Part Eight

1.7K 34 4
                                    

Gosip Tamon dan Shanny berciuman menyebar lebih cepat daripada gosip Gino dan Shanny berpacaran. Memang ini bukan gosip, melainkan fakta! Fakta yang sangat mengagetkan. Baru saja seisi sekolah heboh karena Gino dan Shanny jadian, sekarang satu sekolah lebih heboh lagi gara-gara insiden ciuman itu. Gino dan Shanny yang jadian langsung dianggap angin lalu.

Shanny sama sekali nggak menyangka sebelum dia sempat bercerita pada Gino. Pacarnya itu sudah tahu cerita itu. Gino kecewa berat sama ceweknya itu. Tak disangkanya, ceweknya itu lebih menyukai Tamon daripada dia. Begitu cewek itu datang, Gino langsung menatapnya tajam, setajam mungkin.

Shanny tertegun. Gino tak percaya padanya. Gino tak percaya kalau ciuman itu hanya sebuah ketidak sengajaan. Membalas sms darinya pun tidak, ditelpon pasti di reject. Padahal dia udah sadar kalau dia ternyata memang suka sama pacarnya itu. Tapi malah Shanny harus mendapati kenyataan pahit.

Shanny berjalan ke arah Gino, hendak menghampiri cowok itu. Namun, begitu melihat sosok Shanny mendekat. Gino langsung buang muka dan meninggalkan tempat dia berdiri tadi. Shanny langsung syok berat. Tapi cewek itu nggak mau nyerah. Ditariknya tangan Gino. Cowok itu memandang Shanny tajam.

“Lepas, nggak!” bentak Gino.

Shanny terus menarik tangan Gino. “Nggak akan! Kamu harus dengerin aku dulu!”

Gino menatap sinis Shanny. “Dengerin apa?”

“Penjelasanku.”

Gino mengangkat alisnya. “Penjelasan? Nggak ada yang perlu dijelasin!” bentak cowok itu. Dia melepaskan tangan Shanny dari lengannya. Lalu beranjak pergi.

Shanny yang nggak mau kehilangan Gino, langsung mengejar cowok itu. Tapi kejadian yang nggak terduga terjadi. Ada air tergenang di lantai.

Gubrak!! Shanny terpeleset! Rok kotak-kotak yang dipakainya terangkat ke atas, menampakan celana warna pink polos. Cewek itu terjatuh begitu saja. Semua orang yang berada di luar kelas menjadi saksi kejadian memalukan itu. Banyak yang tertawa saking gelinya, ada yang sampai menangis geli. Posisi jatuh Shanny memang aneh. Seperti sliding sepak bola. Celana pink itu terlihat jelas.

Semua yang menonton kejadian itu tertawa semua, kecuali Gino. Cowok itu hanya menoleh sekilas dengan matanya yang tajam. Shanny menutup roknya dan mulai berdiri malu sekali dilihat semua orang dalam posisi memalukan seperti itu. Banyak yang menertawakannya memang. Kalau saja Gino juga ikut tertawa, Shanny nggak akan semalu ini.

Gino duduk terdiam di perpustakaan. Dia memang membolos pelajaran pertama gara-gara rasa kesalnya dengan Shanny. SMA Teresaris memang nggak terlalu ketat peraturannya.

Gino kecewa berat sama ceweknya itu. Tak disangkanya, Shanny mengkhianatinya dengan sahabatnya sendiri. Meskipun itu adalah ketidaksengajaan. Tapi entah kenapa Gino tahu itu bukan sepenuhnya ketidaksengajaan. Dari awal Gino tahu Shanny dan Tamon memang sangat akrab, mereka selalu bertengkar, tapi dengan bertengkar itu lah mereka mulai akrab.

Dibandingkan dengan dirinya, Shanny dan Tamon jauh lebih dekat. Meski mereka berdua nggak mau mengakuinya. Tapi Gino tahu, mereka menyimpan rasa suka. Kalau nggak ada rasa suka, kenapa Tamon mengerjai Shanny? Memangnya nggak ada orang lain? Kenapa juga Shanny menanggapi Tamon? Bukankah kalau dia benar-benar benci pada Tamon, justru dia akan mendiamkan cowok itu.

Bahu Gino ditepuk, mengagetkan cowok itu. “Hai!” sapa seorang cewek.

Cewek itu berambut pendek. Rambutnya bermodel acak-acakan, tapi terlihat rapi. Matanya memakai soft lense biru yang membuatnya tampak lebih cantik. Bibirnya mengenakan lip gloss tipis. Hidungnya mancung. Seragamnya agak berantakan, tapi terlihat pas dikenakannya. Senyum menghiasi wajah cewek itu. Cewek itu Verin, mantannya Gino. Verin alias Verina Hartono.

Gino tersenyum tipis, membalas senyum cewek itu.

“Bolos nih?” tanya Verin.

“Ya iya lah. Kalo nggak bolos, aku nggak mungkin ada di sini,” jawab Gino.

Verin tersenyum manis. “Iya juga ya,” jawab Verin. Gino nggak membalas senyum Verin, cowok itu hanya terdiam. Sorot wajah mantannya itu mendung sekali. “Kamu kenapa sih?” tanya Verin penasaran.

“Nggak papa kok,” jawab Gino singkat.

Verin duduk di sebelah Gino menatap cowok itu dalam-dalam. Verin mendesah. Ternyata dia memang masih menyukai cowok itu. “Gara-gara Shanny dan Tamon, ya?” tebak Verin.

Gino menoleh ke arah Verin. Ternyata gosip memang telah menyebar dengan begitu cepat. “Gosipnya udah nyebar, ya?” tanyanya sinis.

Verin mengangguk. “Cepet banget nyebarnya.”

Gino tersenyum kecut. “Aku menyedihkan ya, Rin. Dulu kamu, sekarang Shanny,” ujar Gino.

“Maaf, Gi...”

“Aku udah maafin kamu,” jawab Gino.

Verin memang pernah nyakitin Gino dulu. Semasa berpacaran dengan Gino, Verin memang lebih dekat dengan kakak kelasnya yang naksir dia. Kedekatan itu nggak Gino permasalahkan. Sampai Gino melihat Verin dan kakak kelasnya itu jalan bareng. Begitu mengetahui hal itu, tanpa mendengar penjelasan Verin, Gino minta putus dari cewek itu.

Verin menyentuh tangan cowok itu. “Gi, aku dan Kak Calvin nggak ada hubungan apa-apa. Waktu itu kamu salah paham. Dia minta kutemanin beli kado buat adiknya. Kenapa sih dulu kamu nggak mau ngedengerin penjelasanku? Perlu kamu tahu, sampai sekarang pun aku masih sayang sama kamu, Gi,” kata Verin.

“Bohong! Setelah putus dariku, kamu kan langsung jadian sama Calvin sialan itu.”

“Aku nggak langsung jadian sama Kak Calvin! Waktu itu memang aku lagi patah hati, gara-gara kamu putusin. Lalu, Kak Calvin selalu datang dan menghiburku. Butuh waktu lama untukku suka sama dia. Akhirnya aku memang pacaran sama dia. Tapi endingnya, kita putus juga. Ternyata aku memang hanya suka sama kamu. Aku sama sekali nggak suka sama dia. Aku cuma kagum padanya,” jelas Verin.

Mata Gino terbelalak. “Kenapa kamu baru ngejelasin sekarang?” tanya Gino.

“Bukannya kamu yang nggak pernah mau dengerin penjelasanku?”

Gino menunjukkan sedikit senyum, sedikit menyesal. “Itu karena aku terlanjur kecewa sama kamu.”

“Kalo gitu, kamu mau nggak ngulang hubungan kita dari awal?” tanya Verin.

Cry Baby In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang