Part 15 - Devil's Whisper

73 8 1
                                    

"Tidak ada satupun di antara kalian yang sempurna."

Jemari lentik milik sang hawa baru saja selesai mengaplikasikan substasi merah itu di bibirnya dan kini ia mengatupkan bibirnya untuk beberapa detik. "Termasuk Ravi?"

Senyuman itu melebar di wajah Kenneth, layaknya seorang maniak. Ia tidak bisa menyembunyikan antisipasinya. "Apa kau bisa menebak apa yang salah darinya?"

Blaire memejamkan matanya. "Sel-sel otak bagian korteks, menyebabkan halusinasi visual dan auditori, lalu sistem limbik yang membuatnya menjadi lebih implusif-" ia benci ini. Ia benci harus membicarakan Ravi sebagai salah satu dari korban percobaan ini- apakah ia bisa menganggapnya begitu; dengan fakta bahwa Ravi sendirilah yang memilih untuk menjalaninya?

"Oh, senangnya bisa mendapatkan seseorang yang mengerti bahasaku," kekeh sang pria. "Sel sarafnya secara keseluruhan, tepatnya."

Wanita itu menyibakkan surai cokelat arangnya itu ke belakang, bukan karena poninya yang menutupi mata, namun ia hanya mencari-cari sesuatu untuk dilakukan. Bukankah gestur itu umum dilakukan manusia ketika ia sedang bimbang? "Hal itulah yang membuatnya tidak stabil akhir-akhir ini."

"Emosinya meledak-ledak dan ia kerap kali mengalami halusinasi; iya kan?" Kenneth mendengus; oh tentu saja ia sudah tahu. Ia lah yang mengawasi perkembangan sang mutan. "Tinggal menunggu waktu sampai kerusakan sarafnya menganggu kerja organ-organ involunternya. Dengan kata lain-"

Kenneth tidak bisa menyelesaikan kalimatnya. Jangankan untuk berucap, kepalanya terasa sangat pening untuk sepersekian detik ketika ia membentur lemari kaca itu. Lemari kaca itu pastilah dibuat dari bahan anti peluru sehingga ia tidak retak bahkan setelah dihantam sedemikian.

Kedua tangan sang Chiquita mencengkram erat kerah jasnya. Manik sang hawa menatapnya dingin sementara bibirya terkatup rapat, sampai seuntai kalimat itu terucap. "Kau membunuhnya, Kenneth."

"Kita lah yang membunuhnya, Blaire. Ia menjalani mutasi itu untuk dirimu, dan kau tahu, tadinya degenerasi saraf yang ia alami tidak berjalan secepat ini. Ia begitu stabil dalam jangka waktu dua tahun itu sampai-sampai aku kira ia sempurna...."

"...."

"...sampai kau terbangun. Kaulah pemicu kegilaan Ravi, Blaire."

BRAK.

Tangan sang wanita yang terkepal meninju kaca tepat di sisi kepala Kenneth, mengakibatkan retak yang cukup luas pada kaca tersebut. Apa yang ia lakukan sebenarnya kontras dengan apa yang terlukis di wajahnya. Blaire terlalu kacau untuk menuangkan emosinya dalam rupa raut wajah; ia benci dengan apa yang Kenneth katakan, namun ia tidak menemukan kesalahan dalam premis-premis yang ia utarakan. Ia sendirilah yang menganggap Ravi sebagai pelariannya. Ia memberi harapan pada seseorang yang... demi apapun. Sampai detik ini pun ia tidak tahu siapa Ravi untuk dirinya.

Wanita itu melepaskan cengkraman terakhirnya dari kerah sang adam. "Setelah aku memastikan keadaan Noir, aku akan mencari surpressor untuknya."

Sang ilmuwan tertawa. "Hahaha- lalu apa, Chiquita? Menyelamatkannya, lalu membiarkannya hidup dengan harapan palsu? Kau bahkan lebih jahat daripada yang aku kira."

"Kalian yang mempermainkan nyawa dan perasaan manusia tidak sepantasnya berkomentar tentang itu."

Pria itu menyeringai tipis. "Kau sedang menggali kuburmu sendiri, Chiquita."

"Apa iya?"

Kenneth sempat mengelak ketika Blaire menyerangnya, namun tubuhnya yang secara memang tidak selincah seorang mutan terbanting ke lantai. Sang wanita pun kini berada di atasnya, dengan sebelah tangan menekan dadanya dan yang lainnya dengan lembut membelai pipinya. Setidaknya sekarang Kenneth mengerti mengapa Ravi begitu terpikat pada sosok sang Chiquita; ia begitu sulit untuk ditebak sampai rasanya kepalanya mau pecah. Iya, Kenneth pun nyatanya harus memutar otak tentang bagaimana memanfaatkan keadaan yang melibatkan wanita itu.

AmaranthineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang