Seperti biasa, Shanny langsung menuju ke tempat rahasianya, toilet angker. Tangisnya tak tertahankan. Bisa-bisanya Livi mendorongnya sampai seperti itu. Ini bukan main-main lagi. Livi serius. Apa sebenarnya kesalahannya? Seharusnya Shanny yang marah ke Livi karena membohonginya, tapi kenapa?
Shanny menghapus butir-butir air mata yang telah membasahi wajahnya. Shanny malu banget. Sekarang masih jam istirahat, jelas saja koridor penuh dengan anak-anak SMA. Melihat sepasang kekasih sedang bermesra-mesraan, Shanny teringat Tamon. Kenapa cowok itu nggak datang? Kenapa cowok itu malah nggak ada di saat dia membutuhkannya? Apa itu berarti Tamon bukan jodohnya?
BRUKK!
Shanny menabrak tembok. Terang saja, dia membuat semua orang yang ada di sana memperhatikannya. Shanny memegangi kepalanya yang terasa sakit. Ya ampun, dia sial banget. Udah jatuh, ketimpa tangga.
"Shanny?"
Mendengar ada yang memanggilnya, Shanny memutar badannya mencari orang itu. Gino!? Kenapa malah cowok itu? Apa Gino jodohnya?
"Hai, Gi," sapa Shanny.
"Kamu kenapa sih? Kok bisa-bisanya nabrak tembok?"
Shanny meringis kesakitan. Dia memegang-megang tembok itu. "Aku mau ngecek, seberapa kerasnya tembok ini."
Gino tertawa. "Ngecek pake kepala?"
Shanny mengangguk pasrah sambil memegangi kepalanya yang nyut-nyutan.
"Lalu gimana? Keras nggak?"
"Keras banget deh, sama tulang kepalaku kayaknya masih kerasan ni tembok," jawab Shanny.
Gino memberantaki rambut Shanny gemas. "Sha, kamu mau ke mana nih?"
"Ada deh. Bye, Gi."
Gino tersenyum memandang kepergian cewek itu. Gino tahu cewek itu akan ke mana, sebenarnya dia tak perlu tanya. Hanya saja, dia masih nggak rela menyerahkan cewek itu ke tangan orang lain. Biar bagaimana pun Gino masih sayang padanya. Sayang, semuanya udah terlambat. Nasi sudah menjadi bubur.
Shanny tersenyum. Gino berhasil membuatnya melupakan segala kesedihannya dalam sekejap. Bahkan sekarang Shanny bisa tersenyum, tapi kenapa? Kenapa Shanny nggak merasa tenang? Apa harus memang harus Tamon?
Bel istirahat selesai berbunyi, tapi Shanny tak peduli. Bolos pelajaran apa salahnya? Toh, dia udah nggak dianggap ada. Shanny mengambil handphone di sakunya. Dengan cepat dia menekan nomor Tamon. Mendengar nada sambung di telinganya, Shanny tersenyum lega. Sayang, di reject.
"Tamon ngereject telponku? Sebenarnya ada apa ini? Apa Tamon juga menghindariku?"
Tangis Shanny pecah lagi. Padahal tadi segala kesahnya udah hilang. Gara-gara Tamon? Coba saja Shanny memilih Gino, pasti dia bisa tersenyum kayak tadi. Tapi, cinta memang nggak isa dipaksakan.
Shanny menghapus air matanya, bukan di sini dia harus menangis.
Shanny terperangah melihat apa yang dilihatnya sekarang. Toilet angker itu nggak lagi terlihat angker, bahkan sama sekali tak terlihat suasana mistis yang menjadi sumber ketakutan para siswi.
Lampu yang biasanya selalu redup, menyala dengan terangnya. Seakan bukan toilet, tempat itu berhiaskan bunga mawar putih yang begitu cantik. Sebelas buket dengan sebelas bunga tiap buketnya. Begitu cantik dan menawan.
Shanny mengambil sebuah buket. Diciumnya bau harum dari bunga itu. Shanny tersenyum, semua beban di hatinya serasa terbang menjauh. Shanny membuka kartu di dalam buket bunga itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/3285640-288-k500525.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Cry Baby In Love
Teen FictionShanny berpikir pindah di sekolah baru, dia bisa memulai hidup baru yang damai. Sayangnya, ada Tamon, cowok yang selalu mengerjai Shanny. Di mana mereka bertemu, di sana juga ada percekcokan. Saking jahatnya, Tamon sering membuat Shanny menangis! Ar...