Livi memang hebat! Dalam waktu sehari saja, dia berhasil menyebarkan gosip kalau Shanny dan Tamon jadian! Gosip ini memang tidak terlalu menghebohkan. Soalnya, gosip ini cuma lanjutan gosip ciuman Shanny dan Tamon alias sekuel gosip. Para pendengar yang menunggu lanjutannya, pasti cukup puas dari gosip terbaru ini.
Nah, Gino termasuk menjadi salah satu pendengar setia. Cowok itu begitu mendengar desas-desus yang mulai menyebar itu, dia langsung panas. Marah? Pasti lah. Kecewa? Pasti lah. Sedih? Pasti lah.
Meski begitu, Gino tetap berusaha memasang wajah ceria. Dia memasuki kelasnya yang sedang riuh membicarakan Shanny dan Tamon. “Ada apa nih pagi-pagi?” tanya Gino penasaran.
“Gi, gila lho! Mantan lo udah jadian ma Tamon!” sahut Ferdy.
Gino mengepalkan tangannya kuat-kuat menahan emosinya yang meluap-luap. “Hah? Oh jadi udah jadian? Mereka emang cocok sih.” Gino menanggapi santai di luarnya, padahal di dalamnya dia udah emosi berat.
“Cocok banget...” Ricko menimpali. “Bener nggak?”
“Iya. Setuju!” sahut Diya. “Mereka memang cocok banget. Gi, sorry lo. Bukan bermaksud nyinggung atau bilang kamu nggak cocok ma Shanny (meski memang begitu kenyataannya menurut Diya), tapi mereka memang cocok.” Diya langsung memberi penghiburan pada Gino yang raut mukanya udah berubah.
Gino yang marah besar, menunjukkan wajah cerianya lagi. Meski sangat dipaksakan dan itu terlihat jelas. “Aku tahu kok, Di. Mereka memang cocok. Aku dan Shanny kan bagaikan langit dan bumi. Lagian, aku nggak pernah serius sama dia. Bandingin aja Shanny ma Verin, beda jauh, kan? Langit dan bumi! Mana mungkin aku suka beneran sama Shanny?” katanya lalu tertawa.
BRUKK!! Sebuah tas terjatuh, membuat seisi kelas yang menoleh ke arah asal suara.
Sang tokoh utama berdiri di sana, mungkin cukup lama untuk menguping perkataan Gino. Mata sang tokoh utama gosip itu basah, air matanya juga membasahi pipinya. Dia menatap Gino dengan tatapan tidak percaya.
Gino menatap Shanny tajam, seakan tidak mempedulikan gadis itu. Tapi, sebenarnya dia peduli, sangat peduli. Namun, kemarahan dan kekecewaannya pada Shanny mengalahkan rasa pedulinya. Semua perkataannya ke Diya memang bohong. Shanny mungkin mempercayainya sehingga cewek itu menangis. Apakah itu berarti kalau Shanny lebih menyukainya daripada Tamon? Tapi, Gino nggak banyak berharap. Atau lebih tepatnya, dia takut untuk berharap. Takut kalau ternyata semuanya nggak seperti apa yang dia harapkan.
Shanny meninggalkan kelas. Dia berlari sekencang-kencangnya menuju toilet. Tasnya yang terjatuh ditinggalkannya. Air matanya terus mengalir. Tangannya gemetaran. Giginya bergetar. Hatinya terasa sakit sekali, kecewa.
Padahal, Shanny dan Tamon sudah bersiap menjalankan akting balas dendam. Tapi, dia malah mendapat kejutan lain yang sangat-amat menyakitkan. Shanny mengambil handphone di kantongnya, dipencetnya nomor Livi dan ditelponnya temannya itu.
“Livi...” Suara Shanny yang bergetar memanggil Livi.
Livi yang mendengar suara serak itu jadi bingung. “Kamu kenapa, Sha? Nangis?”
“Vi, kamu belum datang?”
“Jalanan macet. Bentar lagi nyampe. Kamu nangis?”
Shanny tidak langsung menjawab pertanyaan Livi, dia terus terisak. “Hiks… iya,” jawabnya akhirnya.
“Kenapa?”
Shanny duduk di depan toilet, sendirian. “Gino, Vi. Dia mainin aku. Dia bilang dia sama sekali nggak pernah suka ma aku. Dia nganggep aku pelampiasan. Pengganti Verin! Dia bahkan bilang aku dan Verin seperti langit dan bumi, aku nggak pantas untuknya.” Shanny bercerita dengan suara yang makin lama makin serak. “Sakit banget, Vi.”

KAMU SEDANG MEMBACA
Cry Baby In Love
Roman pour AdolescentsShanny berpikir pindah di sekolah baru, dia bisa memulai hidup baru yang damai. Sayangnya, ada Tamon, cowok yang selalu mengerjai Shanny. Di mana mereka bertemu, di sana juga ada percekcokan. Saking jahatnya, Tamon sering membuat Shanny menangis! Ar...