Leo sudah pernah melihat kemunculan dewa yang super dramatis saat dia dan awak Argo II berada di Yunani yang asli (yang ceritanya luar biasa panjang). Kehadiran sang Dewa Tidur menurut Leo tidak sedramatis kedua belas Dewa Olympia, menyeramkan dan bikin panik, sih, iya. Leo sampai harus menyeret Calypso ke sana-sini untuk menghindari saudara-saudaranya yang bertubuh lebih besar darinya agar tidak terinjak-injak.
Kala sang Dewa mewujud, Leo bisa merasakan hawa familier yang membuatnya mengantuk. Kalau bukan karena sikutan dari Calypso, Leo yakin dia sudah jatuh tertidur, sama seperti ketika Sienna menjentikkan jarinya.
Begitu kabut menghilang sepenuhnya, semua orang terperangah memandangnya. Dia adalah dewa yang rupawan. Dengan kulit sewarna jati, hitam mengilap. Warna matanya berubah-ubah, kadang sewarna madu keemasan seperti milik Hazel, kadang hitam keunguan seperti milik Sienna. Wajahnya terlihat ramah, kebapakan, dan membuat Leo merasa tenang. Sayapnya bernuansa biru, hitam, dan ungu. Terentang dengan indah di balik punggungnya.
"Thanatos?"
Leo kaget ketika mendengar Percy bersuara, dia tersadar dari lamunan yang nyaris menidurkannya. Sang Dewa tertawa halus mendengar panggilan Percy, suaranya merdu senada dengan wajah rupawannya, membuat siapa pun yang mendengarnya ingin segera bergelung dan mendengkur. Beberapa pekemah ada yang tidak tahan dan memilih untuk tidur. Leo sendiri menahan hasratnya untuk merebahkan diri dan menjadikan paha Calypso sebagai bantalan.
"Aku bukan Thanatos, wahai Putra Poseidon." kata Hypnos dengan lembut. "Maut adalah saudara kembarku, tapi aku adalah sang Tidur, kurasa kau bisa merasakannya, nak."
"Oh... yah, saya rasa wajah Anda memang lebih menyiratkan kasih sayang dan... kantuk barangkali?" kata Percy yang kembali mengundang tawa Hypnos.
Leo tidak pernah bertemu dengan Thanatos, sang Maut. Tapi kalau memang kematian merupakan kembarannya, Leo tak bisa membayangkan berapa banyak cewek di dunia ini yang akan rela mati demi bertemu dengannya. (Kenapa Thanatos dan Hypnos tak membuat grup boyband saja?)
"A-ayah." Clovis mencicit, dia beringsut mendekati Hypnos, kemudian berhenti setelah berjarak enam meter dari sang Ayah. "Aku—"
"Tidak perlu berbicara, Putraku." Hypnos melipat sayapnya, dia memandang Chiron dan tersenyum. "Aku yakin, aku memiliki kewajiban untuk menjelaskan kemunculan putriku."
Chiron mengangguk dengan penuh hormat, dia berlutut, diikuti oleh para pekemah termasuk Leo. Hypnos mengangkat tangannya, menyuruh mereka semua untuk kembali berdiri dan duduk. Leo baru pertama kali melihat Hypnos, tapi dia sudah memutuskan bahwa dia lebih menyukai Hypnos dibanding dewa manapun—kecuali ayahnya tentu saja.
"Aku meminta maaf atas kejutan ini, terlebih pada putriku, Sienna." ungkapnya.
"Sudah lama sekali, ya, Ayah. Kapan terakhir kali kita bertemu? Saat umurku dua belas?" Sienna memandangi Hypnos dengan penuh nostalgia, Leo menebak Hypnos pasti sering mengunjungi Sienna dulu. Beruntung sekali pikir Leo.
"Benar, Sayangku." kata Hypnos. "Aku yakin ada banyak hal yang ingin kau tanyakan padaku."
"Tentu," Sienna berdiri. "Coba jelaskan apa yang terjadi selama aku tertidur di tempat itu dan kenapa Ayah membuatku tertidur lalu membangunkanku ketika semuanya sudah berubah begitu pesat seperti ini."
Leo bersumpah dia baru saja melihat Nico di Angelo berjengit, memandang Percy seolah mengatakan aku benar, kan! begitu Sienna selesai bicara.
"Pahlawan," Hypnos menelusuri paviliun dengan tatapan teduhnya. "Akan kuperkenalkan sekali lagi. Putriku, Sienna Grimbell. Dia kutidurkan di sebuah tempat bernama Lotus Hotel setelah misinya yang terakhir karena suatu alasan, kemudian aku membangunkannya, mengirimkannya pulang kembali ke tempat kalian."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tenth Demigods: The Daughter of Hypnos
Fiksi PenggemarSepuluh pahlawan dari kedua sisi meniti jalan menuju kegelapan Malam membelenggu kasih sayang Dusta dihadapi oleh cahaya dari luar Putri sang Tidur melangkah kepada kematian Kebijakan dan cinta menuntun pada persatuan Penguasa bawah tanah membuka ja...