“Loh, Kara mana?” tanya Fany bingung.
Dia dan Biel baru saja kembali. Begitu membuka pintu, yang mereka dapati justru sosok Dama yang meringkuk sambil menelungkupkan kepalanya. Jemari pemuda itu bergerak menjambak rambutnya sendiri. Dama tampak kacau.
“Dam, lo sama Kara kenapa?” tanya Biel.
Dama mengangkat kepalanya, menatap tepat ke arah bola mata Biel yang tampak khawatir. Selanjutnya pemuda itu menghembuskan nafas kasar.
“El,” cicitnya membuat Biel mendekat.
“Gue jatuh cinta sama Kara,” lanjut Dama frustasi.
Secara refleks Biel membuka bibirnya. Dia terperanjat dengan pengakuan sahabatnya. Di belakangnya, Fany sama terkejutnya. Dia tidak pernah menduga bahwa pemuda yang selama ini setia menjahili Kara justru menaruh hati pada gadis itu. Kemudian Fany teringat mengenai sosok yang akhir-akhir ini menemani hari-hari Kara. Jadi, ini alasan mengapa Dama berubah?
Lain hal dengan Biel, dia sudah menduga sejak lama. Akan tetapi, mendengarnya secara gamblang ternyata tetap membuatnya terperangah. Biel dan Andra memang sudah mengantisipasi sedari dulu. Untuk itu keduanya seringkali berusaha menyadarkan Dama akan perasaannya melalui sentilan-sentilan kecil, tapi Dama justru bersikukuh menyangkalnya.
“Are you okay?” tanya Biel.
Dama menggeleng lemah, “Sekarang dia marah besar sama gue, El. Dia pergi. Bahkan berharap gue nggak pernah ada di hidupnya. Gue harus gimana?”
“Gue beneran nggak paham. Coba lo ceritain,” titah Biel.
Disaat seperti ini, Fany ingin sekali menyumpal mulut Biel yang kelewatan. Dia mengerti bahwa Biel memang tidak mengetahui keseluruhan ceritanya. Akan tetapi, tidak bisakah pemuda itu membiarkan Dama menata hatinya terlebih dahulu? Bukan malah menyuruh menceritakan kronologi kejadiannya.
“Dia lagi deket sama cowok namanya Virgo. Dan gue... gue bilang ke dia kalo Virgo brengsek. Dia nggak percaya dan akhirnya...” ucapan Dama terputus.
Fany dan Biel langsung bisa menebak apa yang terjadi selanjutnya.
“Sejak kapan lo cinta sama Kara?” tanya Biel lagi.
Dama menarik nafas panjang, “Sejak...”
Pemuda itu lantas termangu. Tak dapat menjawab.
“Nggak tahu kan? Yang lo tahu, lo nyaman sama dia. Lo terbiasa sama kehadirannya. Lo nggak mau dia terluka, lo ingin selalu menjaga dan bikin dia bahagia. Sampai pada akhirnya lo sadar betapa dia berharga, dan rasa cinta lo itu nggak ada gunanya karena dia udah bahagia sama orang lain,” cecar Biel berhasil membuat Dama mengatupkan bibirnya.
“Biel!” sentak Fany.
Biel menelengkan kepala, lalu tersenyum miring.
Sementara itu, Dama sibuk meresapi apa yang diucapkan oleh sahabatnya. Biel benar. Dia tidak pernah tahu kapan tepatnya dia menaruh hati untuk Kara. Mungkin hari ini, mungkin saat Virgo hadir di hidup Kara, mungkin juga ketika dia masih berwujud anak kecil yang suka sekali menyemprotkan senapan air ke arah Kara hingga gadis itu marah-marah atau justru jauh sebelum itu.
Dama terbiasa dengan adanya Kara. Dia terbiasa dengan hadirnya gadis itu di dalam hidupnya hingga dia pikir selamanya akan tetap sama. Tak perlu ada yang dikhawatirkan, sebab Kara akan tetap di posisinya. Nyatanya tanpa sepengetahuannya, gadis itu justru sudah berpindah tempat. Bukan lagi di sebelahnya.
***
Sudah tiga minggu berlalu.
Sejak saat itu, semuanya berjalan seperti biasa kecuali perasaan Dama. Dia dan Kara benar-benar menjaga jarak seperti tidak saling mengenal. Bahkan saat Andra pulang dari rumah sakit pun, Kara tidak ada di sana. Gadis itu menghindari Dama. Setiap ada Dama, Kara tidak ada, begitu pula sebaliknya. Di sekolah pun sama saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
K: Beautiful Sky [Compeleted]
Teen FictionSahabat jadi cinta sudah biasa. Musuh jadi cinta pun sudah biasa. Tapi, apa jadinya kalau sudah sahabatan sekaligus jadi musuh bebuyutan tapi akhirnya jatuh cinta? Sayangnya baik Dama maupun Kara tidak ada yang sadar. Kalau Dama gengsi dan seringkal...