Camellia terbangun ketika ia merasakan efek bius yang seharusnya mendiamkan tubuhnya perlahan memudar. Memang, mereka menggunakaan substansi itu untuk menenangkannya yang sama sekali tidak mau diam dan selalu memberontak. Tidak jarang para mutan yang bertugas di laboratorium mengoceh tentang perbedaannya dengan sang 'Chiquita' yang satu tahun terakhir ini cenderung diam.
Awalnya Lia terheran.
Tidak ada orang lain yang mengemban nama 'Chiquita' selain seniornya itu, namum Blaire yang ia kenal adalah pribadi yang keras, yang tidak dengan mudahnya tunduk pada penguasa sekalipun. Apakah jarak waktu tiga tahun itu telah menjadikan seniornya itu pribadi yang tidak lagi ia kenal?
Perasaan kehilangan itu cukup kentara, ketika selang yang tertancap ke pembuluh darahnya perlahan dilepaskan. Lia membuka matanya untuk melihat siapa yang melakukan itu; biasanya, tugas itu adalah milik mutan-mutan yang bekerja di lab, yang adalah laki-laki bertangan besar dan cenderung kasar. Namun tangan ini berbeda. Tangan ini bergerak cepat, namun anggun. Sesekali jemarinya bersentuhan dengan kulitnya, dan tangan itu terasa lembut, walaupun luar biasa dingin.
Wanita itu berambut hitam dengan panjang yang tidak manusiawi -kurang lebih selutut- dengan tubuh kurus yang tampak kurang sehat.
Kaget.
Camellia kaget menemuka Blaire di tempat ini, dan lebih kaget lagi menemukan seniornya itu dalam keadaan yang seperti ini. Ia tidak kehilangaan wibawanya, namun ia berada dalam kondisi yang benar-benar buruk ketimbang dulu terakhir ia melihatnya.
"Kak-"
"Selamat pagi, Lia," sapa wanita yang lebih tua, tanpa mempedulikan waktu yang berlaku seharusnya. Bukankah ucapan itu lumrah diucapkan untuk orang yang baru bangun tidur? Suaranya masih sama seperti dulu, setidaknya.
"Kenapa Kakak ada di sini...?"
Blaire tidak menjawab, namun manik tak selaras itu untuk sepersekian detik melirik ke arah beberapa orang yang berjaga di pintu; secara berurutan, Kenneth, Ravi, dan sang pemimpin Beta yang berdiri sambil merangkul ratunya tidak jauh dari sana. Wajah sosok-sosok itu tampak dingin, kecuali satu wanita berkepang yang berdiri di sana.
Untuk sesaat, ia melihat ada kemiripan antara wanita itu dengan Hubert. Ah benar; mereka mempunyai warna mata yang sangat mirip.
Kembali pada kenyataan. Orang-orang itu pasti berdiri di sana untuk mengawasi mereka.
"Ada yang ingin kubicarakan dengamu."
Degh. Seketika pikiran Lia melayang-layang. Apakah ini ada kaitannya dengan pembicaraan senior-seniornya di tangga waktu itu, ketika Hubert menahannya.
"Pertama-tama, kau harus kuat. Aku tidak ingin kau harus merangkak di tanah sepertiku dulu," ujar Blaire yang kini berdiri tegak di hadapannya, selesai melepaskan segala jenis selang dan infus dari tubuhnya.
Kesadarannya belum sepenuhnya kembali. Suara Blaire mendengung di telinganya, namun apapun itu, ia hanya mengangguk. Ia tidak bisa menebak apa yang sekiranya akan wanita itu katakan. Apa yang Blaire ucapkan pun nyatanya ikut didengarkan oleh para pemimpin Beta ini.
Wanita yang lebih tua membungkukkan tubuhnya, dan meletakkan kedua tangannya di pundak sang gadis. Maniknya yang tak senada menatapnya lekat-lekat, meminta Lia untuk mendengarkannya baik-baik. "Kedua. Apa yang mereka ciptakan di sini sebagian besar berasal dari darahku." Bukankah itu cukup jelas, melihat keadaannya sekarang yang menyedihkan ini?
Kaliamat kedua yang Blaire utarakan tidak terdengar terlalu jelas, namun manik itu melebar kaget ketika bibir wanita itu menekan bibirnya. Refleks ia meronta, namun tangan sang 'Chiquita' memeganginya kuat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Amaranthine
Science FictionDi masa depan, percobaan pada manusia terus dilakukan demi menciptakan ras manusia yang lebih baik dari sebelumnya; lebih cerdas, lebih kuat, tahan terhadap berbagai penyakit, atau bahkan hidup abadi. Sebagai seorang Alpha, Blaire hanya menginginkan...