BAB 20

175K 11.7K 228
                                    

Nadra mengambil parasetamol dan juga minyak cap kapak dari etalase obat. Ia tadi hanya kerja setengah hari karna atasannya, Pak Indra memberikan izin untuk Nadra pulang lebih awal. Sejak pagi kepalanya memang sudah terasa berputar dengan hebat, Tapi ia mencoba menahannya terus sampai akhirnya ia tidak kuat lagi dan meminta izin untuk istirahat di rumah saja, lagipula percuma jika ia bekerja di kantor sampai jam 5 sore tapi Nadra sendiri tidak bisa fokus dengan pekerjaannya, dan Ditambah lagi omongan Uwi mengenai hamil itu sukses membuatnya semakin pusing dan banyak pikiran.

"Mba ada test pack gak?" Tanya Nadra pada kasir saat akan membayar belanjaannya.

Si Mba Kasir menatap Nadra dengan tatapan men judge yang sangat resek, "Ada Ka, mau yang merek apa?"

Ka? Ada apa sih dengan cara memanggil para pramuniaga toko yang begitu so akrab. Emang gak bisa lebih sopan seperti 'Ibu' gitu? Ok sorry. Ini mungkin Nadra yang terlalu sensitif.

"Ada apa aja ya?" Ini pertama kalinya Nadra membeli test pack jadi dia tidak mengetahui mana merk yang bagus.

"Ada Akurat, Onemed sama Sensitif, Ka." Si kasir itu menjajarkan 3 merek tersebut ke atas meja, mempersilahkan Nadra untuk memilih.

"Yang Sensitif sama Akurat aja deh masing-masing satu. Udah pernah dulu coba yang Onemed hehehe." Bohong Nadra, jangankan coba, liat bentuknya kaya apa aja belum pernah.

"Udah berapa lama Kak emang nikahnya?" Sekarang si kasir yang berwajah judes itu sudah melunak, mungkin karna omongan Nadra tadi, jadinya si Kasir ini menyangka kalau Nadra sudah menikah dan wajar membeli test pack.

"Baru 4 bulan Mba." Sekarang Nadra sudah jago dalam berbohong mengenai hubungannya dan Senna.

"Atuh itu mah nikmatin dulu aja Kak masa-masa berdua. Kalau sudah ada anak nanti gak bisa berduaan lagi." Si Kasir tertawa sedangkan Nadra hanya membalas dengan senyum dikulumnya. "Udah ini aja Kak belanjaannya? Gak tambah vitamin zat besinya? Bagus itu buat Ibu hamil."

"Udah itu aja, Kan belum tau hamil atau gak nya." Nadra mengeluarkan selembar uang seratus ribu dan langsung menyerahkannya pada si kasir.

"Semoga isi ya Kak." Mba Kasir itu menyerahkan belanjaan Nadra dan juga uang kembaliannya.

Nadra keluar dari apotek 24 jam ini dengan perasaan tidak menentu. Sejujurnya ia tidak ingin hamil, ralat, maksudnya belum mau hamil. Ia belum menikah dan jelas hamil di luar nikah adalah hal yang berat. Bagaimana dengan nasib anaknya kelak? Ditambah lagi Senna lagi baperan begini, bisa repot Nadra mengurus dua bayi sekaligus.

"Mau nyebrang, Bu?" Seorang petugas keamanan yang berjaga di depan apotek itu menghampiri Nadra yang sudah 3 menit lebih tetap berdiri di sisi trotoar dan tidak menyebrang juga. Nadra Inginnya sih nyebrang, tapi apa daya kalau sejak tadi mobil dan motor terus melintas dengan kecepatan penuh begitu, bisa nyawanya nanti yang malah nyebrang ke akhirat.

"Hehe iya nih Pak, boleh tolong sebrangin? Serem pada ngebut."

Petugas kemanan itu dengan baiknya berdiri di sisi kiri Nadra dan membantunya untuk menyebrang sampai ke depan Flat. Nadra memang sedikit takut dengan nyebrang karna dulu saat awal pindah ke Jakarta, ia pernah terserempet motor dan alhasil kaki mulusnya harus puas mendapat bekas luka besar dari si roda motor itu.

Friends With BenefitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang