Nata masih di ruang operasi, di ruang tunggu kini Feeya bersama ibunda Nata, Nadine dan Darren. Tadi mas Genta ikut menemaninya namun ia ada jadwal operasi sehingga harus meninggalkan mereka.
"Belum selesai ?"tanya Syena yang baru saja ikut bergabung. Feeya menggeleng lemah sembari tangannya terus menggenggam tangan ibu Nata. Ibunda Nata tiba - tiba mengalihkan pandangan pada kakak Feeya.
"Dok, sebenernya dada Devin kenapa ? Kenapa Devin kelihatan sakit pas nafas ?"tanya mama Nata lemah. Sebenarnya dokter yang menangani Nata sudah menjelaskan secara detail pada Nadine. Sang ibu sendiri tidak mendengarnya secara langsung karena kehadirannya yang terlambat. Membuatnya tidak begitu paham dengan kondisi putranya saat ini.
"Begini tante, secara sederhananya. pada keadaan normal rongga paru tidak berisi apapun agar paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga thoraks. Kondisi Devin, rongga paru nya ada darahnya, darah ini menekan si paru yang menyebabkan paru susah untuk mengembang atau kembang kempis. Nah itu yang bikin Devin jadi sesak nafas tante"mama Nata fokus memperhatikan Syena yang tengah menjelaskan sambil tangannya memperagakan penjelasannya.
"Terus sekarang mereka lagi ngeluarin darahnya kan dok ?"
"Tim dokter lagi masang WSD atau kepanjangan dari Water Seal Drainage. Jadi di pasang selang yang nanti bakal ngeluarin darah dari rongga pleura Devin"
"Devin bakal sembuh kan dok ?"
"Tante, Nata pasti sembuh. Feeya yakin Nata bakal baik - baik aja ko tan"Feeya menepuk - nepuk lembut tangan wanita yang tengah ada di genggamannya. Kecemasan sudah pasti tak dapat di enyahkan, anak lelaki yang sangat di cintainya kini tengah ada di ruang operasi. Mungkin, jika saja bisa ia bahkan rela menukar posisi demi buah hatinya.
Feeya tahu, Nata rapuh dalam kuatnya. Ada sisi Nata yang tertutup oleh sisi tegarnya. Ia bertahan, ia berpura hanya agar ibu dan adiknya tidak perlu khawatir. Agar ayahnya tidak merasa menang. Nata, tetap seorang anak yang terluka melihat kehancuran keluarganya. Nata, tetaplah saudara yang kehilangan panutannya. Bani, begitu berarti untuk Nata. Tapi ia selalu bersikap biasa ketika mengingat kepergiannya. Padahal, hatinya terus menguatkan bahwa segalanya akan membaik meski Bani kini hanya memandangnya dari surga. Feeya tahu itu, saat pernah suatu malam Nata terisak mengenang Bani. Hari itu, Nata bertemu ayahnya secara tidak sengaja dan mereka membahas masalah kepergian Bani. Nata benci keadaannya, tapi ia bertahan. Dua wanita ini yang kini bertumpu pada Natalah alasannya.
"Ma, mama kenapa ?"suara Nadine mengalihkan Feeya. Di lihatnya wanita yang telah melahirkan Nata ini pucat. Syena segera mengecek kondisi ibu Nata.
"Tante, kita ke ruangan aku aja yuk tante istirahat aja dulu"bujuk ka Syena tak tega.
"Ma, kita pulang ya. Biar nanti ka Feeya yang jagain abang"suara Nadine ikut membujuk. Tapi tante Giska tak bergeming. Ka Syena dengan sigap mengecek kondisi tante Giska, ia meminta perawat membawakannya sfigmomanometer untuk mengukur tekanan darah tante Giska.
"Tekanan darahnya tinggi banget ini Nad"
"Iya mama emang ada darah tinggi, apalagi kondisi tertekan gini. Makanya aku mau ajak mama pulang aja deh Ka. Ka Feeya titip abang ya ?". Tante Giska sudah sangat lemas, tak dapet menanggapi obrolan orang - orang di sekitarnya.
"Nad nggak mau di rawat disini aja ?"
"Mama nggak bakal sembuh ka disini, ada trauma yang bikin mama tambah tegang disini"jelas Nadine sambil menatap Darren. Seolah sudah mengerti Darren segera meminta Feeya sedikit bergeser agar Darren dapat menggendong calon mertuanya ala bridal style. Nadine pamit dan menitipkan abangnya pada Feeya yang di balasan anggukan maklum. Kini, tinggal Feeya dan Syena yang menunggu Nata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Retisalya
RomancePernikahan adalah hal sakral untukku, terimakasih karena kamu menodainya sebelum janji suci itu terucap. -Shafeeya Allexa Ganies- -------------------------------------------------------- Kesalahan yang aku sesali seumur hidup adalah melukai dan mele...