Part 17

1.3K 87 17
                                    

Yim Siwan, Pria itu memasuki pekarangan rumahnya dan memarkirkan mobil miliknya ditempat biasa. Yah, hari ini Pria itu kembali pulang ke rumahnya. Dengan langkah santai, maupun senyuman yang merekah di kedua sudut bibir Pria itu tak pernah menghilang.

"Selamat malam tuan, apa anda membutuhkan sesuatu?!" Ucap seorang pelayan Pria yang sudah cukup berumur dengan sopan seraya membungkuk hormat kepada sang majikan.

Siwan masih tetap tersenyum, entah mengapa hari ini menurutnya adalah hari yang paling membahagiakan. Ia membalas ucapan pelayan yang sudah ia anggap sebagai pamannya sendiri dengan santun. "Anni, Gwaenchana paman Jang! Oh apa Olaf sudah pulang?!" Balas Siwan dengan sopan kepada sang pelayan.

Pelayan itu pun mengangguk. "Ya.. Nona Olaf berada di kamarnya tuan! Baiklah jika anda membutuhkan sesuatu jangan sungkan untuk memanggil saya!"

Siwan tersenyum seperti biasanya ia sudah tahu tentang pelayan Jang, kemudian ia menepuk pundak pelayan Jang seraya tersenyum. "Baiklah aku akan ke kamar Olaf sekarang! Terima kasih paman!"

Tokkk... Tokkk... Tok....

"Laf!" Panggil pria itu dengan lembut seraya mengetuk kembali daun pintu yang tak kunjung terbuka. "Olaf.. apa kau sudah tidur?" Tanya pria itu sambil bersandar pada daun pintu.

Hingga 3 menit tak ada jawaban apapun dari dalam sana, membuat Siwan ingin kembali menuju kamarnya. Namun belum sempat ia berbalik dan melangkahkan kakinya. Daun pintu kamar Olaf pun terbuka.

"Oh You? What's wrong?" Ucapnya datar tanpa senyuman sama sekali.

Pria itu tersenyum mendapati jawaban sang sepupu. "Hei.. Do you have a problem huh?!" Balas Siwan dengan dengan santai sambil mengangkat sebelah alisnya dan tersenyum singkat.

Sedangkan Wendy memutar kedua bola matanya jengah melihat kelakuan sepupunya itu. "Huft... Siwan Don't distrub!" Balas Wendy acuh seraya kembali menutup pintu kamarnya.

Namun gerakannya terhenti saat sebuah lengan kekar menahan daun pintu kamar Olaf sambil tersenyum skartis. "Jangan jadi wanita bodoh hanya karena seorang pria!"

Mata Wendy membulat sempurna saat mendengar ucapan yang sepupunya itu keluarkan. "Apa maksudmu? Jangan-jangan kau menguntitku eoh?!" Balas Wendy ketus.

"Begini lah jika suasana hati seorang wanita jika sedang terluka, siapa saja akan menjadi sasaran kemarahannya!" Ada jeda sedikit sebelum Siwan meneruskan ucapannya. "Perjuangkan kembali apa yang sudah menjadi milikmu, jangan sampai orang lain mengambil apa yang sudah menjadi milikmu!" Ucapnya sebelum pergi meninggalkan kamar Wendy.

"Ada apa dengannya?" Ucap Wendy pelan sambil melihat punggung pria itu sebelum benar-benar menghilang, kemudian ia berteriak lantang. "Yak! Siwan apa kau menguntitku eoh?!" Teriaknya lagi dengan lantang.

Sedangkan pria itu hanya menyeringai saat sepupunya berteriak seperti itu padanya. Ia merogoh saku celana Jeans yang ia kenakan untuk mengambil ponselnya dan mengubungi seseorang diseberang sana. "Cari tahu secara detail apa yang terjadi diantara mereka!" Ucapnya sebelum benar-benar mematikan sambungan teleponnya pada seseorang di seberang sana.

.

.

.

.

.

.

Angin berhembus sangat kencang menerpa tirai kamar seorang gadis yang tengah bosan dan merasa jengah untuk memecahkan kesunyian pada Pagi hari. Dengan langkah malas gadis itu menuruni beberapa anak tangga dan memulai aktivitas sarapan paginya sendiri. Biasanya ia akan ditemani oleh Oppanya saat bangun pagi hanya sekedar untuk membuatkannya sarapan pagi. Tapi kali ini? Ia harus menyiapkan sarapannya sendiri. Itu semua adalah kemauannya untuk hari ini.

Love You Kill MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang