Believe

1.2K 82 16
                                    

Percayalah padaku. Kepercayaanmu segalanya bagiku.

"Apa maksudmu, Naruto-kun? Tidak ada laki-laki lain yang pernah ke sini kecuali kau dan Sasuke." Memang selama Hinata tinggal di apartemen itu, tiada pengunjung kecuali keluarganya dan Naruto.

"Huh? Apa kau sedang mencoba menyangkal?" Naruto berjalan mendekati Hinata. Tangannya dimasukkan ke saku celana.

"Aku tidak menyangkal. Aku mengatakan hal sebenarnya, Naruto-kun." Hinata meremas roknya.

"Jika dia tidak ke sini, kau yang ke rumahnya, bukan?" Suara Naruto masih dingin. Raut wajahnya pun tak menunjukkan kehangatan seperti biasa.

"Dia? Rumah? Aku tidak paham apa maksudmu, Naruto-kun." Hinata kebingungan sendiri pada apa yang di ucapkan Naruto.

"Jangan berpura-pura, Hinata," bentak Naruto.

"Kau membuatku takut, Naruto-kun." Hinata terisak karena bentakan dari Naruto.

"Aku membiarkanmu dengan Cupu. Menahan diri agar tidak membawamu hanya untukku saja. Setelah si Cupu, muncul Merah yang membuatku sangat cemburu. Kau kira aku tidak mengawasimu selama ini? Kau kira aku hanya sibuk belajar tanpa menghiraukan dirimu yang sibuk bersama laki-laki lain? Kau kira aku akan tenang saja jika kekasih yang sangat kucintai bersama laki-laki lain?" Naruto terengah-engah mengucapkan apa yang dirasakannya selama ini.

"Dia hanya—"

"Hanya apa? Selingkuhanku. Kau akan menjawab seperti itu." Naruto memotong perkataan Hinata yang akan menjelaskan semuanya.

"Dengarkan aku dulu, Naruto-kun. Ini sudah pernah terjadi. Kau selalu tidak mendengar penjelasanku." Hinata menghapus air matanya yang sudah berlomba keluar.

"Tidak perlu. Aku sudah tidak punya waktu. Ingat. Setelah ujian, kau harus ke apartemenku. Buatlah alasan sesukamu." Naruto melangkah tergesa-gesa meninggalkan apartemen Hinata.

"Kenapa kau tidak pernah mau mendengarku terlebih? Kau seharusnya mengerti, aku hanya mencintaimu." Hinata terduduk lemas. Dia menangis dalam diam.

Sehari setelah Naruto ujian, Hinata mengunjungi Naruto bersama Etsuka dan beberapa makanan ringan.

"Kau sudah memiliki anak, Hinata?" Naruto membelalakkan matanya, lalu menunjuk Etsuko yang bersembunyi di belakang kaki Hinata.

"Kau pernah mengatakan akan mendengar alasanku." Hinata menerobos masuk apartemen Naruto.

"Etsuko, makanlah. Kau ingin jajanan kesukaan Bibi, 'kan?" Hinata duduk di sofa memangku Etsuko. Dia membuka bungkus keripik kesukaannya. Lalu, membiarkan Etsuko menikmatinya seorang diri.

"Bibi?" Otak Naruto masih belum bisa menerima.

"Apa yang dulu kau maksud Merah itu Sasori? Duduklah dulu Naruto-kun, aku akan menjelaskan padamu." Sebenarnya, Hinata dilanda kecemasan. Dia takut Naruto kembali marah seperti minggu lalu karena membawa Etsuko sebagai bukti.

"Baiklah." Naruto duduk bersiap menerima alasan Hinata. Dia sudah diberi penjelasan berkali-kali oleh Kiba. Jadilah dia tidak dalam keadaan marah.

"Dia yang berambut Merah itu Sasori. Dia temanku setelah mengalami kecelakaan. Lebih tepatnya, bisa disebut kakakku. Dia juga mempunyai istri. Dan yang kupangku sekarang anaknya." Hinata menjelaskan semua salah tangkap Naruto.

"A-aku—" Naruto tidak sanggup meminta maaf. Dia terlalu malu karena sudah menuduh Hinata yang tidak-tidak.

"Tidak apa-apa, Naruto-kun. Seharusnya, aku lebih memperhatikan orang yang bersamaku." Hinata menatap Naruto sangat dalam. Memberikan sebuah ketenangan.

[1] ShitteruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang