Ternyata, cintaku ini sudah tumbuh sejak pertama kali aku bertemu denganmu. Ternyata, benang merah ini sudah terjalin. Jangan putuskan benang merah yang sudah tercipta.
"Kau suka taman bunga ini, hime-nyan?" tanya Naruto yang masih belum mengetahui kalau Hinata sudah berderai air mata.
"Aku merindukan taman ini. Taman lavender ini penuh kenanganku dengannya." Hinata menangis dalam diam. Hinata mencoba menggali memorinya yang sebagian buram.
"Kau sudah ingat, Hyuu-chan?" Naruto mengusap pelan matanya yang mulai mengembun.
"Akhh...kepalaku sakit." Hinata memegang serta menjambak rambutnya. Hinata kesakitan karena memori masa lalunya mencoba mendesak masuk.
"Hime-nyan, perlahan saja mengingatku. Jangan terlalu dipaksakan." Naruto merangkul tubuh Hinata.
"Gomen sudah melupakanmu, Nami-chan. Gomen, gomen, gomen."
Setelah permintaan maaf dan penyesalan Hinata selesai, Naruto dan Hinata berkeliling taman untuk mengingat masa kecil mereka. Masa kecil yang sebelumnya dilupakan oleh Hinata.
Di taman bunga lavender, Hinata berjongkok dan menyentuh pelan bunga lavender. Seekor kupu-kupu hinggap di ujung bunga itu. Lalu, kupu-kupu itu terbang.
"Jangan tinggalkan aku, kupu-kupu indah." Hinata berlari mengejar kupu-kupu bersayap kuning itu. Hinata yang berfokus pada pengejarannya itu tidak menyadari sebuah batu di hadapannya.
"Ittai. Hiks...kenapa batu itu tidak menyingkir? Hiks...hiks...apa batu itu tidak tahu kalau Hina sedang berlari. Batu jahat...hiks...." Hinata menangis tersedu-sedu. Ingusnya pun sudah turun sampai dagunya. Asin sekali mulutku, batin Hinata. Hinata mengusap lutut dan sikunya yang berdarah. Tangisnya semakin kencang.
"Kenapa menangis, cantik?" Naruto terpesona melihat wajah Hinata dalam keadaan berantakan. Naruto menyodorkan sehelai sapu tangan pada Hinata. Hinata menerimanya, lalu membersihkan wajahnya.
"Aku tersandung batu jahat itu." Hinata menunjuk batu yang lumayan besar di belakangnya.
"Aku akan mengambilkan obat untuk lukamu. Tunggu sebentar di sini, cantik." Naruto berlari menuju rumahnya yang tidak jauh dari taman itu.
Tak sampai 5 menit, Naruto kembali lagi dengan gayung yang berisi air, sebungkus kapas, dan sebotol obat merah. Naruto membersihkan luka Hinata dengan kapas yang diberi air.
"Perih," gumam Hinata. Hinata menangis lagi.
"Tahan sebentar, cantik. Ini tidak akan sakit kalau kau kuat menahannya sebentar." Naruto meneteskan obat merah dengan hati-hati. Menutupnya dengan kapas.
"Masih perih." Hinata tak henti mengeluhkan rasa sakitnya.
"Lihat sikumu. Itu berdarah juga. Kau harus menahannya lagi, cantik. Hanya sebentar." Kini, Naruto mengobati luka di siku Hinata.
Setelah selesai, Naruto menggendong Hinata ke tempat duduk terdekat. Meletakkan Hinata perlahan seakan Hinata benda yang mudah hancur.
"Arigatou, em?"
"Namikaze Naruto."
"Nami-chan, arigatou gozaimasu. Aku Hyuuga Hinata."
"Hyuu-chan, nama yang cantik. Hyuuga? Kau yang baru saja pindah kemari? Rumahku tepat di sebelah rumahmu, Hyuu-chan." Naruto menatap Hinata sangat lama. Hinata gugup, lalu mengeluarkan semburat merah muda di pipi gembulnya.
"Uhum." Hinata mengangguk, kemudian memainkan jari-jarinya.
"Kau sangat cantik, Hyuu-chan. Aku suka padamu." Pernyataan seorang anak kecil tentu sangat blak-blakan. Jika suka, mereka akan bilang suka. Jika tidak, mereka akan menolak.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Shitteru
RandomToday, I have a hundred wishes that I want to make come true, someday. Once is you will love me. Hinata bahagia dengan adanya Naruto di sampingnya. Hinata berkeyakinan tidak akan jatuh cinta kepada siapa pun kecuali Naruto. Ketika hubungan mereka p...