WOOKHAE

1.5K 121 13
                                    

“Apa kau menyukai mainanku, Wooki-ya?”

Ryeowook terlihat menghentikan aktivitasnya sejenak demi memandang sang hyung, “euhm, aku menyukainya hyung, kau mendapatkannya dari mana? Dari appa?” Tanya Ryeowook, ia memandang sang hyung yang masih berdiri dihadapannya dengan masih menunjukkan sebuah mainan mobil-mobilan kecil yang seperti baru.

Ryeowook yang masih disibukkan dengan tugas sekolahnya, menghentikan aktivitasnya sejenak setelah mendapati sang hyung yang berdiri didepannya dengan memperlihatkan mainan bagus itu.

Donghae, sang hyung, menggeleng perlahan, “ani, aku tidak mendapatkannya dari appa. Tapi dari hyungku,” jawabnya bangga.

Ryeowook mengerutkan kening mendengar jawaban itu “kau bertemu dengannya lagi hyung? Dimana?” Tanya Ryeowook heran, pasalnya ia tak melihat Donghae keluar rumah hari ini, selain ke sekolah, itupun mereka selalu bersama jika untuk berangkat dan pulang sekolah. Jadi tak salah juga jika ia mempertanyakan hal itu.

“Ryeowook-ah … Donghae-ya … cepat kemari, kita makan malam dulu,” seru seorang wanita dari arah dapur, letak dapur memang hanya beberapa langkah saja dari tempat Ryeowook-Donghae berbincang di ruang tamu, jadi suara nyaring sang eomma pastilah terdengar oleh keduanya.

Wanita berusia 36 tahun itu terlihat berjalan sedikit tergesa lantaran ia terlambat menyiapkan makan malam, ia baru saja pulang kerja, pekerjaan yang belum selesai terpaksa membuatnya mengambil lembur.

Oleh sebab itu, ia memasak seadanya, hanya sebatas telur ceplok dengan sandwich yang sengaja dibelinya ketika di pantry kantornya. Segelas susu cokelat dan putih sudah tersedia disana. Kedua putranya memang menyukai rasa susu yang berbeda, bahkan tak hanya susu, hal sekecil apapun pasti tak akan pernah sama, dan seperti tak menginginkan sebuah persamaan.

“Ne, eomma,” balas Donghae sambil berlari kecil menuju ruang makan, ia segera menyeret kursinya untuk ia duduki, manik sendunya menatap makanan yang masih hangat itu, eomma Kim rupanya menghangatkan sandwich itu terlebih dahulu, memanggangnya sejenak, hingga membuat roti yang semula putih itu sedikit berwarna kecokelatan.

Dengan langkah tenang, Ryeowook mulai mengambil tempatnya juga, lalu menyambar segelas susu putih, dan meneguknya perlahan.

“Kau bisa makan dengan hati-hati hyung, tidak usah tergesa seperti itu,” ucap Ryeowook mengingatkan, setelah mendapati sang hyung sudah menyantap makanannya rakus, seperti biasa.

Mendengar teguran itu, Donghae hanya bisa tersenyum simpul, lalu memelankan ajang makannya. Hanya tersisa secuil sandwich memang, tapi agaknya ia ingin menghargai perhatian Ryeowook padanya, oleh karena itu, ia memelankan cara makannya meski hanya tinggal satu suapan saja.

Eomma Kim tersenyum kecil, ia melihat kearah piring Ryeowook yang masih sedikit tersisa, “kau ingin sandwichnya lagi, Ryeowook-ah?” tanyanya  manis pada sang bungsu. Ryeowook hanya menggeleng, kemudian ia kembali mengunyah sandwich yang tersisa itu perlahan.

“Eomma, bolehkah aku meminta sandwichnya lagi?” Tanya Donghae antusias, ia memang doyan makan. Piringnya juga sudah kosong, satu potong sandwich dan segelas susu pastilah tak cukup untuk mengganjal perutnya yang sudah kosong sejak sore tadi, wajar jika ia memintanya lagi.

“Tidak, hae, ini untuk appa. Bukankah kau sudah memakan apel juga tadi?” tolak sang eomma. Ia justru membereskan beberapa piring dan gelas dari atas meja itu.

Untuk sesaat, Donghae kecewa atas penolakan itu, tapi sebisa mungkin ia menepis perasaan buruknya terhadap ibunya sendiri.

Maka ia hanya bisa mencoba memberikan raut yang memahami, tanpa ingin menginterupsi.

STORIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang