ZHOUHAE

1.7K 107 16
                                    

Zhoumi, seorang ayah muda berusia 35 tahun masih terus perupaya membuat sang buah hati tertidur. Ia terus menepuk-nepuk pantat bocah berusia 6 tahun itu perlahan. Setelah kejadian yang tak mengenakkan sore tadi, Zhoumi enggan meninggalkan sang putra barang sedetikpun. Padahal sudah ada Ahn ahjumma yang sedari tadi turut menunggui sang tuan muda dan berdiri agak jauh dari ranjang bocah itu, mengawasi setiap pergerakannya dengan raut khawatir pula.

Donghae, bocah itu masih berusaha menutup matanya lekat meski cengkeraman kuat masih ia berikan dibaju bagian depan sang appa.

Matanya masih bergerak resah dengan ujung mata telah basah oleh air mata. Ia terlampau takut setelah terkunci di kamar mandi sekolah selama lebih dari 6 jam. Dan parahnya lagi, Zhoumi baru menyadarinya setelah ia pulang dari kantor pukul 9 malam tadi.

Hiks ...

Isakan kecil bahkan masih sesekali terdengar dari mulut mungil Donghae. Zhoumi yang tak tahan dengan sikap sang putra, berusaha membangunkannya, ia ingin menanyakan perihal apa yang membuat sang putra menangis hingga kini.

“Donghae-ya, waeyo? Kenapa kau masih menangis, eoh? Apa ada sesuatu yang mengganggumu?” Tanya Zhoumi dengan nada lirih. Ia menyibak poni Donghae yang sudah basah oleh keringat. Ia juga mengecup kening itu, membuat Donghae membuka matanya perlahan.

“Appa …” balasnya sambil semakin mengeratkan pelukannya pada ayahnya. Sontak, Zhoumi-pun membalas pelukan itu.

“Waeyo? Ceritakan pada appa,” bujuk Zhoumi, masih tetap mengusap kepala sang putra sayang.

“Aku takut, appa, ada hantu yang mengunciku di kamar mandi,” isak Donghae dengan mendongakkan kepalanya menatap wajah ayahnya.

Zhoumi mengerutkan keningnya, siapa yang menakut-nakuti Donghae dengan hal-hal seperti itu? Donghae memang sangat penakut, terlebih mengenai hantu.

“Siapa yang mengatakan hal itu, hae?” selidik Zhoumi masih diliputi banyak pertanyaan.

“Teman-teman hae di sekolah yang mengatakannya, appa,”  balas Donghae sambil menghapus buliran air matanya lagi.

“Lalu, siapa yang menguncimu di dalam kamar mandi? Bukankah Seung yoon eomma sudah menjemputmu tadi, huh?” Kali ini  Zhoumi langsung keduduk permasalahannya.

“Ani ...” jawab Donghae, ia menggeleng perlahan sembari menatap ayahnya dengan manik polosnya. Seung yoon memang tak menjemputnya, bahkan ia menunggu di sekolah sangat lama hingga membuatnya akan menangis. Hingga seorang satpam mendapatinya menangis di dalam kamar mandi yang terkunci dari luar, lalu mengantarnya pulang saat malam tiba.

“Aku takut, appa, ada seseorang yang menyeretku ke dalam kamar mandi,” isak Donghae tertahan, membuat Zhoumi kembali merengkuh sosok putra kecilnya.

Sementara Zhoumi hanya bisa menghela nafas putus asa. Bagaimana bisa Seung yoon membohonginya perihal masalah ini. Baru kali ini ia meminta Seung yoon untuk menjemput Donghae, tapi yeoja yang akan dinikahinya itu sudah membuat masalah dan berakhir fatal seperti ini.

Agaknya, Zhoumi mulai meragukan ketulusan Seung yoon untuk menjadi ibu bagi Donghae.

“Tak ada hantu, hae, appa disini, tidak akan ada yang berani menyakitimu, arraseo? sekarang, hae harus makan dulu, hum? Hae belum makan siang dan makan malam, kan?” tukas sang appa menyudahi ajang menginterogasinya, pikirannya kini hanya tertuju pada sosok wanita yang sebentar lagi akan menjadi ibu tiri Donghae.

“Ahjumma, ajak Donghae makan,” pinta Zhoumi kemudian, sambil membantu sang putra mendudukkan dirinya.

Ahn ahjumma yang sedari tadi berdiri tak jauh dari sana, berlari kecil kearah Donghae yang sudah mengulurkan tangannya pada Ahn ahjumma, ingin segera digendong.

STORIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang