Semua orang mengatakan kalau dirinya adalah penyihir paling pintar di angkatannya. Dan bahkan ada yang bilang, kalau tidak ada dirinya, Harry dan Ron mungkin tidak akan berhasil mengalahkan Voldemort.Imagenya sangat bagus saat itu. Semua orang berpikir kalau dirinya adalah percontohan dari sosok wanita sempurna. Sampai saat dimana dia berlari dari atas altar, dan meninggalkan calon suaminya begitu saja lalu kabur bersama mantan pelahap maut!
Tapi Ia tidak apa-apa kalau sekarang imagenya jelek. Karena Ia sudah mengambil keputusan untuk terus bersama Draco, jadi Ia juga harus menerima semua konsekuensinya.
Hermione terus melamun sambil tangannya melipat baju-baju dan memasukkan ke dalam koper. Ya, mereka berencana untuk kembali. Menginjakkan kaki lagi ke tempat yang entah sekarang seperti apa. Entah akan menerimanya lagi, atau bahkan akan langsung mengusirnya.
Hermione menghela napasnya. Dirasakannya sepasang tangan yang memeluk pinggangnya dengan lembut.
"Kapan malaikat kecil akan lahir?" Tanya Draco dengan dagu yang Ia sandarkan di bahu Hermione.
Hermiome tersenyum geli, "Dia bahkan baru satu bulan di dalam perutku, Draco."
"Kenapa harus sampai sembilan bulan, sih? Kenapa tidak sembilan minggu?"
"Kau ini! Memang dari sananya begitu!"
Draco mencebik. Ia melepas pelukannya dan duduk di hadapan Hermione dengan kaki tersilang.
"Draco?"
"Hn."
"Apa kau yakin kita harus kembali."
Draco menatap Hermione, lalu menggenggam kedua tangan istrinya itu. "Aku tahu kau pasti merindukan mereka semua 'kan?"
Hermione menunduk, "Iya, tapi bagaimana kalau mereka tidak menerima aku?"'
"Hermione.. kau tidak akan tahu kalau tidak mencoba. Aku ingin istriku yang cantik ini bahagia. Aku ingin malaikat kecil kita mengenal keluarganya."
Hermione tersenyum. Ia memajukan tubuhnya dan memeluk leher Draco. "Aku tidak pernah menyesal memilihmu, Draco." Ucapnya seraya menutup mata. Merasakan setiap kehangatan yang selalu tercipta saat mereka bersama.
"I love you, Hermione."
...
Draco tahu, tindakannya mungkin akan menghancurkan semuanya. Tapi Ia tidak peduli. Yang Ia pedulikan hanya kebahagiaan Hermione. Kebahagiaan wanita yang telah menyinari hidupnya. Mengubahnya menjadi pribadi yang lebih baik. Dan wanita yang telah memberikannya kebahagiaan.
Di ketuknya sebuah pintu. Ia menarik napas sejenak sambil menutup mata, lalu menghembuskannya. Terdengar langkah kaki yang mendekat, lalu pintu itu terbuka.
"Iya, sia..pa?"
"Selamat siang, Ginny Weasley."
"Astaga!!"
...
Ia tidak apa-apa mendapatkan ini semua. Ia tidak peduli bahkan jika Ia harus mati. Ini semua demi Hermione. Demi Hermionenya.
"DIMANA HERMIONE, SIALAN?! DIMANA?!"
Dengan darah yang mengalir dari hidung, Draco masih berusaha untuk bangkit. Ia merasa tulang rusuknya patah.
"Dengarkan aku dulu, Pot-"
Dugg!!
Brakk!!
"Harry, cukup."
KAMU SEDANG MEMBACA
My STUPID Girl [DRAMIONE]
Fanfiction[COMPLETED] Bagaimana jadinya kalau Hermione Granger yang terkenal dengan sebutan The Brightest Witch Of Her Age dan Gryffindor sejati berubah menjadi murid paling bodoh, idiot, sembrono, cengeng, manja, dan penakut? Itu semua terjadi karna kecelak...