Tamon menatap Livi lekat-lekat. Cewek pujaannya itu memang cantik. Berbeda dengan Shanny yang liarnya setengah mati kayak kucing garong. Tamon sendiri heran, kenapa dulu dia sempat sedikit penasaran pada Shanny yang memang anak baru pindahan dari Surabaya. Wajah Shanny memang nggak secantik Livi, tapi lumayan manis, agak imut, apalagi kalau sudah tertawa, terlihat deh keimutannya.
“Hoi, Mon! Lagi ngeliatin siapa nih?” tanya Gino alias Gino Risnarto mengagetkan Tamon.
Tamon memandang keki Gino yang jelas-jelas menganggunya mengagumi Livi. “Rese lo, Gi!”
Gino memperhatikan dua cewek yang dilihat Tamon. “Oh, lagi ngeliatin si Shanny ya,” tebak Gino asal.
Tamon tersenyum dingin. “Mendingan aku mati daripada ngeliatin dia!”
Gino terkekeh geli. Padahal jelas-jelas dia tahu kalau Tamon naksir Livi, tapi tetap saja dia sengaja menggoda cowok itu. Apalagi kalau menyangkut Tamon dan Shanny, satu kelas juga tahu kalau mereka pasangan heboh.
Tamon tersenyum licik melihat tempat pensil Shanny tergeletak. Akhirnya dia bisa mengerjai Shanny lagi. Diambilnya tempat pensil itu.
“Gi, enaknya aku taruh mana?” tanya Tamon.
Gino melihat sekeliling kelas. Dilihatnya lemari buku yang harus naik kursi buat memasukan barang ke sana. “Di situ aja, Mon!” usul Gino.
Shanny mencari-cari tempat pensilnya, tapi tetap saja tidak ketemu. Satu dugaan terbesit di kepalanya, pasti ulah Tamon!
“Mon, mana dosgrepku?” tanya Shanny judes.
Tamon memandang cewek itu sambil menunjukkan senyum liciknya. “Petunjuknya di tempat yang paling tinggi,” jawab cowok itu singkat.
Shanny memukul pundak cowok itu. “Di mana?”
Wajah Tamon berubah penuh amarah. “Oo... Jadi udah mulai berani ya?” tanya Tamon sambil memulai memegang tangan cewek itu dan memplintirnya.
“Auww!!” jerit Shanny. “Sakit, Mon!”
“Lo duluan ya yang mulai! Minta maaf dulu!”
“Nggak!” erang Shanny sambil terus memberikan perlawanan. “Lepasin to, Mon! Sakit tau nggak!” pinta Shanny lagi.
“Nggak tahu!”
Shanny langsung ambil tindakan bodoh, diinjaknya kaki Tamon. Jelas Tamon nggak ngerasa sakit, tapi cewek itu tersenyum puas. “Kasih tahu nggak, Mon!” ancam Shanny.
Tamon balas menginjak kaki Shanny, membuat Shanny meringis kesakitan dan menahan tangis. “Petunjuknya di tempat yang paling tinggi!”
“Di mana?”
Tamon mengangkat kedua bahunya. “Nggak tahu tuh. Kan udah kukasih petunjuk.”
Shanny memandang tajam Tamon. “Kamu tuh memang kurang ajar! Dasar cowok nggak tahu malu!”
Shanny memang bener-bener bodoh. Lawannya itu cowok, nggak mungkin lah dia bisa menang. Apalagi cowok yang satu ini nggak takut menindas cewek. Mana bisa sih Shanny ngelawan? Langsung saja Tamon menginjak kaki Shanny berkali-kali, membuat cewek itu menjerit keras sekali. Tapi, Shanny yang memegang prinsip Ibu Kartini yang nggak nerima penindasan cewek, nggak mau tinggal diam. Langsung tangannya dengan sigap mencubit lengan Tamon. Tapi, apa daya, tangan Shanny langsung digenggam Tamon dan diplintir, membuat gadis itu sekali lagi menjerit keras.
“Sakit, Mon! Lepasin!” erang Shanny.
“Bilang ampun dulu!”
Shanny mendengus. “Nggak akan!”
Tamon menguatkan plintirannya, jeritan Shanny bertambah keras. “Cepet bilang ampun!”
“Nggak!”
Gino menghampiri Shanny dan Tamon. Dijawilnya pundak Tamon, membuat cowok itu kaget. “Lepasin dong, Mon. Kasian,” ujar Gino. Tamon pun melepaskan tangan Shanny begitu melihat kedipan mata Gino. Ya, itu berarti Gino punya rencana ngerjain Shanny. “Sha, mau tahu di mana dosgrepmu?”
“Di mana, Nor?” Shanny memang memangil Gino, Ginor. Gara-gara cowok itu tasnya norak, jadi Gino norak = Ginor.
Gino menunjuk lemari buku.
“Di lemari?”
Tanpa menunggu jawaban Gino, Shanny langsung saja Shanny menuju lemari buku dan mencari dosgrepnya. Tapi, nggak ada!
“Nggak ada, Nor,” gerutu Shanny.
Gino tertawa kecil. “Tentu aja nggak ada lah, Sha. Kan aku nggak bilang di dalam lemari.”
Shanny memandang Gino bingung. “La trus?”
“Di atas lemari, geblek!” sahut Tamon.
Mulut Shanny ternganga lebar. Oh My God! Dia dikerjain lagi! Shanny langsung mengambil kursi dan naik ke atasnya untuk mengambil dosgrepnya. Terang dia ketakutan roknya kebuka, lalu celana dalamnya yang berwarna putih terlihat, langsung ditutupinya roknya. Shanny tersenyum lega begitu tangannya telah menyentuh dosgrepnya.
“Sha, celanamu putih ya!” tebak Gino.
Mulut Shanny terbuka lebar. “Dari mana kamu tahu?”
Gino membuka HPnya, ditunjukkannya foto berwarna putih! Spontan tangan Shanny berusaha mengambil HP itu, tapi refleks Gino lebih hebat dari Shanny.
“Sialan lo!”
Gino dan Tamon tersenyum licik.
“Semua! Nyalakan bluetooth!” ujar Tamon.
“Heh, yang bener aja kamu, Mon!” protes Shanny.
Senyuman licik Tamon bertambah lebar. “Bilang ampun dulu!”
Shanny menunduk-nunduk menyembah Tamon. “Iya, iya, ampun...”
“Bagus-bagus...”
“Ada apaan sih, Mon?” tanya Ricko, teman baik Tamon juga yang sama-sama jahilnya.
“Mau nggak, Ko? Foto celana dalamnya Shanny!” jawab Tamon dengan volume suara super keras, sengaja untuk membuat seluruh kelas tahu.
Langsung lah cowok-cowok mesum kelas itu ribut banget, minta foto itu di bluetooth-kan. Sedangkan Shanny hanya bisa menganga sambil memohon-mohon Tamon buat nggak ngirimin foto celana dalamnya. Bagaimana dengan yang lainnya? Mereka tertawa cekikikan dengan santai, bagi mereka Tamon dan Shanny itu hiburan alias pertunjukkan komedi. Livi, yang katanya teman baiknya Shanny pun nggak membantu Shanny, malahan ikut menonton komedi yang berperan utama Shanny dan Tamon.
Tamon mengangkat kedua alisnya, merendahkan Shanny. Jelas itu membuat Shanny emosi, tapi dia menahan diri, kalo nggak fotonya pasti tersebar. “Memangnya apa sih yang mau dilihat dari dia?” tanya Tamon sambil mencermati tubuh Shanny. “Triplek gitu! Rata,” lanjutnya sambil terkekeh mengejek.
Triplek? Ya, itulah julukan Shanny yang didapatnya dari Tamon. Kurang ajar! Sekelas jadi riuh. Foto itu sebenarnya bukan foto Shanny, kebetulan aja tadi si Gino lihat kalo celana dalam Shanny warnanya putih. Sengaja Gino memfoto kertas putih dan berpura-pura kalo itu foto celana dalamnya Shanny yang memang putih polos. Jelas itu berhasil, karena memang si Shanny itu bodoh dan gampang ditipu. Tentu aja sekelas udah tahu, kecuali Shanny yang tertipu mentah-mentah.
“Mon, kirim!” pinta Ferdy.
Tamon memasukkan HPnya ke kantong celananya. “Nggak, ini senjataku buat ngancem dia,” jawab Tamon singkat.
![](https://img.wattpad.com/cover/3285640-288-k500525.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Cry Baby In Love
Teen FictionShanny berpikir pindah di sekolah baru, dia bisa memulai hidup baru yang damai. Sayangnya, ada Tamon, cowok yang selalu mengerjai Shanny. Di mana mereka bertemu, di sana juga ada percekcokan. Saking jahatnya, Tamon sering membuat Shanny menangis! Ar...