Part 12

90 11 1
                                    

Tiga hari telah berlalu sejak kejadian pahit hari itu. Feeya kembali menjalani hidupnya dengan normal dan bahkan lebih berwarna.

Setelah menyelesaikan sarapannya Feeya bersiap untuk pergi.

"Kak masuk siang kan ?"tanya Feeya pada Kakaknya yang sudah berpindah ke ruang tengah.

"Iyaa kenapa Fee ?"

"Mobil aku bawa dulu ya ?"

"Iya bawa aja"

"Kakak nanti dianterin ?"

"Dianterin siapa ? Ngarang kamu"

"Haha kirain ada yang jemput gitu"

"Enggak ko, udah kamu nggak usah mikirin Kakak"

"Gapapa Ka, nanti aku balik lagi aja. Aku nggak ke cafe dulu ko"

"Mau kemana emang ?"

"Ketemu orang, yaudah aku jalan ya Ka"pamit Feeya sambil mencium pipi Kakaknya.

"Take care Feeya"

"Yooo" dan Feeya mengemudikan mobilnya ke tempat yang belum pernah ia datangi lagi setelah kedua kalinya ia kesini lagi dengan duka tak terkira.

Ia turun, berjalan melewati makam - makam yang lain menuju ke dua makam yang masih terlihat terawat. Syena memang meminta penjaga makam untuk merawatkannya.

Berada di tengah dua makam orang yang di cintainya membuat ia merasa sedikit sesak. Di taburkannya bunga yang sudah ia beli saat hendak menuju ke makam. Ia berdoa untuk ke tenangan kedua orangtuanya memanjatkan harap agar orangtuanya kini di tempatkan di tempat terbaik.

"Ma, Pa maafin Feeya baru jengukin kalian. Bukan Feeya nggak peduli. Tapi, rasanya berat harus bertemu kalian dalam dimensi berbeda"jeda, Feeya menghapus airmatanya.

"Ma, Pa, apa kabar ?" Feeya menarik nafas sebentar sebelum melanjutkan ucapannya.

"Feeya sayang banget sama Mama sama Papa. Nggak ada rasa benci sedikitpun buat kalian, Feeya emang nggak bisa nunjukin rasa sayang Feeya. Tapi kepergian kalian udah membuktikan betapa kalian sangat berarti buat Feeya.
Ma, Mama udah nggak ngerasain sakit lagi kan ? Feeya berharap Papa masih selalu di samping Mama buat jagain Mama. Sekarang, Mama sama Papa nggak perlu bohong lagi ke Feeya. Maaf karena sayangnya kalian ke Feeya bikin kalian harus hidup penuh kebohongan.

Ma, Pa Feeya kangen". Tangannya menghapus airmata yang telah mengalir di pipinya.

"Mulai saat ini, Feeya bakal sering ngejenguk kalian. Semoga kalian bahagia di alam sana. Feeya pamit ya Ma, Pa". Feeya menatap nisan kedua orangtuanya sebelum pergi.

Hatinya cukup lega, tetapi rasa rindu pada orangtuanya semakin membesar di hatinya. Airmatanya belum sanggup berhenti sampai seseorang menghampirinya.

"Permisi"sapa seorang lelaki yang mungkin seumuran dengan Papa nya.

"Iya Pak ?"

"Masih ingat si bapak tua yang butuh darah untuk istrinya ?"tanyanya mencoba mengingatkan Feeya.

Feeya mengingat - ingat kejadian yang pria di depannya maksud. Pasalnya Feeya memang rutin mendonorkan darahnya. Tetapi kejadian di hari itu mengakar jelas di otaknya.

"Oh iya, Bapak yang di ugd ya ?"

"Iyaa, kita belum kenalan kemaren ya ?"sahut si bapak antusias.

"Ohiya maaf ya Pak, aku Shafeeya Allexa Ganies orang orang biasa manggil aku Feeya"

"Hilman, Hilman Fermansyah. Tapi Bapak lebih suka Lexa. Boleh Bapak panggil begitu ?"

"Oh boleh pak itu bagian dari namaku ko hehe. Gimana istrinya Pak ?"

RetisalyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang