"Mami kenapa? Mami sakit?"
Nadra menghapus air matanya pelan, tidak mau Juan melihat sosoknya yang tampak begitu lemah, "Juan main sama Papi dulu aja ya..."
"Mami kenapa? Mami sakit?" Tanya anak berusia 2 tahun 3 bulan itu kembali. Tangan kecilnya menepuk-nepuk punggung Nadra pelan, seperti yang pernah Papi lakukan beberapa hari yang lalu pada Maminya. See? Anak kecil memang peniru ulung karna itu para orang tua harus lebih berhati-hati berperilaku di depan anak. "Mami nangis karna Uan nakal ya? Maafin Uan, Mami... Mami jangan nangis lagi Mami... Uan janji gak nakal lagi, Mami... Uan janji abisin makanan buatan Mami... tapi Mami jangan nangis gini..."
Isakan tangis Juan membuat Nadra sedih. Tapi begitu ia ingin mendekap Juan, Nadra justru merasa semakin mual dan kembali memuntahkan isi perutnya yang bahkan belum terisi makanan, alhasil hanya cairan saja yang berhasil dikeluarkan. Matanya sudah basah dengan air mata, kepalanya berdenyut hebat, tenggoroknya terasa perih dan panas.
"Mami gak apa-apa Juan, kamu main dulu sama Papi aja ya." Nadra mencoba memasang senyuman, namun Begitu selesai berbicara, gelombang mual itu datang dan untuk kesekian kalinya Nadra muntah kembali.
Saat hamil Juan dulu rasanya Nadra tidak pernah muntah sampai sebegini hebohnya. Dan lagi ia sudah melewati trimester awal dengan aman, dan entah mengapa di minggu 13 ini rasa mual itu baru datang. Rasanya benar-benar melelahkan setiap kali Nadra harus ke kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya.
"Juan, sini yuk sama Papi makan dulu." Senna muncul di pintu kamar mandi, tangannya mengajak Juan untuk di gendong, namun matanya mengarah pada Nadra yang begitu pucat dan terduduk di depan closet, "Kalau Juan gak mau liat Mami sedih, Juan harus nurut sama Papi yuk kita makan dulu." Ajaknya kembali.
Seperti kalimat sihir, Juan langsung menghapus air matanya dan berjalan menghampiri Senna, meski kepalanya tetap menghadap ke belakang melihat kondisi Maminya yang terlihat begitu pucat, "Uan makan dulu ya Mami, Mami jangan nangis lagi." ucapnya pelan sambil menerima genggaman tangan Papinya.
"Makasih." Ucap Nadra lirih pada Senna yang di balas dengan anggukan kecil. Melihat kepergian Juan bersama Senna, air mata Nadra semakin mengalir deras. Sudah dua minggu ini Nadra sama sekali tidak melakukan kegiatan apapun, ia hanya berbaring di tempat tidur dan sesekali melompat ke kamar mandi saat gelombang mual itu datang. Jarak dari kamar tidur ke ruang makan yang tidak sampai 10 meter saja sudah membuatnya keleyangan.
Dan di saat seperti ini, Nadra merasa beruntung karna Senna siap sedia menggantikan peran Nadra untuk ikut mengasuh Juan. Meski ada asisten rumah tangga yang terkadang ikut membantu merawat Juan, namun Senna lah yang kini lebih sering menghabiskan waktu bersama Juan, Mulai dari membangunkan, mandi, makan, menemani bermain, sampai kembali tidur, semua Senna yang melakukannya. Terkadang Nadra berpikir, kebaikan apa yang ia lakukan di masa lalu sampai-sampai mendapatkan suami seperti Senna yang terlalu sempurna baginya ditambah lagi putra seperti Juan yang begitu mengerti kondisinya saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friends With Benefit
ChickLit18+ "What are we?" Tanya Nadra tiba-tiba. Entah mengapa tapi pertanyaan itu mengalir begitu saja tanpa bisa di cegahnya. "Friends." "Just friends?" "Friends who like to do this." Senna berbisik rendah dan langsung menyerang dada Nadra.