“Sha, besok Minggu aku ada pertandingan tennis. Pasti nonton, kan?” tanya Tamon.
Shanny terheran-heran, karena Tamon mengajaknya.“Kamu nggak ngajak Livi?”
“Dia nggak bisa. Tanpa dia, kamu tetep bakalan nonton, kan?”
Nonton Tamon tanpa Livi? Shanny sih bisa-bisa saja. Tapi, nonton sendirian? Udah gitupasti Gino ikutan main, soalnya Gino petenis juga. Urgh… pasti ada another drama deh. “Nanti aku usahain deh, Mon. Selain aku, yang mau nonton siapa lagi?”
“Aku masih nggak tahu. Kamu harus datang lho! Sebagai pacar yang baik, tentu kamu harus datang! Awas kalo nggak, ntar kamu kuputusin!” ancam Tamon.
Shanny tertawa geli. Belakangan ini, Tamon sangat baik padanya. Dia sendiri heran. Apa mungkin Tamon suka sama Shanny? Masa sih? Shanny nggak mau kegeeran, dia menanggapinya biasa-biasa aja. Dia juga nggak mau menduga macam-macam. Kalo ternyata nggak, mukanya Shanny mau ditaruh mana? “Oke deh. Lawannya siapa, Mon?”
“Banyak lah, Sha. Semua petenis remaja di Semarang. Bisa kamu bayangin kan sebanyak apa? Kalau nggak kamu dukung, aku langsung kalah lho, Sha,” goda Tamon.
Shanny melempar dosgrepnya ke muka Tamon. “Gombal banget sih lo!”
Tamon nggak sempat menghindar, dosgrep itu pas kena mukanya. Kalau Tamon yang dulu, pasti Shanny udah dibikin nangis sampai nggak bisa berhenti. Tapi, Tamon yang ini adalah Tamon yang sedang berakting sebagai pacar yang baik. Tamon tersenyum, senyum terpaksa, menahan kemarahannya. “Gombal-gombal kamu juga suka, kan?” goda Tamon.
Shanny mencibir. “Nggak tuh!” candanya.
“Jadi, kamu nggak suka aku? Hmmp... Padahal aku suka banget sama kamu lho,” kata Tamon. Mendengar kalimat itu, kontan seluruh kelas yang daritadi menonton bioskop itu langsung melongo. Seperti serigala yang memangsa domba. Shanny yang mendengar kata-kata itu secara live, langsung jadi kepiting rebus dengan sukses. Melihat ekspresi mangsanya yang udah nggak berdaya lagi, Tamon tersenyum semanis-manisnya.
“Kamu suka aku, kan?” Tanpa berbasa-basi, Tamon langsung mengeluarkan taring serigalanya, membuat sang domba nggak berdaya lagi.
“Iya,” jawab sang domba pasrah pada tuannya.
Karena Livi nggak bisa datang, terpaksa Shanny datang sendirian. Shanny sendiri males banget datang sendirian, tapi berjuta-juta alasan diberikannya ke Tamon. Tapi semuanya useless. Tamon tetap maksa dia. Akhirnya, Shanny luluh juga.
Sesuai dugaan Shanny, Gino ikut juga. Dia minta Verin menontonnya, tapi Verin nggak bisa. Itu berarti, Shanny benar-benar sendirian! Kebanyakan yang nonton anak sekolah lain yang Shanny nggak kenal. Shanny memilih duduk di bangku di depan lapangan tennisnya. Daripada duduk di bangku penonton sendirian, lebih baik nungguin Tamon main.
Lawan pertama Tamon anak sekolah lain, katanya sih mantan runner up. Tamon memang nggak beruntung, baru babak pertama udah langsung ngelawan runner up. Shanny langsung paniknya bukan main. Dia nggak mau Tamon kalah. Dia sih pengennya Tamon ngalahin Gino. Biar batang hidung pinokionya Gino putus. Sebelum bertanding, ada waktu pemanasan dulu. Cukup lama, setengah jam. Untuk pemanasannya, Gino mengajak Tamon latihan tanding. Shanny langsung girangnya bukan main, langsung saja dia menyoraki Tamon.
“Mon, kalau kamu kalah, awas kamu! Nggak akan hidup sampai besok kamu!” ancam Shanny.
Tamon mengelus-elus kepala Shanny. “Tenang deh, tuanmu ini nggak akan kalah,” jawabnya santai.
“Tuan? Tamon! Aku bukan pembantumu!” omel Shanny.
“Bukan pembantu, tapi budakku kan, Sha?” goda Tamon. Meninggalkan Shanny yang cemberut di bangku pelatih, Tamon mengambil raketnya dan menuju ke lapangan. Gino sudah menunggunya di sana.
![](https://img.wattpad.com/cover/3285640-288-k500525.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Cry Baby In Love
Novela JuvenilShanny berpikir pindah di sekolah baru, dia bisa memulai hidup baru yang damai. Sayangnya, ada Tamon, cowok yang selalu mengerjai Shanny. Di mana mereka bertemu, di sana juga ada percekcokan. Saking jahatnya, Tamon sering membuat Shanny menangis! Ar...