Enam Belas

1K 85 0
                                    

“Jadi, rencana lo apa?” cetus Biel mengalihkan perhatian.

Dama mendesah kasar lalu menggeleng, “Belum tahu. Lo?”

“Belum tahu juga. Kenapa sih cewek itu ribet? Kenapa mereka butuh hak kepemilikan disaat kita merasa nggak membutuhkannya?” tanya Biel dengan intonasi tinggi.

Sebenarnya Dama dan Andra ingin tertawa, tapi mereka menahannya mati-matian. Bagaimana tidak? Biel yang dulunya dengan mudah menggait wanita-wanita berkelas justru jatuh cinta pada Fany, perempuan galak yang akhir-akhir ini memberi kode keras supaya Biel cepat-cepat memberinya kejelasan seperti apa hubungan yang keduanya jalani. Sampai pada akhirnya, Fany mulai malas membalas chat-chat yang dikirim Biel dan membuat lelaki itu mendumel setiap chat-nya hanya dibaca.

“Gue sama dia udah sama-sama. Nggak bisa gitu dia mengerti kalau gue selalu di sampingnya berarti gue miliknya?” imbuhnya gusar.

Sedari dulu, Biel memang tidak pernah mau terikat dengan perempuan manapun. Mereka hanya dekat, menjalani hubungan tanpa status, kemudian ketika bosan keduanya saling berhenti menghubungi.

Sejurus kemudian helaan nafas Andra terdengar, membuat kedua sahabatnya yang sama-sama lebih muda darinya kompak menoleh.

“Lo tahu? Cewek itu nggak bisa berbagi sesuatu yang dicintainya. Makanya, mereka butuh status yang jelas. Kalau cinta ya nyatain, kalau enggak jauhin,” ceplos Andra yang langsung mendapat protesan dari keduanya.

Entah mengapa Dama merasa perlu ada di pihak Biel.

“Tapi kan ada atau enggaknya status, gue tetep cinta,” kukuh Biel.

Andra mengangguk, “Gini. Kita belajar dari kasusnya Dama sama Kara. Lo tahu kan status mereka apa?”

Dama hendak memprotes karna dirinya dijadikan bahan contoh. Sayangnya Biel terlanjur mengangguk. Kedua lelaki itu tak mengindahkan raut sebal di wajahnya.

“Sekarang Kara sama cowok lain. Bisa dia tiba-tiba datengin Kara sama Virgo cuma dengan alasan cinta? Jelas enggak. Biar gimanapun, antara Kara sama Dama saat ini cuma sebatas sahabat sedangkan Virgo udah selangkah di depan,” jelas Andra menciptakan kegusaran mendalam bagi Dama.

Diam-diam Andra tersenyum menyaksikan pendar di wajah Dama meredup kembali. Pemuda itu tidak pernah tahu bahwa sebenarnya Kara pun kehilangan. Dia ingat sekali apa yang diucapkan Kara padanya semalam.

“Dulu gue selalu berharap Dama jauh dari hidup gue supaya gue nggak kena sial. Sekarang, disaat Tuhan mengabulkan doa gue, kenapa gue justru menyesal ya, Ndra?”

***

Jauh. Mungkin satu kata itu yang dapat melukiskan Kara dan Dama saat ini. Dulu, rasanya menjauhi Dama hanyalah sekedar angan-angan. Nyaris setiap hari dia dibuat kesal oleh pemuda itu, tapi disaat itu juga dia dibuat bahagia hanya karena berhasil membalas perbuatan isengnya. Jadi, jauh dari Dama hanyalah sebuah wacana. Bukan untuk direalisasikan. Dan kini, tanpa diminta semuanya justru direalisasi. Kara, gadis itu mendesah berat seraya memandangi langit yang sudah berwarna jingga. Tanda bahwa sebentar lagi akan berganti malam.

Kara tidak tahu haruskah dia bahagia atau justru sebaliknya. Nyatanya, hatinya membantah bahwa dia bahagia. Tidak. Dia tidak pernah benar-benar ingin jauh dari Dama. Ucapannya pada saat di rumah sakit pun sekedar pelampiasan atas kemarahannya.

Gadis itu menundukkan kepalanya dalam-dalam. Langit yang biasanya mampu mengubah suasana hatinya yang dirundung kegalauan ternyata tak berimbas apa-apa. Sudah tiga  minggu ini dia rutin melakukan aktivitas yang sama, tapi hatinya tak juga berhenti dilanda kegelisahan. Harusnya dia senang karena semakin hari Virgo semakin dekat dengannya. Tapi, mengapa otaknya justru bekerja untuk mengingat Dama?

K: Beautiful Sky [Compeleted]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang