If anyone asked me "What is hell?", I would answer, "Distance between people who love each other."
Naruto disibukkan dengan ujian yang harus dihadapinya. Naruto pun jarang menemui Hinata. Toneri semakin gencar. Karena tidak ada pilihan, Hinata selalu bersama Toneri. Hinata tidak bisa bersama dengan Ino dikarenakan Ino pindah ke sekolah lain.
"Toneri-san, apa kau baik-baik saja kalau membeli banyak makanan?" Hinata tak enak melihat jatah jajanan Toneri yang sudah ada dua bungkus plastik.
"Tidak apa. Satu untukmu, satu untukku. Bisa kau bagikan pada Senpai Pirang." Toneri memberikan bungkusan yang isinya penuh.
"Terima kasih, Toneri-san. Aku terlihat rakus dengan ini." Hinata mengerucutkan bibir mungilnya.
"Bukan terlihat, memang kenyataan." Toneri membenarkan gumaman Hinata.
"Toneri-san, kata-katamu mengiris hatiku." Hinata memukul Toneri dengan tangannya yang kosong.
"Setelah pelajaran sastra, kau jadi agak puitis, Hinata." Toneri mencubit pipi Hinata.
"Dasar Toneri jelek." Hinata tertawa ringan seraya mencubit tangan Toneri. Ini sudah entah hari keberapa dia ditemani Toneri. Dia sudah jarang bersama kekasihnya dikarenakan Naruto memfokuskan diri pada ujian masuk Universitas.
"Ah, Cupu pintar sekali mengambil kesempatan saat aku tak di samping Hime. Membuatnya tertawa lepas. Aku tidak suka itu." Naruto mengepalkan tangannya. Selesai dari mengintipnya, Naruto kembali ke kelasnya.
"Sabarlah, Naruto. Ini untuk masa depanmu juga." Kiba menepuk pelan bahu Naruto.
"Benar. Setelah mendapat Universitas yang terjamin dan menjadi sarjana, kau bisa melamar di perusahaan ayahmu. Atau kau ingin langsung menggantikan ayahmu. Hinata pasti bangga padamu." Sasuke yang biasanya berbicara singkat, padat, dan tidak jelas. Kini, berbicara panjang lebar.
"Terima kasih, Kiba, Sasuke." Naruto merangkul kedua sahabatnya. Sontak, mereka bertiga tertawa tanpa memikirkan keadaan sekitar.
Naruto menghentikan tawanya, lalu berkata, "Tapi, aku sudah keterlaluan. Aku kurang memperhatikan Himeku. Aku jarang berkomunikasi dengannya. Kurasa hubungan kami agak renggang. Dan si Cupu itu sedang mengambil kesempatan di tengah kesibukanku."
"Tahan ini sebentar saja. Sehabis ujian-ujian itu kita perangi, kita bisa bebas." Kiba berusaha membuat Naruto mengerti keadaan mereka yang sudah menginjak kelas akhir.
"Aku ingin menghabiskan waktuku dengan Hinataku. Kumohon, siksaan seperti ini lekaslah berakhir." Naruto menyembunyikan wajahnya pada kedua telapak tangan yang dirapatkan.
"Tuhan, berilah Naruto kesabaran. Aku sudah jengkel pada sikap kekanakannya." Kiba menghela napas kasar.
.
"Toneri-san, ada toko khusus kue cinnamon rolls. Ayo kita ke sana." Hinata menggerakkan tangannya ke segala arah.
"Bilang saja kalau kau ingin kutraktir." Toneri melirik sebal Hinata. Dia berpikir; sejak kapan Hyuuga bangkrut. Bahkan anak kesayangan mereka sering kutraktir.
"Hehe." Hinata tertawa canggung dan menyipitkan matanya.
"Kenapa kau tidak mengajak Senpai Pirang?" Toneri menggaruk tengkuknya. Memang semakin sibuk Naruto, semakin beruntung dirinya menghabiskan waktu dengan Hinata. Tapi, Toneri tentu merasa tidak enak. Hatinya juga tak sebusuk itu.
"Dia mengikuti pelajaran tambahan khusus bersama guru pembimbingnya." Raut wajah Hinata menyendu.
"Hinata, kau mengingatku?" tanya seseorang tiba-tiba. Seorang pria berambut merah yang berdiri di depan Hinata.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Shitteru
RandomToday, I have a hundred wishes that I want to make come true, someday. Once is you will love me. Hinata bahagia dengan adanya Naruto di sampingnya. Hinata berkeyakinan tidak akan jatuh cinta kepada siapa pun kecuali Naruto. Ketika hubungan mereka p...