Chapter 13.

5K 840 110
                                    

Bayu memasuki rumahnya. Setelah menghidupkan lampu, ia menatap pada sekitar.

Rumah itu masih sama seperti yang ia lihat terakhir kali saat berkunjung. Tidak ada yang berubah. Bahkan Bayu merasa yakin tidak ada barang yang pindah dari tempatnya.

Kakinya melangkah melewati ruang tamu menuju ruang tengah. Di sana Bayu menemukan seperangkat sofa dan LCD di hadapannya. Bayu dengan samar bisa mengingat saat dimana ia berkumpul bersama Ayah dan Ibu dan juga Bagas yang masih bayi.

Lalu ingatan itu terhubung saat dimana dirinya selalu menunggu Sang Ayah pulang bekerja. Menidurkan Bagas di sana dengan bantalan kakinya, sedangkan ia terkantuk-kantuk dalam posisi duduk. Menunggu Sang Ayah dengan sabar dan berkata bahwa ia sama sekali tidak mengantuk saat Ayah sampai di rumah.

Bayu menghela nafas. Ia melanjutkan langkahnya dan sampai pada dapur. Dapur yang sekaligus menjadi tempat makan bagi keluarganya. Di sana terdapat seperangkat meja makan persis di hadapan konter dapur.

Di sana terdapat kenangan yang tidak kalah banyaknya. Bayu bahkan masih ingat betul ketika Ayahnya kerepotan setiap pagi hanya karena harus menyuapinya dan Bagas sekaligus. Ayahnya bahkan tidak sempat sarapan dan terburu-buru berangkat bekerja.

Sekali lagi Bayu menghela nafasnya; kali ini ia memejamkan matanya seraya mengendalikan emosi yang tiba-tiba muncul dalam dirinya. Matanya terasa memanas. Dengan mengingat itu semua hanya membuatnya merasa kalut.

Bayu kemudian memutuskan untuk menaiki tangga; menuju kamarnya sendiri. Kamar yang dulu pernah ia tempati. Kamar yang sekarang kosong. Kamar yang dulu pernah ia dan Bima gunakan untuk bermain. Mengingat sosok Bima hanya membuatnya mendengus; sesaat melupakan kekalutan yang tadi ia rasakan.

"Katanya Kak Bima mau kecini, Yah."

"Tadi Kak Bima emang ke sini sama Bundanya."

"Kok Bima nggak tau?"

"Bima kan tidur jadi Ayah nggak tega bangunin Bima."

"Bima jadi nggak bica ketemu Kak Bima."

"Nanti pasti ketemu lagi kok."

"Becok Kak Bima kecini lagi?"

"Iya, besok Kak Bima pasti ke sini lagi dan nemuin Bima."

Kenangan itu menyergapnya. Bayu tertegun di ambang pintu. Bayangan wajah tersenyum Sang Ayah yang sarat akan keterpaksaan seakan berputar-putar dalam otaknya. Akhirnya ia mengerti kenapa Ayahnya menunjukan wajah seperti itu.

Bima-nya tidak akan kembali padanya. Tidak besok seperti yang dimaksudkan bahkan hingga sampai Bayu melupakan sosok itu. Hanya saja ia merasa bersyukur saat tidak begitu mengingat bagaimana ia menghadapi hari-hari tanpa Bima-nya.

Bima-nya.

Bayu tidak akan menolak sensasi hangat pada hatinya saat mengingat sosok itu. Sosok yang ternyata menjadi sosok yang berharga baginya bahkan sebelum ia menyadarinya. Itu memang Bima-nya, Bayu tidak akan malu mengklaim sosok itu menjadi miliknya; toh Bima sudah menceritakan bagaimana sikapnya dulu saat kecil.

Dan lagipula bukankah Bima sendiri berjanji bahwa tidak akan meninggalkannya?

Bayu mencoba untuk lebih jujur pada hati dan dirinya sendiri. Walau terkesan memalukan tapi ia akan lebih memilih untuk menuruti kata hatinya. Rasa malu bisa ia atasi belakangan.

"Bima."

Suara Sang Ayah terdengar begitu ia kembali ke ruang tengah. Bayu memandang sosok itu dalam diam. Rasanya sudah sangat lama sekali sejak ia melihat sosok Ayah kandungnya itu.

When Love Comes Around [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang