Good night! Sebenernya mau post di malam minggu tapi nggak jadi hehehe dibaca ya. Maafkan kalau ada typo bertebaran atau pemilihan diksi yang kurang 'pas'
Let's enjoy!
Memandangi langit adalah hobi favorit Kara sejak dulu—entah tepatnya kapan. Kata Dama, dia terlalu obsessed dengan langit. Sedih menatap langit, senang menatap langit, galau menatap langit, dan lama-lama Kara sendiri merasa bahwa dirinya jadi terkesan sok melankolis. Awalnya dia mengira bahwa hobinya ini hanya karena kecintaannya terhadap nama sendiri. Langithalita Fikara. Tapi kata mamanya, sejak dirinya mulai bisa berjalan dan mengenal sesuatu, dia senang memandangi langit bahkan Kara hanya bisa tidur setelah melakukan kesenangannya itu. Sayangnya dia tidak boleh terlalu lama berada di luar, jadi Papa menghias kamarnya seperti planetarium.
Di balkon ini, dia habiskan waktu memandangi indahnya langit sejak senja tadi. Dia jatuh cinta pada warna langit saat matahari terbenam digantikan bulan dan hamparan bintang. Sebenarnya sih dia sengaja berada di balkon seraya menunggu kedatangan tiga prajurit—eh apa pengawal?—yang akan menjemputnya.
Baru dibicarakan, lamat-lamat telinganya mendengar teriakan mamanya dari lantai dasar. Kara pun mengecek ke halaman. Baru sadar sudah ada jaguar hitam terparkir di sana. Setelah meraih tasnya, buru-buru gadis itu keluar.
"Kenapa lama, Sayang?" tanya Ify saat putrinya itu tampak di bawah tangga.
"Nggak sadar ada mobil masuk," jawab Kara sekenanya.
"Ya udah yuk langsung keburu kemaleman," imbuh gadis itu dengan satu tarikan nafas ketika sudah berdiri di samping mamanya.
"Ya udah, Tante. Kami pamit sekalian ijin ajak Kara," pamit Dama.
Ify menganggukkan kepala. "Hati-hati ya. Bawa mobilnya jangan ngebut-ngebut."
Dama mengangguk hormat, begitu pula dengan Andra dan Biel. Entah kenapa, Dama memang dekat sekali dengan mamanya Kara ini. Bahkan akrab seperti mama sendiri.
"Pergi dulu, Tante," kata Andra dan Biel.
Kara pun menguntit ketiga pemuda itu setelah mereka bergantian mencium tangan Ify. Wanita yang masih nampak cantik meskipun usianya semakin bertambah itu pun mengiringi kepergian putrinya bersama ketiga pemuda yang dikenalinya sedari mereka lahir ke dunia.
***
Bertahun-tahun mengenal ketiga pemuda ini, sepertinya membuat Kara hafal bahwa setiap kali jalan bersama mereka tidak memiliki tujuan yang jelas. Jadilah ketiganya berdebat mengenai tujuan mereka. Kesal karena tidak menemukan titik terang, Kara memilih menyimak.
"Udah gue bilang, kita tuh makan aja," kata Andra.
Dama yang menyetir menggelengkan kepala, "Nonton. Lagi ada film bagus tahu. Habis nonton baru makan."
"Nggak asik kali jalan di Mall. Basi," balas Andra.
Ah, ini sih memang karna Andra kurang suka di tempat ramai.
"Bukannya kita mau nonton akustikan?" timpal Biel.
Sebagai satu-satunya wanita di sini, Kara merasa ia yang seharusnya menentukan. Sayangnya dia tidak punya ide karena dia pikir sebelum menjemputnya tadi, mereka sudah merancang ke mana akan pergi.
"Ya udah, kita tanya Kara deh biar adil," putus Biel.
Dama dan Andra mengangguk setuju.
"Gimana, Sayang?" tanya Dama pada gadis yang duduk di sampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
K: Beautiful Sky [Compeleted]
Teen FictionSahabat jadi cinta sudah biasa. Musuh jadi cinta pun sudah biasa. Tapi, apa jadinya kalau sudah sahabatan sekaligus jadi musuh bebuyutan tapi akhirnya jatuh cinta? Sayangnya baik Dama maupun Kara tidak ada yang sadar. Kalau Dama gengsi dan seringkal...