Enjoy!
Sudah seminggu ini sosok pemuda yang biasanya menjadi penghidup suasana kelas menghilang, digantikan sosok yang seringkali uring-uringan tidak jelas. Billy yang sudah masuk kembali semenjak dua hari yang lalu pun terheran-heran menyaksikan sahabat sekaligus teman sebangkunya jadi berbeda. Tidak ada Dama si tukang iseng, tidak ada Dama si pelawak recehan. Manusia satu ini lebih banyak diam.
Tidak ada yang tahu penyebabnya. Bahkan, Dama sendiri tidak mengetahuinya. Yang jelas, akhir-akhir ini dia menyaksikan Kara dan Virgo yang semakin lengket. Kemana-mana selalu bersama bahkan kemarin Kara sengaja datang menonton Virgo berlatih anggar. Dan semua itu membuatnya sesak. Seolah tak cukup membuat gemuruh di dadanya pada jam sekolah, Virgo pun masih harus main ke rumah Kara.
“Lo kenapa sih, Dam? Gue melewatkan sesuatu ya?” tanya Billy prihatin.
Keadaan pemuda itu sudah jauh lebih baik setelah kepergian ayahandanya tercinta. Dama, dia menoleh kemudian menggeleng frustasi. Sudah dia bilang, dia pun tidak mengerti.
“Lo kudisan? Panuan? Korengan?” ceplos Billy membuat pemuda itu menautkan kedua alisnya.
“Sejak gue masuk lagi, nggak pernah sekalipun gue lihat lo ngisengin Kara lagi. Kata lo, kalo elo nggak ngisengin dia yang ada malah kudisan, panuan, korengan—“
“Bil,” potong Dama cepat.
Billy melempar tatapan bertanya.
“Gue bener-bener nggak mood ngomongin dia,” kata Dama jujur.
“Dan please, lo jangan bikin gosip macem-macem. Cukup Kefan aja yang sok tahu. Serius, gue nggak ada mood sama sekali,” lanjutnya sungguh-sungguh.
Awalnya Billy tak mengerti. Dia memang membutuhkan waktu lama untuk mencerna ucapan Dama, sampai pada akhirnya pemuda itu menemukan secercah kejelasan. Bola mata berwarna cokelat itu bergerak liar mencari sosok yang dibicarakan. Ketemu. Ah, ini sudah kesekian kalinya dia menyaksikan perubahan pada Kara. Ya, gadis itu. Billy terkikik geli. Jika Kara berubah jadi sangat ceria, Dama justru sebaliknya.
Sadar atau tidak, di mata Billy, Dama dan Kara adalah satu-kesatuan. Mungkin terkadang mereka tampak berlawanan tapi yang sesungguhnya mereka selalu bersisian.
“Kenapa emang sama Kara? Dia udah dapet tameng buat menangkal keisengan lo?” pancing Billy membuat Dama mendelik.
“Udah gue bilang jangan ngomongin dia,” kesal Dama.
“Jadi anehnya elo ada hubungannya sama dia?” tanya Billy mengalah dengan tidak menyebut nama Kara secara gamblang.
Dilihatnya pandangan Dama terarah pada gadis itu. Billy terkesiap menyaksikan kilatan kecemburuan di sana. Ketika ia mengikuti arah pandang sahabatnya, ternyata ada seorang pemuda yang sepertinya menjemput Kara untuk pergi dari kelas. Kalau tidak salah, pemuda itu sempat beberapa kali kemari.
“Tau dah!” sengit Dama lalu membuang muka.
Billy mengulum senyum. “Mending keluar yuk! Gue laper banget.”
“Nggak ah,” tolak Dama.
“Pokoknya ayo!”
Terpaksa Dama mengikuti langkah Billy dengan gontai. Sesampainya di kantin, dia justru bertemu dengan Kara dan Virgo.
“Pesen apa?” tanya Billy.
“Es teh tawar,” jawab Dama.
“Setawar kisah cinta lo ya?” gurau Billy dengan seringaian lebar. Dama sudah siap melempari sahabatnya itu dengan kotak tissue, buru-buru Billy menghindar sebelum kotak itu benar-benar mendarat mengenai dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
K: Beautiful Sky [Compeleted]
Teen FictionSahabat jadi cinta sudah biasa. Musuh jadi cinta pun sudah biasa. Tapi, apa jadinya kalau sudah sahabatan sekaligus jadi musuh bebuyutan tapi akhirnya jatuh cinta? Sayangnya baik Dama maupun Kara tidak ada yang sadar. Kalau Dama gengsi dan seringkal...