HAERY

1.5K 118 9
                                    

BRUGH

“OMO! Siapa namamu?”

“Do-Donghae …”

“Donghae?”

“Ne, ahjumma …” Anak itu mulai berontak ketika wanita itu masih terus memegangi lengannya seakan tak mau melepas, bukannya menuruti permintaan Donghae untuk segera membebaskannya, tingkah lucu Donghae justru membuatnya gemas seketika.

“Omona, lucu sekali, kenapa kau berlari, eoh? Ada yang mengejarmu?” Tanyanya lagi, sambil terus menatap Donghae intens.

“Saya … saya ...” anak itu masih menjejak-jejakkan kakinya diatas tanah, ia ingin segera berlari lagi, tapi tangan wanita itu masih menahannya.

“Euhm?”

“Saya …”

“Dimana orang tuamu, huh?”

Anak itu hanya menatap sedih pada wanita didepannya setelah mendengar pertanyaannya, membuat wanita cantik yang tengah menggendongnya hanya bisa mengusap kepalanya pelan, seakan berhasil menyimpulkan suatu kesedihan atas diamnya bocah tersebut.

“Kau sudah tidak memiliki orang tua, huh?” Tanyanya lagi, dengan tatapan penuh empati, ia mengelus pipi kurus sang bocah dengan lembut.

Sekali lagi, Donghae hanya manatap wanita itu dengan tatapan sendunya, tanpa ingin memberi jawaban.

Wanita cantik itu beralih menatap suaminya lekat, nampaknya ia tak perlu lagi mendengar jawaban Donghae mengenai orang tuanya. Dari raut sedih anak itu dapat ia simpulkan bahwa Donghae sudah tidak memiliki orang tua lagi.

“Chagi-ya, bagaimana kalau kita angkat dia sebagai anak kita? Nama itu …”

“Tapi, Henry pasti tidak akan setuju dengan keputusan ini. Lagipula, di dunia ini pasti banyak anak yang bernama Donghae,” sanggah lelaki disampingnya, membuat wanita yang adalah istrinya hanya bisa menghela nafas putus asa, lalu kembali berujar, bertanya, “entahlah, untuk urusan Henry, biarkan aku yang membujuknya nanti, sekarang kita ajak dia pulang dulu, ya?” ia meminta persetujuan.

Sang suami nampak berpikir sejenak, sebelum mengangguk menyetujui, "baiklah."

Donghae hanya bisa pasrah tubuh kecilnya dibawa oleh dua orang dewasa yang tak dikenalnya. Lebih baik ia mengikut saja pada dua orang tersebut yang menurutnya baik. Bahkan wanita yang masih terlihat cantik itupun tak hentinya menciumi pipinya gemas.

Dari kejauhan, dapat dilihatnya beberapa orang yang tadi mengejarnya, kebingungan sembari mengatur nafas.

Melihat siluet tersebut, Donghae segera beringsut merebahkan kepalanya pada bahu wanita itu agar wajahnya tertutupi.

“Aku rasa kau lebih manja dari Henry, chagiya,” ucap wanita itu sembari tersenyum, setelah mendapati Donghae tengah bermanja dibahunya. Sedangkan sang suami hanya bisa mengusap helaian kusut Donghae.

“Yeobo, kita pulang saja,” putusnya kemudian, lantas segera berjalan menuju mobil.

“Tapi kau bilang kita akan berbelanja?”

“Ah, aku rasa, lebih baik besok saja sekaligus membawa anak-anak kita, mereka akan senang,” ucapnya, sambil mencubit pelan pipi Donghae.

Nampaknya wanita yang bernama Chae Rim tersebut sudah tak sabar untuk segera membawa Donghae pada Henry.

“Baiklah.”

***

Tak berapa lama, mereka sampai di kediaman keluarga Kim. Jarak antara Gwanghwamun plaza dan Insa-dong memang tak terlalu jauh. Segera saja ketiganya memasuki rumah bergaya klasik tersebut.

STORIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang