Special

1.7K 117 22
                                    

Kau tahu? Pasti jawabannya tidak. Kau sangat spesial di hati ini. Kalaupun ada yang ingin menggantikannya, kau tetap spesial di hatiku. Di bagian hati yang tak terjangkau siapapun. Selamanya.

"Ano...Hyuuga-san, bisa kau menemaniku keliling sekolah? Aku belum mengetahui tempat-tempat di sini," Otsutsuki-san bertanya dengan kaku seraya membetulkan letak kacamatanya.

"Aku bisa. Mungkin aku hanya bisa mengenalkanmu beberapa tempat saja. Waktu yang kita punya untuk berkeliling seluruh sekolah tidak mencukupi."

"Baiklah. Mari Hyuuga-san, aku tidak sabar mengetahui seberapa besar perpustakaan di sini. Panggil aku Toneri saja. Kalau kau memanggilku Otsutsuki, kau seperti memanggil kakekku."

"Ha'i Toneri-san. Kau juga harus memanggilku Hinata."

Aku dan Toneri-san mengelilingi sekolah diiringi percakapan ringan. Aku sangat nyaman jika bercerita dengan Toneri-san. Itu dikarenakan hobi kami yang sama. Aku senang bisa berbincang banyak hal dengannya.

"Toneri-san, lapangan basket ini biasanya ramai dikunjungi karena senpai-senpai yang keren berlatih di sini. Seperti yang kau lihat saat ini."

"Aku bisa mendengar teriakan mereka sekarang. Demi Tuhan, mereka mempunyai berapa pita suara sebenarnya." Aku terkekeh mendengar pernyataan Toneri-san. Aku pun merasakan hal yang sama saat pertama kali menginjakkan kaki di lapangan ini.

"Hinata," Naruto-kun menepuk bahuku, "apa yang kau lakukan bersamanya?"

"Naruto-kun, kau mengagetkanku. Aku mengantar Toneri-san keliling sekolah. Perkenalkan Toneri-san, Naruto-kun adalah senpai kita. Dia duduk di kelas XII-A." Mereka berjabat tangan. Aura hitam menyelimuti mereka. Kilat-kilat kebencian sudah menyambar.

"Sudah dulu ya, senpai. Kami akan melanjutkan acara berkeliling kami. Senang bertemu denganmu, senpai." Toneri-san menarik tanganku keluar lapangan basket.

"Kenapa kau menarik tanganku? Padahal aku masih ingin bersamanya." Aku menundukkan kepala tanda kecewa.

"Aku tidak ingin membuang waktu, Hinata. Aku juga tidak ingin menjadi obat nyamuk kala kalian mengobrol."

"Sekarang kau ingin kemana?"

"Aku ingin ke kantin. Aku lapar sekali. Sebagai tanda terima kasih, aku akan mentraktirmu hari ini." Aku kembali bersemangat. Aku berjalan mendahului Toneri-san. Traktirannya akan sedikit menghemat uang sangu bulananku.

"Ayo ayo Toneri-san, percepat langkahmu. Aku juga lapar," aku menarik tangan Toneri-san, "aku sangat lapar."

Sesampainya di kantin, kami harus mengantri untuk mendapatkan makanan juga minuman. Rela tak rela, kami menunggu demi mereka. Mereka pengisi perutku.

_000_

"Kenyangnya. Arigatou Toneri-san." Toneri-san menganggukan kepalanya. Wajahnya menyendu. Apa isi dompetnya habis?

"Toneri-san? Kau tidak ikhlas mentraktirku?"

"Bukan begitu, Hinata. Aku masih lapar saja," Toneri-san nyengir memperlihatkan gigi rapinya.

"Kalau begitu, kau pesan lagi. Aku akan menunggumu."

"Tidak perlu, Hinata. Jam istirahat akan berakhir. Sebaiknya, kita kembali ke kelas."

[1] ShitteruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang