya.

Melihat Bagas tumbuh di asrama seperti ini tidak membuat Bayu lantas merasa senang. Sering kali ia mencemaskan keadaan adiknya itu. Ini adalah kali pertama Bagas tinggal terpisah dari keluarga, darinya. Dan bocah itu sangatlah manja, tidak mungkin untuk tidak membuat Bayu khawatir.

Tapi Bayu tahu bahwa Bagas mempunyai kemauan untuk berusaha. Adiknya itu sebisa mungkin untuk tidak membuat Bayu merasa khawatir dan membuat semuanya terlihat baik-baik saja. Fakta itu membuatnya merasa sedih tapi Bayu sangat menghargai usaha sang adik jadi ia melakukan hal yang sama. Bayu yakin bahwa mereka berdua bisa bertahan untuk satu sama lain.

"Abisin makanan lo, gue ada bimbingan abis ini."

Bayu berkata, tangan kanannya refleks terangkat untuk mengacak surai hitam sang adik yang langsung ditepis oleh si pemilik. Dan Bayu hanya tertawa saat Bagas melayangkan tatapan peringatan padanya. Semacam kode untuk tidak melakukan hal itu.

Lalu Bayu mendengus dengan senyuman pada bibirnya, merasa setengah geli setengah bangga. Bagas memang sudah besar dan Bayu merasa benar karena sudah memberi kesempatan pada adiknya itu. Kesempatan yang sama yang terkadang tidak Bayu dapatkan dari ayahnya sendiri.

Ponsel miliknya yang bergetar menarik perhatian. Sebuah pesan masuk.

Lalu kemudian Bayu terburu-buru menghabiskan makanannya, tidak mempedulikan tatapan heran bercampur bingung dari sang adik. Bayu bahkan menyuap suapan terakhir sambil meneguk minumannya. Bersyukur kemudian saat ia tidak tersedak. Ia bangun dari posisi duduknya dan berpamitan pada Bagas dengan mulut penuh.

When Love Comes Around [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang