Aku nggak ingat kapan aku sampai di rumah Eyang Jangkung. Yang jelas sekarang aku baru bangun tidur di kamar Bunda yang ku tempati seperti biasa. Aku nggak menemukan siapapun disini. Eyang Putri, Eyang Jangkung, maupun Bunda. Aku juga nggak mendengar suara ribut-ribut dari dapur seperti pagi biasanya. Pagi ini sangat sepi.
Aku turun dari kasur dan keluar kamar, mencari orang-orang yang ternyata nggak ada di rumah.
"Eyang ...."
"Bunda ...."
"Bi Yah ...."
Nggak ada satupun yang menjawab panggilanku. Suaraku bahkan menggema di ruang tengah. Aku ingin menangis rasanya. Tapi, sebelum benar-benar menangis, aku kembali ke kamarku dan mandi terlebih dulu. Semoga saja setelah mandi orang-orang bisa muncul secara ajaib.
******
Nyatanya, setelah aku mandi pun, orang-orang tetap nggak ada. Aku sampai keluar rumah untuk mencari orang-orang. Akhirnya aku benar-benar menangis. Aku nggak tahu kenapa semua orang pergi pagi-pagi tanpa mengajakku. Aku sedih, aku jadi kesepian.
Saat aku menangis, tiba-tiba seseorang memanggilku. Aku mengangkat wajahku untuk melihatnya. Kikan!
"Hei! Kenapa nangis?" Tanya Kikan pelan. Aku kembali menundukkan wajahku.
"Orang-orang hilang."
"Siapa yang hilang?"
"Eyang Putri, Eyang Jangkung, Pak Yoyo, Bi Yah ...."
"Bi Yah lagi ke pasar kali."
"Kenapa aku gak di ajak? Aku selalu di ajak ke pasar."
"Lupa kali dia." Sahut Kikan. Aku diam sejenak. "Emang Bi Yah kayak Bunda?"
"Lah, emang Bunda kamu kenapa?"
"Bundaku orangnya suka lupa."
"Kok bisa?" Tanya Kikan heran. Aku menggelengkan kepalaku, "nggak tahu."
"Kalau ibu kamu gimana? Suka lupa juga?" Tanyaku, Kikan menggelengkan kepalanya. "Ibuku orangnya suka masak. Dia nggak pelupa."
"Bundaku sama Ibu kamu beda berarti."
"Iya, beda. Kalo sama memangnya kenapa?"
"Kalo sama, mungkin aku bisa tinggal sama kamu biar nggak di lupain."
"Gimana kalau kita sekarang main?" Tanya Kikan. Aku mendongak, "main?"
"Iya! Kita, kan, dulu nggak sampai ke hutan pinus. Gimana kalau sekarang kita kesana?"
"Kita mau menjelajah?" Tanyaku senang. Aku bahkan lupa kalau di rumah nggak ada orang. "Iya! Ayo kita siap-siap! Aku mau ke rumah sebentar, nanti balik lagi kesini."
Aku menyetujui ucapan Kikan dan bergegas masuk ke dalam rumah untuk menyiapkan alat-alat penjelajahan.
*******
Kami berdua menyusuri jalanan diantara kebun teh menuju hutan pinus. Kikan sesekali bercerita mengenai danau yang indah di tengah hutan pinus. Aku menyangkalnya karena Eyang Putri bilang, disana menyeramkan.
"Emang Eyang Putri kamu udah pernah kesana?"
"Nggak tahu, aku nggak nanya soal itu."
"Kamu di bohongin, kali."
"Di bohongin gimana?" Tanyaku heran. Kikan menghela napasnya, dia tiba-tiba berhenti sehingga membuatku menabrak punggungnya.
"Orang dewasa itu suka bohong, Bian."
KAMU SEDANG MEMBACA
Strawberry Cheesecake
Fiction générale"Sometimes life like strawberry cheesecake, too much flavor but they just a piece of cake." -Anonymus- Bian nggak pernah tahu kenapa Bundanya nggak menyusulnya kerumah Eyang Jangkung. Dia tahu Bundanya pelupa, tapi kenapa Bunda bisa lupa setiap hari...