Dua Puluh (Tamat)

2.6K 157 8
                                    

Kara masih tak percaya dengan apa yang didengarnya. Dama, pemuda yang sudah berbulan-bulan ini mendiamkannya sekarang ada di bawah untuk mencarinya. Mendadak rasa gugup melingkupi hati gadis yang tubuhnya terbalut baby doll bergambar dora the explorer.

“Kamu cepet ya. Mama buat minum dulu.”

Sepeninggalan mamanya, Kara justru meraih ponsel yang sedari tadi dia abaikan. Ada banyak missed call serta pesan dari Virgo tapi tak satupun pesan direspon olehnya. Sejak peristiwa itu, Kara memang sengaja menjaga jarak namun yang terjadi adalah pemuda itu terus menyerang dirinya dengan ratusan panggilan telepon dan pesan singkat. Di sekolah pun sama. Virgo selalu mencarinya, tapi berkat bantuan Fany, dia selalu bisa menghindar.

“Andra,” gumamnya sambil men-scroll down kontak di ponselnya.

Ketemu. Tanpa menunggu lagi, Kara menelpon Andra. Tak butuh waktu lama sampai akhirnya pemuda yang selalu menjadi tong sampahnya itu mengangkat panggilan.

“Apa, Kar?”

Huh. Padahal Kara belum berucap apa-apa.

“Ndra, Dama ke sini. Ke rumah gue. Nyamperin gue,” balas Kara penuh dengan penekanan.

“Bagus dong? Bukannya ini yang lo mau?”

Kara sontak mengangguk meskipun dia tahu Andra tak akan dapat melihatnya.

“Masalahnya, sekarang gue deg-degan,” cicitnya.

“Kenapa?”

“Udah berbulan-bulan gue sama dia nggak komunikasi, Ndra. Sekarang, disaat gue bakalan komunikasi lagi sama dia... perasaan gue udah nggak sama. Gue bukan lagi Kara yang nganggep Dama musuh sekaligus sahabat. Lo ngerti kan?” balas Kara gelisah.

Di seberang sana, Andra tertawa mendengarnya.

“Ngerti. Sekarang lo Kara yang selama berbulan-bulan ini rindu setengah mati sama Dama. Lo Kara yang selama ini sibuk nyari-nyari pangeran dongeng tapi ternyata yang lo butuhin justru cowok ngeselin model Dama.”

“Sekarang, lo temuin dia. Pertemuan ini yang sama-sama kalian nantikan jadi jangan disia-siain.”

Kara ingin menangis mendengarnya, “Thanks, Ndra. Lo emang yang selalu ada.”

“Apapun buat sahabat gue.”

Sambungan telepon terputus. Gadis yang kini rambutnya terurai itu memantapkan hatinya. Dia lantas mengemasi buku-bukunya kemudian keluar dari kamar bersama buku-buku tersebut.

Di anak tangga pertama, dia mendengar tawa Dama beserta papanya. Entah apa yang mereka  bahas. Di pertengahan anak tangga, Kara melihat sang mama membawa nampan berisikan minuman dan beberapa camilan. Sampai di anak tangga terakhir, barulah dia dapat melihat dengan jelas sosok yang sudah berbulan-bulan ini berhasil menciptakan rindu yang dalam di hatinya. Sosok itu hanya mengenakan kaos oblong dan celana pendek yang tanpa sadar membuat Kara menahan napas. Tampan. Kenapa dia baru sadar bahwa Dama tumbuh sesempurna itu?

“Loh, Kara? Kok diem di situ?” cetus papanya membuat Kara terkesiap.

Gadis itu melanjutkan langkahnya yang tertunda lalu ikut bergabung bersama.

Diam-diam Dama memperhatikan gadis itu dari ujung kaki sampai ujung kepala. Ah, sudah berapa lama dia tak memandangi Kara dengan jarak sedekat ini?

“Kalian mau belajar dimana?” tanya Ify membuyarkan lamunan mereka.

Kara menggigit bibir bawahnya. Sebelum sempat menjawab, Dama lebih dulu menyela. “Di teras aja, Tante. Gerah soalnya,” katanya.

“Mau dibawain minumannya atau...”

K: Beautiful Sky [Compeleted]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang