Prolog

335 20 0
                                    

Aku tidak pernah memperkirakan hadirmu. Hatiku tengah berdarah saat hidupku mulai kau hampiri.
Aku tahu, hanya kesepian yang menggiringmu berjalan searah dengan langkahku. Akupun begitu.
Tapi, tahukah kamu ?
Waktu dan jarak berhasil mengobatiku, namun mereka turut menyeretmu.
Membiarkan senyum dan tingkahmu menghapus perih yang tengah hatiku rasakan.
Aku bersyukur, lukaku hampir sembuh karenamu.
Tapi aku takut.
Aku takut kamu hanya bersinggah. Jika heningmu selesai, kamu akan pergi. Membiarkan hatiku kembali terluka, bahkan lebih besar dan lebih dalam dari yang dia timbulkan.
Aku takut, tak sanggup lagi menyembuhkan hatiku yang terluka karena kepergianmu.
Kehadiranmu yang bagai mimpi indah, aku takut sebentar lagi terbangun.
Sosokmu yang menyerupai kesempurnaan sangat menakutkan untukku.
Apalah aku jika di sandingkan denganmu.
Kau, dipuja banyak kaumku.
Kau, dibanggakan banyak kaummu.
Kau, menjadi idola siapa saja yang dekat denganmu.
Dan kamu menjadi obatku adalah ketakutanku yang telak.
Aku tahu, harapanku terlalu banyak padamu yang hanya menemani.
Tanpa melibatkan hatimu yang tanpa kau sadari sudah mencuri seluruh hati dan cintaku, tak tersisa.

Padamu aku pernah berkisah, tentang kesetiaan yang menjadi boomerang untukku.
Aku memegangnya teguh untuk dia.
Tapi begitu hebatnya Dia, melenyapkan setiaku dengan sia - sia.

Padamu,
Aku berharap dalam ketakutan.
Aku menahan hatiku untuk tak tersentuh olehmu.
Tapi bahkan dari tatapmu, pertahananku runtuh.
Senyummu, tawamu dan sudah pasti hadirmu menguapkan keteguhanku untuk tetap bertahan menjaga hati setelah di hancurkan dengan hebatnya oleh Dia.

Untuk masa lalu yang menyertaimu, aku seakan bercermin.
Pada sepi yang menyiksa,
Pada luka yang menganga,
Pada hening yang menenggelamkan.
Menutup segala rasa pada mereka yang berteriak mengerti tapi tidak sedikitpun memahami.

Sanggupkah, aku bersabar di sampingmu.
Sudikah kamu menjadi pendampingku ?

RetisalyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang