Bayu menatap Bima dengan pandangan nanar.
Ia merasa tidak percaya dengan semua yang baru saja Bima jelaskan padanya. Bayu seakan ingin marah pada sosok dosennya itu. Tapi kemudian ia hanya menyadari bahwa tidak ada alasan baginya untuk marah kepada Bima.
Bayu hanya menganggap bahwa Bima sudah menepati janjinya. Dengan melindunginya dan memperhatikannya walau itu hanya dari kejauhan. Bima menepati semua kata-katanya.
Sebenarnya Bayu tidak begitu mempermasalahkan ini. Ia hanya tidak menyangka bahwa eksistensi Bima sudah pernah ia akui sebelumnya. Bayu memang tidak begitu mengingat pertemuan mereka. Bayu hanya merasakan bahwa ia pernah mengenal seseorang yang terasa sangat penting untuknya. Seseorang yang kemudian semakin lama ia lupakan seiring berjalannya waktu.
Bayu hanya mengingat bahwa ia lebih mengalihkan atensi sepenuhnya pada Ayah dan Bagas. Tapi jika memang Bima pernah hadir ke dalam hidupnya, Bayu akan merasa sangat senang.
"Tapi kenapa Bapak pergi?"
Pertanyaan itu terlontar begitu saja. Bayu seakan mewakili pertanyaan yang seperti terpendam di dalam alam bawah sadarnya itu. Pertanyaan yang sudah sangat lama ia lupakan.
Bima yang sudah menghabiskan kopi miliknya, tidak langsung menjawab pertanyaannya. Sosok itu meletakan mug kosong miliknya ke atas meja. Baru setelah itu menaruh atensi penuh pada Bayu. Satu tangan milik dosennya itu mendarat pada rambut hitam milik Bayu dan Bayu tidak merasakan apapun selain merasakan rasa hangat pada hatinya.
"Buat nepatin janji."
Bayu tertegun.
Sosok Bima di hadapannya terasa sangat berbeda dengan sosok yang selama ini ia kenal. Bima yang ini terasa lebih lembut dan menyenangkan. Apalagi saat Bayu melihat sebuah senyuman hadir pada wajah tampan Bima.
Ya. Bayu tidak akan memungkiri lagi tentang fakta bahwa Bima adalah sosok yang tampan, omong-omong.
"Bunda punya janji sama Ayah kamu dan secara nggak langsung, janji Bunda itu adalah sebagian dari janjiku juga." Bima mengatakan itu dengan tangan yang kini membelai lembut kepala Bayu. Bayu hanya bisa menikmati semua itu; walau ia cukup merasa terganggu dengan Bima yang membawa nama Ayahnya.
Kemudian Bayu mengernyitkan dahinya saat Bima mendengus dengan penuh kegelian. Sosok itu seakan tengah menahan tawanya. Bayu hanya melemparkan pandangan bingung pada sosok dosennya itu.
"Ternyata kamu udah dewasa. Aku pikir kamu bakal marah atau sebagainya."
Kernyitan di dahi Bayu hanya semakin dalam saat mendengar kata-kata Bima. Seketika ia menghempaskan tangan milik sosok itu yang masih bertengger di atas kepalanya. Rasa tidak suka muncul dalam dirinya.
Apa itu artinya selama ini Bima hanya menganggapnya sebagai anak kecil?
Namun tingkahnya itu hanya membuat Bima tertawa dan alih-alih merasa marah, Bayu lebih dulu mengalami keterpanaan. Ini adalah kali pertama ia melihat wajah tertawa milik Bima. Kenapa sosok dosennya itu terlihat sangat bersinar saat sedang tertawa? Bayu merasa bahwa ia bisa memandangi wajah tertawa milik Bima sepanjang hari tanpa merasa bosan.
Lalu Bayu merasa sangat lebay. Ingatannya kembali pada Anggra dan Luke. Bagaimana respon kedua sahabatnya itu jika mengetahui tingkahnya yang seperti ini?
Kemudian Bayu memutuskan untuk mengesampingkan tentang kedua sahabatnya itu. Ia lebih memilih untuk fokus pada sosok Bima di hadapannya. Seakan begitu banyak pertanyaan yang ingin ia tanyakan pada sosok itu.
"Janji macem apa yang dibuat sama Ayah?"
Meskipun merasa terganggu atas pertanyaannya sendiri, Bayu tetap ingin mengetahui semuanya. Terutama tentang janji yang terkesan begitu penting sampai melibatkan Bima dan Sang Bunda.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Love Comes Around [END]
General FictionWhen Love Series #2 - When Love Comes Around © sllymcknn Bayu sangat tidak menyukai sosok itu. Sosok yang bahkan membuatnya untuk membenci namanya sendiri. Tapi semua itu hanya berubah saat Bayu mengetahui fakta bahwa ternyata sosok itu sudah hadir...