BAB 11

244K 11.4K 150
                                    

21+

***

"Tunggu... Tunggu..." Tangan Nadra sudah berada di dada Senna dan berusaha untuk mendorong pria itu. Nadra tau kalau nafsu Senna itu di atas rata-rata, tapi rasanya tidak nyaman saat Senna menciumnya dengan sedikit kasar, ditambah cengkraman di pergelangan tangannya pun terasa nyeri. "Senn..." Ini bukan desahan, lebih pada suara memohon agar dihentikan dulu.

Tapi ya namanya juga laki-laki dan nafsu mereka, telinga Senna seperti ditutup oleh setan karna ia terus saja menyerang Nadra tanpa henti dan tanpa mendengarkan protes Nadra.

"Senn please..." Senna justru mengartikan kata itu sebegai permintaan untuk lebih cepat melakukannya, makanya tangan Senna mulai menjelajahi tubuh Nadra dan meremas payudara yang terlindungi kaos.

"Wait!" Dengan usaha besar Nadra menghindari pangutan Senna yang justru membuat Senna kini turun menyerang leher. Lama-lama Nadra menyerah. Desahan dari bibirnya mulai mengalir begitu saja. Dan siapa lagi yang paling bahagia kalau bukan Senna? Senna beralih ke telinga Nadra, titik paling sensitifnya, terbukti dari gigitan kecil di cuping telinga Nadra yang langsung membuat wanita itu menegang.

"Kenapa?" Tanya Senna dengan tatapan bingung saat merasakan tubuh Nadra yang menegang di pelukannya. Giliran diminta stop, eh lanjut terus. Giliran diminta lanjut, eh berhenti. Sialan.

"Pelan-pelan aja, sesek." Udah lama dia tidak melakukannya dengan Senna, jadi rasanya sekarang ia kembali menjadi amatiran yang belum apa-apa udah capek sendiri.

"Ok, pelan-pelan." Senna biasanya akan menertawai Nadra yang bersikap seperti anak perawan, tapi kali ia bersikap lebih gentle dan serius dari pada biasanya. Matanya tampak lebih gelap dan gairah terbaca jelas disana.

Bibir Senna kembali menciumi leher dan tangannya bergrilya bergerak menyusuri ke pinggang dan berakhir di bokong Nadra yang sekal hasil dari olah raga. Setelah asik meremas, tangannya kembali turun ke bokong bawah dan mengangkatnya, Nadra sedikit memekik karna terkejut, namun dengan cepat mengerti situasi dan mengaitkan kakinya di pinggang Senna.

Mereka terus berciuman dalam hingga tubuh Nadra di baringkan di atas ranjang. Senna meraba tubuhnya yang masih menggunakan kaos dan perlahan mulai mengangkatnya melewati kepala. Dengan tergesa-gesa Senna juga melepaskan kaos yang dipakainya hingga kini keduanya sama-sama bertelanjang dada. Mata Senna menikmati tubuh Nadra dalam diam. Dan Nadra balas menikmati tubuh Senna yang rata, walaupun tidak ada roti sobek disana. Senna memang aktif berolahraga demi hasil-hasil bagus di pemotretan, dan mungkin Bukan Nadra seorang yang dapat menikmati perut rata tersebut dengan mata, tapi hanya Nadra sendiri yang dapat menggerayangi tubuh itu seorang diri. Dan fakta itu cukup membuatnya bangga.

Tangan Senna yang tercetak pembuluh darah lebar-lebar itu dengan piawai melepas bra hitam yang Nadra pakai dan mulai menangkup payudaranya, bibir Senna turut bermain disana dan membawa erangan nikmat dari Nadra. Tangan Nadra hanya mampu meremas rambut Senna seiring dengan desahan yang keluar dari bibirnya. Dan sialnya Senna kini mulai membungkam bibir itu dengan bibirnya.

Dalam kondisi yang di awang-awang, Senna melepaskan celana Nadra hingga kini wanita itu hanya menggunakan celana dalam hitam berenda yang satu set dengan bra-nya. Senna mencoba membuka paha itu namun Nadra mengatupkannya kembali cepat, wajahnya memerah dan entah mengapa ia mendadak malu.

"Please..." Seumur-umur rasanya ini pertama kalinya Senna memohon padanya. "Lanjutin, ya?"

Kepala Nadra mengangguk setuju dan Senna langsung tersenyum cerah.

Friends With BenefitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang