1. Bulan ke Tujuh

6.5K 419 101
                                    

Bunda sibuk bertelepon dengan Tante Irma. Itu, lho, tante yang suka membawa tas sebesar tubuhku. Katanya itu keril, kèril, karrier atau entah apa namanya. Aku nggak mengerti.

Dari samping, aku melihat bunda sibuk menulis di sebuah kertas yang kemudian di tempel di kalender diatas telepon. Uhm, jadi gini. Kertasnya itu di tempel di kalender. Sementara teleponnya ada di bawah kalender.

"Bulan kemarin sih, masih banyak yang di tutup, Ir. Masih revitalisasi. Mungkin bulan ke tujuh baru dibuka lagi," Bunda berbicara di telepon. Aku berpikir sebentar. Bulan ke tujuh itu apa? Memang bulan bisa ada tujuh?
Atau sekarang bulan memang bisa muncul tujuh?

Aku bingung. Orang dewasa membingungkan. Bunda juga.

Aku memutuskan untuk mencari tahunya nanti saat mau tidur. Soalnya kalau mau tidur aku selalu membaca buku. Kali saja buku yang ku baca ada cerita bulan ke tujuhnya.

"Bian," aku menoleh kaget. Bunda sudah selesai bertelepon dengan Tante Irma. Bunda duduk disampingku. Membantuku menyusun puzzle pemberian Om Ghani.

"Bian kok melamun?"

"Melamun itu apa, Bunda?"

"Melamun itu meninggalkan sejenak aktivitas yang dilakukan. Terus diam dan berpikir."

"Bian nggak ninggalin puzzle. Tapi Bian memang habis berpikir."

"Bunda boleh tahu apa yang di pikirkan Bian?"

"Bulan ke tujuh"

Bunda nggak segera menjawab, justru malah tertawa. Aku nggak mengerti kenapa Bunda malah tertawa. Padahal aku merasa nggak ada yang lucu dari ucapanku.

"Bulan ke tujuh itu Juli, Bian."

"Kan ada namanya, kenapa harus disebut bulan ke tujuh?"

"Karena bulan Juli memang bulan ke tujuh."

Aku diam. Bunda kalau bicara suka bikin bingung. Aku saja sampai heran dengan ucapannya. Sudah jelas ada namanya. Malah di sebut bulan ke tujuh.

"Bian mau bantuin Bunda, nggak?"

"Puzzle belum selesai, Bunda."

"Oke. Kita selesaikan puzzle. Habis itu, Bian bantuin bunda, ya."

******

Kamar Bunda terlalu luas dan gelap. Aku nggak suka kamar Bunda. AC nya juga terlalu dingin. Aku nggak suka tempat gelap dan dingin seperti kamar Bunda. Tapi, walaupun begitu, aku tetap harus masuk ke kamar Bunda. Soalnya Bunda tadi sudah minta tolong.

"Bian, tolong ambilin sarung tangan Bunda di kamar ya. Nyelip disamping lemari. Bunda gak bisa ambil karena tangan Bunda kegedean"

Jadi, akhirnya aku yang harus ngambil sarung tangan Bunda. Setelah mendapatkan sarung tangan Bunda. Aku diam sejenak. Aku mau menjadi cowok berani seperti Axel. Si nakal yang rumahnya disampingku. Axel suka mengambil buah mangga Bu Risol tanpa takut dimarahi. Padahal suara Bu Risol itu kenceng banget. Kalau pagi suka teriak keliling kompleks sambil bilang,

"Risol! Uduk! Bala-bala! Sarapannya, Bu, Pak!"

Aku saja yang masih ngantuk suka terbangun. Belum lagi Bu Risol itu gemuk. Makin takut deh.

Setelah memperhatikan kamar Bunda baik-baik, aku ternyata tak mendapati hal aneh maupun menarik. Kamar Bunda tetap seram. Ranjangnya besar, sepreinya cokelat kusam. Tidak seperti kamarku yang bagus. Warna catnya biru cerah, kuning, hijau, merah, dan oranye.

"Bian!!!"

Aduh! Aku kelamaan! Lekas aku berlari keluar kamar Bunda dan menghampirinya di ruang tengah.

"Nih, sarung tangan punya Bunda"

"Makasih, Sayang"

Bunda terus mencium kepalaku. Aku sebenarnya ingin menghindar. Soalnya kata Axel kalau masih dicium Bunda tandanya aku masih kecil. Belum pantas sekolah sepertinya.

"Bunda,"

"Uhm?"

Bunda sibuk menulis di buku. Terus melihat barang yang akan ia bawa kedalam tas besar, menulis lagi, melihat barang-barangnya lagi, terus seperti itu.

"Bulan ke Tujuh itu kapan?" Tanyaku pernasaran. Bunda berhenti menulis. Dia menutup bukunya dan menyimpan pulpennya.

"Satu bulan lagi. Kenapa memangnya?"

"Bulan ke tujuh besok Bunda sama Tante Irma mau ngapain?"

"Bunda mau hiking ke Gunung Lawu di Jawa Timur"

"Itu jauh?"

"Lumayan,"

Aku diam sebentar. Jawa Timur? Memangnya sekarang kita dimana? Aku pernah membaca buku cerita tentang pelaut yang selalu menggunakan arah mata angin untuk keperluan melaut.

"Bunda mau melaut?"

Bunda menggelengkan kepalanya. "Bian, Bunda, kan, tadi sudah bilang. Bunda mau hiking. Bukan melaut,"

"Tapi tadi Bunda bilang mau ke Jawa Timur... Timur, kan, arah mata angin. Dan arah mata angin itu biasanya di pakai sama pelaut."

Bunda lagi-lagi malah tertawa alih-alih menjawab kebingunganku. "Bian, arah mata angin nggak cuma digunakan oleh pelaut, Sayang."

"Jadi, Bunda juga boleh pakai arah mata angin?"

Bunda mengangguk. "Para petualang dan penjelajah juga butuh arah mata angin."

Aku memutuskan untuk mengangguk saja. Nanti kalau bingung aku akan baca buku lagi. Soalnya kalau aku nanya ke Bunda, Bunda pasti jawabannya bikin bingung. Aku jadi nggak paham deh sama maksudnya.

*****

Hari ini aku dan Bunda sibuk berkebun. Karena Bu Eli tidak datang, maka kami berkebun. Aku kasih tahu, ya. Bu Eli itu Bu Guru yang suka datang ke rumah. Kata Bunda, sekolah terlalu jauh, jadi biar tidak melelahkan, Bu Eli saja yang ke rumah. Kadang aku berpikir, Bu Eli kecapekan nggak ya ke rumahku? Kan, rumahku jauh dari sekolah.

"Bian, ambilin pupuk dong di dekat selang!" Bunda sudah menyuruhku padahal aku baru duduk di rumput. Tapi karena aku anak baik, jadi aku lekas mengambil pupuk yang diminta Bunda.

Ew! Sejujurnya aku sangat benci pupuk untuk berkebun. Soalnya bau. Bunda pernah cerita kalau baunya itu berasal dari kotoran kambing. Jadi selain bau, pupuk juga menjijikan. Meski begitu, tanaman butuh pupuk agar subur.

Nah, kan, penjelasan Bunda bikin bingung lagi. Aku mau bertanya lagi, tapi nggak jadi. Soalnya kalau aku nanya terus, nanti Bunda bisa betè (oh, iya. Kata Tante Irma, betè itu berarti bosan, bisa kesal, bisa sebal, pokoknya tidak menyenangkan deh) kalau Bunda udah betè biasanya dia lupa kasih aku makan. Jadi sebisa mungkin aku nggak buat Bunda betè. Soalnya nanti aku kelaparan. Hehehe.

Selesai berkebun, aku memutuskan untuk mandi karena sudah gerah. Bunda juga kayaknya ikutan mandi. Tapi dikamarnya. Bukan di kamarku.

Kadang kalau mandi, aku suka melihat ikan-ikan berenang di tembok kamar mandi. Atau ada beberapa nemo yang ikut mandi di bathup. Mandi selalu menyenangkan buatku. Karena selalu ada ikan-ikan yang ku lihat disana. Kadang ikan Mas, Nemo, Lumba-Lumba, Koi, bahkan Hiu. Tergantung hari apa dan bagaimana cuaca diluar rumah. Kalau cuacanya cerah seperti hari ini, biasanya ada ikan nemo. Kalau hujan badai, ikannya berubah jadi Hiu.

Jariku sudah keriput. Berarti aku sudah selesai mandinya. Setelah mandi, biasanya aku pakai baju, makan, terus tidur. Tapi kali ini rasanya sangat capek. Aku jadi melewatkan makan dan langsung tidur. Semoga saja Bunda nggak betè karena aku nggak makan hari ini. Aku capek banget.

*****

EHEHEHE 😅 Maap gw nulis yg lain dulu sementara WSG gak kelar2. Males ngetik WSG di hape. Udh jadi di leptop soalnya :'( tapi leptopnya belom bener :'( btw, maap kalo ada typo2 ato nggak rapi. Maklum. Ini ngetik di hape biar gak gabut aj. Wkwk. WSG pasti dilanjut. Ntah kapan. Dan tulisan ini cuma selingan aj 😉 gw mau nyoba hal lain. Dan tulisan ini, sedikit banyak terinspirasi sama gaya tulisan Ziggy Z di novel 'Di Tanah Lada' dan Le Petit Prince nya Antoine de Saint-Exupéry. Whehehe. Anyw. Makasi yg udh voment. Rabiyu 😘

Regards,
A B E

Strawberry CheesecakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang